Great Product Formula

Posted: Minggu, 31 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0



Secara simpel, produk yang berkualitas lahir dari sebuah ide besar, brilian dan tentunya berkualitas dalam suatu kondisi manajemen perusahaan yang juga benar-benar berkualitas...

Kemarin saya mendapatkan kabar dari salah seorang sahabat saya di Jakarta. Dia mengatakan akan datang ke Bali untuk memberikan training mengenai microfinance untuk credit union. Seketika, hati ini tergelitik. Ada sesuatu yang harus saya tanyakan, ada sesuatu yang membuat saya harus ambil bagian. Bukan mau ikut campur kegiatan atau agenda orang lain, tapi lebih karena, pertama, credit union. Dan kedua, produk microfinance. Saya kemudian mulai menyampaikan beberapa hal kepada sahabat saya itu. Dan apa yang saya sampaikan garis besar utamanya adalah berikut ini. Semoga sahabat saya membaca tulisan ini.

Cukup panjang memang, tapi saya yakin akan bermanfaat bagi kita semua, khususnya credit union.

Di tengah perubahan lingkungan bisnis yang berjalan super cepat, kemungkinan suatu perusahaan mampu menciptakan great product kini kian random dan tidak terprediksi. Bagi perusahaan, menemukan great product kini seperti membidik sebuah moving target. Tak jelas faktor-faktor suksesnya. Tak jelas pola dan perilaku terjadinya. Tak jelas apa saja variabel-variabel untuk mewujudkannya. Bahkan tak jelas pula bagaimana mereplikasi dan mengulanginya.

Volkswagen boleh jadi sukses menciptakan great product sehebat VW Beetle, namun sukses itu sekali seumur hidup - once in a lifetime. Volkswagen tak mampu mengulanginya lagi untuk great products yang lain. Intel boleh jadi sukses merajai industri komputer global dengan great product-nya yaitu otak komputer, mikroprosesor. Namun kini ia kebingungan menemukan great product apa lagi yang harus dilahirkan untuk memperpanjang kepemimpinan pasarnya.

Sony barangkali lebih baik, karena mampu menghasilkan serangkaian great product mulai dari walkman, discman, lalu handycam hingga playstation. Namun seperti kita lihat kini, perusahaan inipun senasib dengan Volkswagen dan Intel, yang kebingungan menemukan great product apalagi yang harus ia ciptakan untuk bisa survive.

Kenapa demikian? Jawabannya tidak begitu sulit ditemukan.
Pertama, dari sisi 'penawaran'. erubahan teknologi yang berjalan demikian cepat yang memic bermunculannya killer applications (aplikasi teknologi baru yang memakan aplikasi lama) dan menjadikan daur hidup produk jadi kian pendek. Kedua, dari sisi 'permintaan'. Perkembangan keinginan dari pelanggan berjalan tidak kalah cepat dan tingkat dinamisnya mengikuti akselerasi perkembangan teknologi dan killer aps di atas. Fenomena ini tak bisa dipungkiri dipicu oleh semakin knowledgable dan semakin cangginya pelanggan (customer sophistication), juga semakin naik pesatnya ekspektasi mereka.

Mengenai hal ini, saya jadi teringat dengan model yang diajukan oleh Vlayton Christensen, pakar yang mempopulerkan konsep disruptive technologies. Pakar dari Harvard ini telah mengidentifikasi ada dua jejak perkembangan (trajectory) yang membentuk sebuah pasar untuk suatu teknologi atau produk tertentu. Yang pertama jelas mewakili sisi 'penawaran', yaitu percepatan perkembangan teknologi (techonoly trajectory) yang mendukung suatu produk. Yang kedua tentu saja mewakili sisi 'permintaan', yaitu percepatan perkembangan kebutuhan dan pelanggan (customer need trajectory) yang mengindikasikan kecanggihan pelanggan.

Kalau technology trajectory dan customer need trajectory ini bertemu melalui sebuah produk tertentu, maka itu berarti pasar untuk teknologi tersebut terbentuk dan nilai ekonomi untuk teknologi tersebut mulai menemukan momentumnya. Apa artinya ini? Artinya, sehebat apapun sebuah teknologi, kalau ia tak mampu menciptakan value untuk memenuhi keinginan dan harapan konsumen, maka teknologi itu tidak akan mampu menemukan critical mass komersialnya.

Pesannya apa? Bahwa sebagai seorang marketer, kita harus bisa mempertautkan technology trajectory yang ada di sisi penawaran dan customer need trajectory di sisi permintaan. Celakanya baik technology trajectory maupun customer need trajectory, kini kian sulit ditebak arahnya. Semakin menjadi moving target.

Mari Belajar dari Bibit Mangga

Posted: Minggu, 31 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Saya masih ingat, beberapa tahun lalu, ketika saya masih belajar di bangku sekolah dasar hingga tingkat atas, saya sering kali datang berkunjung ke rumah nenek saya setiap kali liburan sekolah.

Suatu hari, ketika saya libur kuliah, saya berlibur ke rumah nenek di desa. Sebuah desa terpencil di selatan Jawa Tengah. Saat tiba di sana, setelah melepas rindu dan beristirahat sejenak, nenek menghidangkan sepiring irisan buah mangga yang menggiurkan warna dan aromanya.

'Wah, mangganya harum dan manis sekali, nek, sedang musim ya? Saya sudah lama sekali tidak menjenguk nenek, sehingga tidak tahu kalau nenek menanam pohon mangga yang berbuah lebat dan seenak ini rasanya', ujar saya sambil terus melahap mangga itu.

Dengan tersenyum nenek menjawab, 'Makanya, sering-seringlah menjenguk nenek. Nenek rindu cucu nenek yang nakal ini. Pohon mangga itu sebenarnya bukan nenek yang menanam. Kamu mungkin lupa, waktu kecil dulu, kamu itu anak yang paling bandel. Setelah menyantap buah mangga, kamulah yang bermain melempar-lempar biji mangga yang telah kamu makan. Nah, ini hasil dari kenakalanmu itu, telah bertumbuh menjadi pohon mangga dan sekarang sedang kau nikmati buahnya.'

Be Analytical!

Posted: Jumat, 29 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Beberapa kesempatan lalu, saya pernah menulis artikel tentang great marketer. Fokus pembahasan adalah seputar karakter dari great marketer. Melalui kemampuan otak kanannya, mereka harus memiliki original thinking, creative thinking, observational thinking, dan holistic thinking. Sementara melalui otak bagian kirinya, great marketer haruslah mengembangkan kemampuan dalam hal analytical thinking, volume thinking, dan pragmatic thinking.

Harus diakui, peran otak kanan semakin penting. Apalagi, marketer yang masuk dalam industri yang membutuhkan banyak kreativitas dan inovasi, semakin banyak menggunakan sisi otak kanannya. Fenomena ini seringkali mulai kebablasan. Banyak marketer atau bahkan top management berpikir bahwa marketer yang hebat, haruslah kreatif dan memiliki EQ yang tinggi.

Dalam tulisan kali ini, saya ingin sekali berbagi untuk memberikan keseimbangan. Say ingin, agar para marketer, yang saat ini menempati posisi di middle management, harus mengembangkan kemampuan analitikalnya. Kreativitas tanpa analitikal akan menjadi sebuah produk unik yang tidak relevan bagi konsumen. Mereka boleh memiliki ide kreatif, tetapi akhirnya tidak menghasilkan laba bagi perusahaan karena konsumen tidak melihatnya sebagai produk yang pas dengan keinginan dan harapan mereka.

Perusahaan-perusahaan kelas dunia adalah perusahaan yang biasanya memiliki kemampuan analitikal yang sangat baik. Bahkan, di antaranya mengakui bahwa hal ini bisa menjadi bagian dari keunggulan bersaing mereka. Perusahaan seperti Wal-Mart, Amazon.com, Google, dan Fedex memiliki kemampuan analitikal papan atas. Mereka benar-benar membuat keputusan berdasarkan analisis dan penyusunan model. Tidak mengherankan, walau tidak sepenuhnya selalu benar karena dinamika pasar, perusahaan-perusahaan itu mempunyai peluang untuk selalu lebih inovatif dan berpikir selangkah lebih maju dibandingkan dengan para pesaingnya.

Trust Is The Real Currency. Join The Honest Conversations

Posted: Jumat, 29 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

'I want to campaign the same way I govern, which is to respond directly and forcefully with the truth.' - Barack Obama

Kenapa Obama mempecundangi McCain? Mungkin kita semua sudah sering mendengarkan jawabannya. Ya, jawabannya gampang. Karena Obama mau 'ngobrol' dengan pemilihnya. Sementara, McCain angkuh di menara gading.

Obama memakai strategi grass roots communication. Sementara, McCain lebih suka pidato dan tampil di gelas-gelas kaca televisi di rumah.

Obama menyambangi para voters satu persatu (menggunakan Web 2.0 tools tentu saja), McCain mainnya grosiran.

Obama berkomunikasi dengan para voters secara 'telanjang'. Sedangkan, McCain tertutup dan masih suka pakai topeng.

Obama menggunakan pendekatan Horizontal Conversations, sedangkan McCain memakai Vertical Broadcasting.

Be Contagious!

Posted: Jumat, 29 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Kita sering membicarakan mengenai buzz marketing, tapi meskipun kelihatannya mudah tetap saja lebih sering yang muncul adalah negative buzz. Kenapa ya? Untuk mengetahui jawabannya mungkin kita perlu melihat produk dan layanan kita. Bagaimana kita bisa menciptakan wabah buzz yang positive dengan berbagai cara? Ini dia jawabannya.

Flat World, Horizontal World

Posted: Jumat, 29 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in
0



'The world is becoming flat. Several technological and political forces have converged, and that has produced a global, Web-enabled playing field that allows for multiple forms of collaboration without regard to geography or distance - or soon, even language.'

Sejak membaca The World is Flat-nya Thomas Friedman, tidak tahu kenapa, beberapa hari ini pikiran dan imajinasi saya siang-malam terus saja terusik. Semakin dalam dipikirkan, semakin dalam pula eksplorasi intelektual dan kemungkinan-kemungkinan yang saya temukan dari 'dunia rekaan' wartawan The New York Times itu.

Salah satu pemikiran Friedman yang memikat perhatian saya adalah tesisnya bahwa kemajuan teknologi berbasis internet akan mampu mentransformasi dan membebaskan individu: membebaskan potensinya, membebaskan kreativitasnya, dan membebaskan kapabilitasnya. Bahkan Friedman menyebut, dengan teknologi tersebut umat manusia memasuki apa yang disebutnya Globalisasi 3.0, yaitu Globalisasi Individu.

Kalau kita membaca bukunya, The World is Flat, di sana diuraikan bahwa Globalisasi 1.0 menurut Friedman adalah 'globalisasi negara', sementara Globalisasi 2.0 adalah 'globalisasi perusahaan', dan Globalisasi 3.0 akan menghasilkan 'pemberdayaan individu' (individual empowerment) yang tak terkira dalam sejarah umat manusia.

Dalam buku bestseller tersebut, Friedman memperkenalkan 10 tren - ia sebut flatteners - yang akan menggerus dunia hingga menjadi semakit datar (flat world). Kesepuluh flatteners tersebut adalah:
#1 Jatuhnya Tembok Berlin yang menandai kematian komunisme.
#2 Initial Public Offering (IPO)-nya Netscape yang merupakan critical mass merebaknya internet.
#3 Munculnya workflow software.
#4 Open-sourcing.
#5 Outsourcing.
#6 Offshoring.
#7 Supply-chaining.
#8 Insourcing.
#9 In-forming.
#10 Proses 'digitalisasi-mobilisasi-personalisasi-virtualisasi' yang menjadi akselerator kesembilan tren sebelumnya.

Singkat cerita, kalau kesepuluh tren tersebut saling 'bereaksi kimia', berkonvergensi satu sama lain, dan kemudian diikuti dengan pembentukan paradigma, budaya, dan cara kerja baru yang mendukungnya, maka hasilnya adalah sebuah 'dunia baru' yang luar biasa.

A whole new world!

Di dalam dunia baru itu, Friedman memprediksi akan ada 3 miliar individu dari India, China, Rusia, dan beberapa negara industri baru seperti Brasil, Malaysia, hingga Vietnam (entah mengapa Friedman tidak secara spesifik menyebut Indonesia) yang saling berkolaborasi sekaligus berkompetisi secara virtual-global untuk menghasilkan inovasi-inovasi dan value creation dalam kuantitas dan kualitas yang tak terbayangkan.

Tiga miliar individu ini akan merupakan spesialis-spesialis yang saling berinteraksi, saling sharing knowledge, saling berkolaborasi kerja satu sama lain untuk menghasilkan invasi inovasi besar sekelas Linux atau membentuk perusahaan hebat sekelas eBay atau Google.

Ketika 3 miliar individu itu memiliki akses kepada perangkat-perangkat kolaborasi (tools of collaboration) berbasis internet maka mereka akan menjadi spesialis yang siap untuk plug and play dalam jaringan kerja virtual-global yang sangat efisien, seamless, self-governed, dan sangat powerful.

Dalam jaringan ini, betul-betul yang menjadi main driver-nya adalah individu - tidak ada lagi negara, tidak lagi IMF atau WTO, tidak ada lagi multinational corporation hegemonis seperti yang terjadi selama ini.

Karena energi dan potensi individu terlepaskan (unleash) dengan adanya konvergensi 10 flatteners di atas maka dunia nantinya akan mampu memproduksi orang hebat macam Bill Gates atau Steve Jobs, bukan hanya dalam jumlah puluhan atau ratusan, tapi bisa mencapai jutaan orang. Jutaan individu hebat akan menghasilkan jutaan inovasi hebat, jutaan teknologi hebat, jutaan perusahaan hebat, jutaan organisasi hebat, dan sebagainya ... ahh, alangkah indahnya.

Inilah individual empowerment yang sesungguhnya.
Inilah flat world.
Inilah the whole new world.
Sesuatu yang sama sekali tak pernah terbayangkan oleh umat manusia.

Welcome to The Horizontal World

Bagaimana Kita Menghadapi Tekanan Hidup?

Posted: Kamis, 28 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Sahabat sekalian, hari ini saya memberikan training tentang Brand Activation. Tapi di awal training, saya membukanya dengan ini. Semoga bermanfaat.

4 Tipe Manusia Menghadapi Tekanan Hidup

'Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh' (John Gray)

Sahabat sekalian, hidup memang tidak lepas dari berbagai tekanan. Lebih-lebih, hidup di alam modern ini yang menyuguhkan beragam risiko. Sampai seorang sosiolog Ulrich Beck menamai zaman kontemporer ini dengan masyarakat risiko (risk society). Alam modern menyuguhkan perubahan cepat dan tak jarang mengagetkan.

Nah, tekanan itu sesungguhnya membentuk watak, karakter, dan sekaligus menentukan bagaimana orang bereaksi di kemudian hari. Sahabat sekalian, pada kesempatan ini, saya akan memaparkan empat tipe manusia dalam menghadapi berbagai tekanan tersebut. Mari kita bahas satu demi satu tipe manusia dalam menghadapi tekanan hidup ini.

Brand Myopia

Posted: Kamis, 28 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Coba bayangkan, seandainya kita mengendarai kendaraan bermotor - entah mobil, sepeda motor, atau bahkan bajaj sekalipun - tanpa menggunakan spion, apa yang kita rasakan? Kita tidak tahu kapan kendaraan yang ada di belakang akan mendahului. Sialnya, kita juga tidak tahu siapa dan bagaimana cara mereka mendahului. Sebab, kita hanya memfokuskan diri pada kendaraan yang ada di depan atua samping kita.

Begitulah gambaran persaingan pasar yang riil kita hadapi. Lihatlah, hampir semua industri tumbuh pesat belakangan ini. Industri telepon seluler (ponsel), misalnya, bak jamur di musim hujan, yang jamur itu kemudian dipupuk: tubuh subur dan muncul dimana-mana. Saat ini, seperti kita tahu, ponsel merek lokal saja julahnya sudah mencapai puluhan. Sungguh luar biasa!

Sayangnya, biasanya seperti lomba maraton, begitu tanda dibunyikan ribuan orang turut serta. Sesampainya di pertengahan, peserta itu banyak yang berguguran. Naasnya, di saat seperti itu, kita hanya berkonsentrasi pada pelari yang ada di samping atau terdekat kita. Padahal, tanpa disadari, kadang kala ada pelari di belakang sana secara diam-diam bisa menyalip kita.

Di ranah pemasaran, merek-merek yang cuma melihat ancaman di sampingnya, mengabaikan market nicher atau new comer, tidak berpikir kompetisi jangka panjang, itulah yang disebut brand myopia alias rabun jauh merek. Ini yang membuat brand pioneer terhentak ketika menyadari bahwa dirinya telah lengah selama ini. Ini merupakan 'dosa' pionir yang mungkin saja terjadi.

Where Is Advertising Going?

Posted: Senin, 25 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Jika kita faham dengan consumer-brand marketing, kita tahu terminologi 'interstitial'. Suatu iklan interstitial adalah sesuatu yang muncul pada 'ruang antara' - yaitu, antara segmen-segmen content yang ingin dialami oleh pelanggan.

Seperti suatu pintu pembayaran di jalan tol yang memaksa pelanggan untuk berhenti dan membayar (selain dengan uang, juga dengan waktu dan perhatian), sebelum pelanggan melanjutkan ke tujuan yang dikehendakinya. Contoh klasiknya adalah TV spot 30 detik, yang merupakan suatu konsep yang mencerminkan apa yang didesain untuk dilakukan oleh advertising di masa lalu, dan ternyata pelanggan saat ini merespon dengan menghindarinya, meloncatinya, atau pindah ke channel lain.

Advertising saat ini secara universal diakui sudah berantarakan, tetapi kebutuhan akan hal tersebut jelas masih ada. Membuat advertising menjadi efektif kembali menuntut kita merubah secara radikal pandangan kita tentang interstitial. Daripada memilih slot yang tersedia di antara segmen di media, marketer lebih baik kembali meninjau formula lama yang dikenalnya. Saatnya untuk memikirkan bukan hanya yang tersedia di media, tetapi pada yang tersedia dalam kehidupan sehari-hari pelanggan; dimana, kapan, dan bagaimana orang dapat terbuka dan menerima pesan komersial yang relevan. Kita tidak lagi membicarakan tentang interstitial, kita sekarang membicarakan yang dinamakan vivistitial.

Waktu dan Uang

Posted: Senin, 25 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Paling tidak, ada 4 kondisi manusia yang membedakan satu dengan yang lainnya, terkait dengan kemampuan pengelolaan waktu dan uang (dalam hal ini dibaca sebagai 'memiliki materi').

Bagaimana Membuat Pelanggan Ketagihan Belanja

Posted: Minggu, 24 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Menciptakan repeat business ternyata mudah. Coba simak pengalaman dan pengamatan saya tentang 5 strategi yang bisa kita lakukan untuk mencitpakan repeat order secara konsisten.

Mulai dari produk Anda
Apakah produk yang kita jual memiliki potensi mendatangkan repeat business? Seperti Razor Manufacturers, menciptakan alat cukur yang sekali pakai, atau isi ulang. Ipod jualan musik dengan I-tunes, kontak lens menggantikan kacamata yang lebih lama penggantiannya. Nail Salons, accountant, tax consultant, service salon cat rambut, hair spa, gunting rambut. Sangat penting untuk memilih bisnis dengan basis repeat order. Jika belum, ciptakan produk yang melengkapi produk utama kita saat ini.

Strategi harga membunuh loyalitas
Apakah kita berpikir dengan banting harga bisa menggaet customer yang setia? Justru sebaliknya. Customer yang datang saat kita membanting harga adalah pelanggan yang hanya loyal dengan harga. Tawarkan added value, bisa dalam bentuk garansi atau pelayanan yang lebih prima, agar pelanggan kita lebih setia. Harga tinggi untuk produk tertentu seperti kosmetik, kesehatan, makanan, hotel, dan lain-lain malah menguntungkan karena menciptakan rasa percaya.

Semakin kenal semakin tak sayang
Seberapa kenal kita dengan customer kita? Bagaimana kita bisa keep in touch dengan customer jika kita tidak memiliki informasi tentang pelanggan kita. Hati-hati, kebanyakan orang semakin kenal semakin menganggap remeh pelanggan.
Sebagai contoh, The Business Reader di Amerika Serikat. Mereka mengirimkan artikel, buku, atau review tentang topik yang paling disukai oleh pelanggan loyal mereka. Ini kuncinya, mereka mengirimkan secara personal. Karena mereka mengenal customer seperti mengenal diri sendiri.

SMS yang menyentuh
Contoh sederhana, saya baru terima SMS dari salah satu sales kacamata di Denpasar, tempat saya membeli kaca mata. Beritanya sederhana. 'Selamat Hari Minggu Mas Anang, gimana kabarnya dengan VCD Manchester United (kebetulan saya memang sedang mencarinya)? Kebetulan saya kemarin di Jakarta mendapatkan DVD-nya. Kalau ada waktu mampir aja, kebetulan sudah saya copy untuk Anda. Tks, Irwan. Optik Sahabat.'

Thank You Note
Kapan terakhir kali kita menerima Thank You Note yang ditulis oleh restoran favorit kita? Kalau belum pernah, apa rasanya mendapat kiriman Thank You Note yang ditulis sendiri? Apa perasaan pelanggan kita jika mereka diperlakukan secara special dan dihargai?

Kalau belum terima thank you note dari manapun juga, bukankah ini kesempatan untuk menciptakan creative marketing yang paling sederhana agar customer kita ketagihan belanja di toko kita?

Think Big, Start Small ...

Too Many Mind...

Posted: Minggu, 24 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Sabtu lalu, di sebuah statiun televisi ditayangkan sebuah film yang sebenarnya sudah kesekian kali saya lihat, namun entah mengapa saya tidak pernah bosan. The Last Samurai. Ya, film yang dibintangi oleh Tom Cruise itu benar-benar mencuri hati saya untuk tetap setia menontonnya. Banyak inspirasi dan pembelajaran yang saya dapatkan dari film itu.

Seperti tiada henti, setiap dialog, adegan, atau apapun tentang film itu selalu saja memberi inspirasi yang luar biasa bagi hidup kita. Seperti yang saya rasa, ketika menonton Sabtu malam lalu ...

Dalam sebuah adegan, ketika Tom Cruise yang berperan sebagai Kapten Augen, ditawan oleh kelompok Samurai, dan sedang berlatih bela diri menggunakan samurai, senjata khas Jepang. Dia berkali-kali kena pukul dan kalah. Kemudian salah satu tokoh lainnya, berujar singkat padanya... 'Too many mind!'

Inspirasi Sukses

Posted: Minggu, 24 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Selamat pagi, sahabat...
Apa kabar?
Sudahkah kita bersyukur hari ini?

Apapun aktivitas kita, saya ingin berbagi inspirasi pada sahabat sekalian. Inspirasi tentang rahasia meraih sukses.

Aliansi Demi Peluang

Posted: Jumat, 22 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Di dunia ini tidak ada yang disebut hidup tenang adem ayem. Yang ada hanyalah peluang-peluang yang harus diraih...

Peluang akan berlipat ganda saat mereka diraih ...
Demikian kata Sun Tzu. Penulis strategi perang Cina dari abad 6 SM yang telah mengilhami jenderal-jenderal terkemuka dalam sejarah dunia seperti Napoleon Bonaparte sampai jenderal Douglas MacArthur, panglima Sekutu untuk kawasan Pasifik Barat Daya di masa Perang Dunia II, itu menegaskan bahwa strategi adalah kemampuan kita merespon dengan cepat dan tepat situasi yang berubah-ubah. Jadi, betapa pentingnya ketangkasan dalam merebut peluang untuk dapat menang.

Strategi perang Sun Tzu telah membantu masyarakat modern di banyak bidang, tak hanya dalam hal perang, tapi juga dalam bisnis dan manajemen. Kemudian para pelaing tim-tim olahraga di Barat juga menerapkannya. Lihat, bagaimana Sir Alex Ferguson mampu meraih prestasi yang gemilang bersama Manchester United dalam dua dekade terakhir di pentas sepakbola dunia, tidak hanya di Inggris.

Kalau diterapkan dalam kehidupan nyata, ternyata menyenangkan juga. Barangkali karena hidup sebenarnya juga sebuah medan perang. Bisa melawan pihak lain, bisa pula menghadapi diri sendiri.

Setiap krisis menciptakan peluang. Ini pepatah kuno sekali. Tapi baiklah kita ingat, karena ia menghibur hari-hari resesi seperti ini. Lihat, menjawab krisis keuangan dunia yang berbuntut resesi ekonomi, kita bisa berpaling dan belajar kepada dunia internet, yang jumlah pemakainya terus bertumbuh dengan pesat. Tingkat pertumbuhannya di dunia, menurut data Internet World Stats, adalah 336,1%, di Asia 469,0%, sedangkan di Indonesia, angkanya lebih mengengangkan lagi, 1.150,0%. Luar biasa!

Contoh lain, kita bisa belajar dari Lee Kuan Yew. Dia adalah contoh nyata pemimpin yang telah membawa bangsanya merebut peluang. Sebagai 'lokomotif' Singapura, ia telah memutarbalikkan kondisi awal negeri kecil yang nelangsa menjadi negeri kecil yang jaya.

Iklan Adi Pariwara atau Hati Pelanggan

Posted: Jumat, 22 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Sebelum sahabat sekalian membaca dan membahas tulisan ini, saya minta sahabat mengambil flyers, brosur, iklan di media Yellow pages, atau mungkin di media cetak lainnya. Mengapa demikian? Kita akan melihat dan mengerti mengapa iklan mereka menjual atau tidak menjual?

Kita akan analisa sejenak, agar sahabat sekalian memahami sejauhmana sebenarnya kita bisa mengambil manfaat dari iklan yang telah kita bayar puluhan juta bahkan miliaran rupiah. Jadi, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.

Pernahkah kita menganalisa, berapa besar iklan kita memberikan profit?
Apakah Marketing Manager kita memberikan analisa terperinci berapa biaya akuisisi setiap customer?
Apakah customer yang kita layani selama ini? Apakah benar-benar dari iklan yang kita bayar?
Tahukah sahabat sekalian, 80% strategi pemasaran gagal, dan hanya 20% yang berhasil?
Apakah Marketing Manager kita menunjukkan 20% strategi yang berhasil dengan menyarankan untuk membuang 80% strategi pemasaran yang gagal?

The Journey To Become A Learning Organization

Posted: Jumat, 22 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Jika diminta untuk menyebutkan satu trend yang terbaru bagi perkembangan organisasi, maka jawabannya pasti Learning Organization. Namun masih banyak perusahaan yang belum mengerti benar tentang apa itu Learning Organization, dan mengartikannya sebagai organisasi yang sering mengadakan program training. Padahal survei di seluruh dunia menunjukkan, bahwa lebih dari 90% training yang dilakukan perusahaan adalah pemborosan belaka. Hal tersebut disebabkan oleh karena training lebih dipersepsikan sebagai formal training yang terutama merupakan kuliah di dalam kelas serta seminar, serta sedikit sekali yang benar-benar berhubungan dan diterapkan di dalam pekerjaan orang yang dilatih.

Learning Organization lebih mementingkan pembelajaran melalui interaksi yang sejalan dengan pekerjaan. Kalaupun dilaksanakan formal training, itu akan lebih banyak diberikan oleh pegawai perusahaan itu sendiri, bukan trainer luar. Menariknya adalah, pegawai perusahaan yang memberikan training datang dari semua bagian, bukan hanya trainer yang merupakan bagian dari Human Resources Department. Untuk dapat menjadi sebuah learning organization, diperlukan 3 faktor utama, yaitu.
1. Lingkungan yang mendukung pembelajaran;
2. Proses dan praktek pembelajaran yang nyata; dan
3. Kepemimpinan yang mendukung pembelajaran.

Hachiko

Posted: Jumat, 22 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Kesetiaan kadang dilalui tidak dengan kebahagiaan, tapi pasti berakhir dengan kebahagiaan ...

Ini sebuah kisah yang saya harap dapat menginspirasi sahabat sekalian...

Hachiko adalah seekor anjing yang lahir di sekitar bulan November 1923 di Odate, Jepang. Ia pindah ke Tokyo, saat majikannya pindah ke sana.

Pemilik anjing itu bernama Eisaburo Ueno. Eisaburo adalah seorang tua yang tinggal sendirian di rumahnya, istrinya sudah meninggal dan anak-anaknya sudah menikah dan tidak tinggal di situ lagi. Eisaburo Ueno bekerja di sebuah universitas di dekat Tokyo sebagai seorang dosen.

Sudah sebuah kebiasaan bagi orang tua itu untuk menaiki kereta listrik di Stasiun Shibuya untuk bekerja. Ia berangkat sekitar jam 8 pagi, dan biasanya ia pulang dan tiba di stasiun itu kembali sekitar jam 5 sore.

Capital Effectiveness Strategy

Posted: Kamis, 21 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Salah satu masalah strategis dihadapi dalam krisis keuangan global, adalah masalah permodalan dan cash flow. Jika manajemen bisa mengatasinya, maka goncangan krisis dapat diredam. Bagaimana strateginya?

Beberapa hari lalu saya memberikan workshop mengenai Capital Effectiveness Strategy, untuk staf marketing di perusahaan tempat saya bekerja. Saya pikir ini merupakan pemikiran yang bagus dan penting rasanya saya bagikan untuk sahabat sekalian, terutama bagi sahabat-sahabat credit union.

Capital Efficiency merupakan salah satu faktor kunci dalam pencipataan nilai bagi pemegang saham. Dibutuhkan kemampuan yang handal dalam mengelola aset perusahaan sehingga cash flow dan keuntungan perusahaan dapat ditingkatkan serta dikendalikan. Sayangnya, perusahaan seringkali terlalu fokus pada pertumbuhan sales sehingga pengelolaan kapitalnya kurang mendapat perhatian. Perusahaan yang memahami pentingnya modal kerja dalam cash flow, selalu menganggap bahwa peran pengelolaan kapital yang efektif, akan mempercepat penciptaan nilai perusahaan.

Beberapa faktor kunci yang menjadi penentu efisiensi pengelolaan kapital adalah operating capital, capital assets (termasuk bangunan dan peralatan), dan intangible asset termasuk merek dan goodwill.

Personal Branding

Posted: Kamis, 21 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Menggunakan personal branding dan I-Branding untuk meningkatkan citra diri ada strateginya. Strategi yang diperlukan oleh setiap orang, tapi berbeda-beda. Meskipun tujuannya sama, melekatkan kuat nama dan sosok kita di benak masyarakat.

Motivator Tung Desem Waringin tersenyum sumringah. Tindakannya menebar uang Rp 100 juta dari udara, plus ratusan undangan seminar yang total nominalnya Rp 6 miliar, ia tegaskan bukanlah aksi sosial. Semata ia tengah melakukan gebrakan marketing untuk penjualan buku keduanya Marketing Revolution.

Sebelumnya, promosi buku pertamanya Financial Revolution ia geber dengan aksi naik kuda ala Pangeran Diponegoro di jalan-jalan protokol ibukota. Lantaran aksi itu, penjualan bukunya konon mengalami sukses besar. Namun lepas dari pro dan kontra sensasi yang ia ciptakan, Tung Desem sebenarnya tengah melakukan penyegaran personal branding-nya.

Lihat juga fenomena beberapa tahun belakangan. Tukul Arwana, yang harus mengganti nama, mulai dari Tukul Kelawu Kethek (monyet abu-abu), Tukul Piranha, Tukul Julung-julung, Tukul Mujair, Tukul Sapu-sapu, hingga yang terakhir Tukul Arwana, barulah pelan-pelan nasibnya berubah. Seperti Tung Desem, Tukul juga tengah berusaha memperbaiki branding-nya sendiri.

Jadi, pada kasus Tukul dan Tung Desem, branding adalah segala apa yang dipikirkan orang lain tentang Tukul dan Tung Desem. Berhasil menancapkan sesuatu yang unik dan berbeda, mereka pun sukses.

Selamat Jalan, Sahabat!

Posted: Kamis, 21 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0


Kita baru akan merasakan bahwa mereka ada, ketika mereka meninggalkan kita ...

Kemarin sore, ketika badan ini terasa lelah dan mencoba untuk beristirahat dari penatnya pekerjaan, saya mendapatkan sebuah pesan singkat dari seorang sahabat credit union di Magelang. Dia memberitahukan sebuah berita duka. Sahabat kami, Dyah, yang pernah berkarya di CU Makmur Magelang, meninggal dunia pagi hari kemarin.

Ketika keterkejutan ini belum hilang. Ketika bayangan akan Mba Dyah masih jelas di benak saya, saya masih sempat mengirimkan pesan singkat akan berita ini kepada sahabat saya yang lain, untuk memohonkan doa. Tidak berselang lama, sahabat tadi membalas pesan saya. Pesan yang semakin membuat saya merasa kehilangan dan sakit. Tanpa terasa saya meneteskan air mata. Ya, saya menangis. Sahabat saya mengirimkan pesan yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Satu bulan lalu, sahabat saya di Malang, Mas Handy, karyawan CU Setaman Malang, ternyata sudah dipanggil Tuhan.

Sedih, gundah, perih, dan semua rasa ini menjadi satu. Dalam diam, hati dan pikir ini membawa kenangan bersama mereka berdua.

Saya masih ingat betul akan kedua sahabat yang saya cintai ini. Mba Dyah, dengan gayanya yang seperti anak laki-laki, adalah sosok yang pantang menyerah, gesit dan cenderung lincah untuk ukuran tubuhnya yang subur, pintar, dan selalu mau belajar. Satu hal yang saya tidak akan pernah lupa, adalah keramahannya. Dia menganggap semua orang di sekitarnya adalah saudara baginya. Sungguh sosok yang tidak tergantikan sebagai seorang sahabat. Suatu kebanggaan pernah berkarya bersama wanita seperti Mba Dyah.

Anak Cacat

Posted: Rabu, 20 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Hidup tidak selamanya mudah dan menyenangkan, tapi kesenangan dan kemudahan hidup akan hadir selamanya bagi mereka yang memantaskan diri untuk mendapatkannya...

Teriakan gembira dari seorang Ibu menggema ketika ia menerima telegram dari anaknya yang telah bertahun-tahun menghilang. Apalagi ia adalah anak satu-satunya. Maklumlah anak tersebut pergi ditugaskan perang ke Vietnam pada 4 tahun yang lampau dan sejak 3 tahun terakhir, orang tuanya tidak pernah menerima kabar lagi dari putera tercintanya tersebut. Sehingga diduga bahwa anaknya gugur di medan perang. Sahabat sekalian bisa membayangkan betapa bahagianya perasaan Ibu tersebut. Dalam telegram tersebut tercantum bahwa anaknya akan pulang besok.

Esok harinya telah dipersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan putera tunggal kesayangannya, bahkan pada malam harinya akan diadakan pesta khusus untuk menyambut kedatangannya, dimana seluruh anggota keluarga maupun rekan-rekan bisnis dari suaminya diundang semua. Maklumlah suaminya adalah direktur sebuah besar yang terkenal di seluruh ibukota.

Siang harinya si ibu menerima telepon dari anaknya yang sudah berada di bandara.

2 Manusia Super Jembatan Setiabudi

Posted: Rabu, 20 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Ini cerita ketika beberapa waktu lalu saya ke Jakarta untuk sebuah acara seminar marketing. Waktu itu, dalam sebuah momen spesial saya melewati Jembatan Setiabudi, dan lahirlah cerita ini ...

Tanpa disadari terkadang sikap apatis menyertai saat langkah kaki kita mengarungi untuk coba taklukkan ibukota negeri ini. Semoga kita selalu diingatkan. Ini sekadar cerita bagi sahabat-sahabat saya yang luar biasa ...

Siang ini 19 Desember 2008, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka mahluk mahkluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan Setiabudi, dua sosok kecil berumur kira kira delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam.
Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue di ujung jembatan. Dengan keangkuhan yang khas, saya hanya mengangkat tangan lebar-lebar tanpa tersenyum, yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan "Terima kasih, Om!'. Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan hanya mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk kearah mereka.

Lentera Jiwa (1)

Posted: Selasa, 19 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Kita harus belajar memegang teguh impian tersebut dengan fokus, konsentrasi, dan rasa cinta, serta mendengarkan dan mengikuti firasat serta intuisi yang kita miliki sebagai panduan bagi tindakan kita...

Jika kita mendengarkan beberapa anjuran yang banyak diperbincangkan dalam The Law of Attraction atau hukum tarik-menarik, mungkin kita akan berpikir bahwa semua orang yang ingin mewujudkan impiannya harus membuat harapan, kemudian dengan perasaan bahagia ia tinggal menunggu mimpi itu terwujud menjadi kenyataan. Namun, sebagaimana pepatah lama, 'Seandainya harapan sama dengan kuda, pengemis tentu akan menungganginya'. Maka, sebenarnya ada hal lain yang diperlukan untuk mewujudkan impian, ketimbang sekadar berharap.


Untuk menciptakan sebuah pemikiran yang kuat hingga mampu menjelma menjadi kenyataan, satu-satunya cara yang paling pasti adalah dengan bekerja keras dan bekerja cerdas. Semua impian pasti ada harganya; menempatkan diri sendiri ke dalam daftar keinginan bukanlah pekerjaan yang mudah bagi mereka yang berhati lemah. Untuk memulainya, kita harus benar-benar mau menghapus perasaan khawatir, perasaan takut, marah, rasa bersalah, dan perasaan ragu-ragu. Kemudian, kita juga harus mampu mengenali tujuan impian kita, memahami hasrat hati, dan meyakini adanya kemungkinan sebagai sebuah kenyataan bagi masa depan kita.


Dan jika impian kita benar-benar berasal dari dalam hati, kerja keras dan cerdas yang kita lakukan untuk mewujudkannya merupakan suka cita, dan mimpi itu sendiri akan menuntun pada jalan hidup kita, karena itulah lentera jiwa kita, dan untuk itulah kita menjalani hidup kita sekarang ini. Kunci untuk semua upaya yang kita lakukan itu adalah mengkristalkan impian kita. Kenali dan pahami mimpi kita sekuat mungkin. Semakin kita memahaminya, maka kita akan semakin tertarik untuk melakukan berbagai upaya dalam rangka mewujudkan impian kita.


Setiap orang mungkin akan menemukan caranya sendiri-sendiri dalam mengkristalkan impiannya dan menemukan lentera jiwanya. Namun kita bisa mempercepat proses tersebut melalui lima langkah berikut ini.


Ten Deadly Marketing Sins

Posted: Minggu, 17 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Marketing memang sedang naik daun, tapi justru karena trend inilah banyak perusahaan yang gagal dala proses pengembangan usahanya. Apa penyebabnya? Philip Kotler, 'dewa'-nya pemasaran mengatakan bahwa kegagalan banyak perusahaan itu disebabkan oleh tidak berjalannya fungsi pemasaran. Pertanyaan selanjutnya, mengapa pemasaran tidak berfungsi?

Dewasa ini, pemasaran tidak lagi efektif. Berdasarkan survei, tingkat kegagalan produk baru sudah sangat memilukan. Sebagian besar kampanye produk via iklan tidak mampu menyisakan apapun di benak konsumen. Tingkat respons terhadap surat langsung hampir tidak mencapai satu persen. Sebagian besar produk sekarang ini lebih dipandang sebagai komoditas, bukan merek kuat.

Pemasaran sebenarnya sedang berada dalam kondisi terburuk. Bukan teori pemasaran, tetapi praktek pemasaran. Setiap produk atau jasa baru perlu didukung dengan rencana pemasaran yang akan memberikan tingkat returnability yang baik, yang mampu menutupi investasi uang, manusia dan waktu. Pemasaranseharusnya menggerakkan strategi bisnis. Tugas pemasaran adalah meriset peluang-peluang baru bagi perusahaan dan kemudian secara teliti mengaplikasikan segmentation, targeting, dan positioning untuk menggerakkan bisnis baru ke arah yang tepat, kemudian mengaplikasikan taktik pemasaran, diferensiasi lalu marketing-mix dengan 4P-nya (product, price, place and promotion). Setelah itu, baru kita bisa melakukan selling.

Jadi, marketing itu proses, bukan hanya fungsi. Kalau kita 'hanya' menjalankan fungsi marketing saja, ya sudah pasti akan gagal. Karena tidak ada servis yang menambah kredibilitas dan kualitas merek kita. Kalau sudah begitu, mau berbusa-busa beriklan, bahkan sampai milyaran rupiah pun akan tetap sia-sia.

Semua pertanda ini menyiratkan bahwa pemasaran akan semakin sukar di masa depan.

Kisah Sebuah Jam

Posted: Jumat, 15 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. 'Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?'. 'Ha?', kata jam terperanjat, 'Mana sanggup saya?'

'Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?'. 'Delapan puluh enam ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?', jawab jam penuh keraguan.

'Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?'. 'Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu', tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.

Pendidikan dan Eksistensi Manusia

Posted: Kamis, 14 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Pendidikan bukan hanya mendatangkan sesuatu dari luar, tapi utamanya adalah menggali apa yang sudah ada dalam diri manusia...

Di bulan Mei, hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Beliau yang pertama mencoba meletakkan filosofi pendidikan bangsa ini. Ingatan akan hal itu, membuat saya ingin menulis perihal pendidikan dan pengembangan diri manusia. Pendidikan selayaknya tak semata berujung pada perolehan angka (nilai) di dunia sekolah, perolehan gelar di dunia pendidikan tinggi, dan tentunya perolehan angka di dunia kerja, melainkan eksistensi manusia secara keseluruhan, yaitu bagaimana berkembang lahir dan batin.

Mari kita renungkan pepatah latin ini, non scholae sed vitae discimus (belajar bukan untuk sekolah melainkan utamanya untuk hidup). Pepatah itu menunjukkan esensi pendidikan. Di sinilah saya ingin mengajak kita semua melihat gagasan pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang menekankan belajar untuk hidup, dan hidup untuk belajar.

Konsep pendidikan Ki Hadjar memiliki unsur utama pada natuur atau alam. Inilah hal penting yang dilupakan ketika sistem pendidikan semata fokus pada standarisasi namun melupakan keterkaitan peserta didik dengan alam masing-masing. Akibatnya, standarisasi menghasilkan mekanisme yang menjauhkan diri dari esensi belajar untuk hidup. Titik inilah awal dari keterjebakan pada 'hidup untuk bekerja' bukan 'bekerja untuk hidup'.

Kerja Belum Selesai!

Posted: Kamis, 14 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Saat sukses sudah didapat, kita kadang terlalu puas dan lupa mencanangkan meraih kesuksesan lain yang lebih besar untuk dicapai...

Tulisan ini lagi-lagi terinspirasi oleh salah satu puisi karya Chairil Anwar.

'Sudah banyak yang dilakukan, tapi masih banyak yang hasus dikerjakan.' Ungkapan tersebut barangkali sangat pas untuk menggambarkan bahwa setiap saat selalu akan muncul tantantan dan target baru yang harus dicapai untuk mencapai sukses yang didambakan. Satu pekerjaan selesai, akan muncul pekerjaan lain yang harus juga dirampungkan.

Sayangnya, kadang tanpa disadari, saat sebuah target sudah tercapai, kita lupa menyusun target baru. Saat sukses sudah didapat, kita kadang terlalu puas dan lupa mencanangkan meraih kesuksesan lain yang lebih besar untuk dicapai. Dan, jika tidak segera diubah, biasanya ini akan menggiring kita pada posisi stagnan alias jalan di tempat.

The Wisdom of Crowds

Posted: Kamis, 14 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0


Bagi kita yang terbiasa menggunakan internet, nama Google mungkin menempati urutan pertama sebagai search engine atau pencari halaman web yang kita andalkan. Apapun halaman web yang kita cari akan mendapatkan respon secara langsung dari Google. Begitu juga setiap kita mengetik satu keyword tertentu, maka akan muncul sederet panjang artikel terkait, hanya dalam hitungan detik.

Pernahkah Anda bertanya, apa yang sesungguhnya terjadi selama pencarian berlangung dalam beberapa detik itu? Jawaban sederhananya; setiap saat Google mensurvei miliaran halaman web dan mengambil halaman yang tepat sesuai dengan kata kunci yang kita masukkan. Dalam prosesnya, sistem yang digunakan Google adalah algoritma PageRank, yaitu - metode penghitungan - yang memberi kesempatan seluruh halaman web untuk menentukan halaman mana yang paling relevan bagi pencarian tertentu. Pada hakekatnya, dalam hitungan waktu sepersekian detik itu Google meminta seluruh halaman web untuk memutuskan halaman mana yang berisi informasi paling bermanfaat, dan halaman yang memiliki suara paling banyak akan muncul di daftar paling atas.

Carrefour Effect

Posted: Kamis, 14 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

NO PARKING, NO BUSINESS...Carrefour merupakan salah satu raja ritel di dunia. Ritel asal Perancis ini memiliki ciri yang sama, parkiran luas, kenyamanan berbelanja, dan harga yang murah.

Ke Carrefour Aja! Kata-kata itu sudah sangat akrab di telinga orang Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan. Kalimat itu adalah sebuah tagline yang berbentuk ajakan untuk berbelanja di Carrefour. Rasanya memang sangat pas tagline itu, mengingat Carrefour diposisikan sebagai pusat belanja yang menawarkan produk dengan harga murah dengan konsep one stop shopping. Bahkan, ritel asal Perancis ini dengan berani membayar selisih uang, jika harga yang ditawarkannya lebih mahal dari pusat-pusat belanja lain. Bayangkan, sudah murah, pusat belanja inipun menawarkan suasana yang sangat nyaman. Display ditata sangat luas sehingga pelanggan bisa nyaman dan tidak berdesak-desakan dalam memilih produk yang dibutuhkannya.

Tidak hanya kenyamanan di dalam toko, pusat belanja ini pun di setiap lokasi menawarkan area parkir yang sangat luas. Sebagian besar pelanggan justru mendatangi tempat ini bersama keluarga sambil jalan-jalan. Inilah setidaknya kunci sukses Carrefour. Semua lokasi selalu berada di tempat-tempat yang strategis dan mudah dijangkau. Carrefour pun menjadi pilihan bagi para pelanggan di Indonesia, jika bicara soal ritel.

Nah, kali ini kita tidak akan membicarakan mengenai detail sukses Carrefour, namun efek dari berkembangbiaknya usaha Carrefour kepada bisnis lain.

Kalau di AS kita mengenal istilah Wal-Mart Effect, maka di Indonesia saya punya istilah yang serupa walaupun tak sepenuhnya sama, Carrefour Effect. Saya sebut demikian, karena dari tahun ke tahun sejak debut pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1989, retail gaint asal negerinya Zinadine Zidane ini kian perkasa mendominasi (bahkan menghegemoni) industri retail tanah air. Dan kalau kecepatan ekspansi perusahaan yang kini memiliki 37 gerai ini bisa terus berkembang seperti sekarang, bisa jadi 'Wal-Mart Effect' seperti yang terjadi di AS bakal terjadi di sini.

Hidup Adalah Iklan, Iklan Adalah Perbuatan!

Posted: Rabu, 13 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Saya selalu terinspirasi oleh pernyataan-pernyataan 'eksistensial' khas Chairil Anwar. Termasuk judul tulisan di atas. Mungkin jika sahabat sekalian perhatikan dan ingat, sebanarnya beberapa waktu lalu pernyataan itu sempat menjadi sebuah positioning bagi seorang Soetrisno Bachir. Ya, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu beberapa waktu lalu sebelum Pemilu 2009, sempat 'menggemparkan' top of mind masyarakt Indonesia, dengan mencalonkan diri menjadi Presiden RI yang ke-7. Dia mengatakan dalam iklan politiknya, Hidup Adalah Perbuatan.

Kalau Pak Soetrisno berprinsip bahwa 'Hidup Adalah Perbuatan', saya mempunyai prinsip 'Iklan Adalah Perbuatan'. Saya berprinsip, iklan bukanlah sekadar pencitraan. Dosa besar kalau iklan direduksi hanya sekadar pencitraan. Kalau sekadar pencitraan, bisa saja onggokan sampah dicitrakan (baca. disulap) menjadi gemerlap berlian? Atau, boleh juga tikus got dicitrakan menjadi cendrawasih yang bulunya penuh kemilau.

Alih-alih sebagai alat pencitraan, saya menganggap iklan sebagai media untuk mengomunikasi 'perbuatan-perbuatan' si pemasang iklan: bisa produk, perusahaan, atau orang yang sendiri sebagai pengiklan. Kalau perbuatan-perbuatan si pengiklan baik, tentu iklannya boleh bilang ke khalayak hal yang baik. Tapi kalau sebaliknya, perbuatan-perbuatan si pengiklan penuh kenistaan dan kotor berlumur darah, apakah kemudian ia boleh bilang ke khalayak mengenai kesucian, keindahan, kecantikan? Tegas saya bilang: TIDAK!!

The Power of Now

Posted: Selasa, 12 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0


'Anda berada di sini, di kehidupan ini, adalah untuk mengungkapkan tujuan Ilahi atas alam semesta. Begitulah betapa pentingnya posisi Anda...'

Itulah ungkapan Eckhart Tolle dalam buku The Power of Now. Hidup kita memiliki satu inner purpose (tujuan batin) dan juga outer purpose (tujuan luar). Perhatian atas inner purpose merupakan yang utama, sedangkan perhatian atas outer purpose merupakan yang kedua.

Inner purpose atau tujuan batin kita diarahkan untuk membangunkan kesadaran untuk berbagi dengan setiap orang di planet ini. Sehingga menemukan dan hidup yang selaras dengan tujuan batin, adalah dasar untuk memenuhi tujuan luar kita.

Ini adalah salah satu buku langka yang mempunyai kuasa untuk menciptakan sebuah pengalaman bagi pembacanya, yang dapat mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. The Power of Now merupakan karya kontemporer seseorang yang tidak berpihak pada agama tertentu atau doktrin atau guru tertentu. Karya seseorang yang mampu melakukan apa yang telah dilakukan oleh para master. Ia menunjukkan kepada kita, dalam bahasa yang sangat sederhana dan jelas, bahwa jalan, kebenaran, dan cahaya, sesungguhnya ada dalam diri kita.

Menerapkan 'Resep Sukses Obama' dalam Bisnis Kita

Posted: Selasa, 12 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in
0



Apa yang bisa dipelajari oleh para pebisnis dari kesuksesan dalam pemilu presiden AS beberapa waktu lalu?

Melalui Barack, Inc., Barry Libert dan Rick Faulk menjawabnya dengan paparan berbagai pelajaran berharga yang bisa dipetik dari strategi kemenangan Obama, sekaligus menyarankan agar perusahaan-perusahaan menggunakan pendekatan yang sama pada marketing plan mereka. Setidaknya, itulah yang ingin dikatakan oleh keduanya, chairman dan CEO Mzingga, penyedia perangkat lunak solusi jejaring sosial bagi perusahaan-perusahaan di seluruh dunia untuk menciptakan komunitas online yang berfungsi sebagai kegiatan pemasaran, customer support, dan edukasi pasar.

Buku ini meyakini bahwa kepeloporan politik Obama telah membentuk sebuah standar baru yang lebih cerdas bagi kalangan bisnis yang ingin berhasil dalam dunia Web 2.0. Libert dan Faulk mengombinasikan hasil observasi mereka sendiri dengan hasil liputan berbagi kelompok media sehingga menghasilkan ulasan lengkap mengenai kampanye yang dramatis itu. Mereka melakukan wawancara dengan para pendukung Obama, mengumpulkan sejumlah laporan dari berbagai sumber, dan melakukan kajian terhadap blogosphere yang sebelumnya tidak pernah membahas tema seputar pemilihan presiden secara meluas - artikal-artikal berisi gagasan dari mulai Politico hingga Twitter yang membuat tahun 2008 sebagai titik balik dalam politik.

Kisah perjalanan Obama untuk merebut kursi kepresidenan memang sangat dramatis - timnya terdiri dari orang-orang terbaik dan berdedikasi tinggi. Ia memikat puluhan ribu sukarelawan yang sebagian besar rela meninggalkan pekerjaan atau cuti kuliah untuk memperjuangkan kemenangannya. Ia juga berhasil menggalang dana yang jumlahnya sangat fantastis, berasal dari jutaan kontributor di seluruh dunia.

Yang paling menarik adalah strategi kampanye Obama sangat cerdas, yaitu dengan memanfaatkan teknologi jejaring sosial. Inilah tema yang menjadi perhatian buku ini secara mendalam.

Obama berhasil mengubah kampanye konvensional di 50 negara bagian hanya denga sebuah komunitas online saja. Komunitas itu memberi inspirasi kepada warga AS untuk berpartisipasi pada sebuah gerakan, menyumbangkan kemampuan, waktu, dan uang mereka untuk mewujudkan kemenangan. Hasilnya, politik AS (bahkan dunia) tidak pernah seperti sebelumnya.

Intisari buku ini bisa dikelompokkan ke dalam 3 bagian utama, yaitu Be Cool, Be Social, and Be the Change. Bagian pertama, Be Cool, berbicara mengenai karakter Obama. Tenang, fokus, cerdas, dan tangguh. Ia adalah sosok teladan pemimpin sejati. Di bagian ini dikisahkan seluruh aspek yang melatarbelakangi kemampuannya tetap fokus pada John McCain meskipun nama Sarah Palin mencuat dan digandrungi media. Be Cool adalah kemampuan untuk menjaga ekuilibrium, tetap fokus dalam pokok masalah, dan membuka pikiran hingga sampai pada keputusan akhir.

Seperti halnya yang dilakukan Obama, sikap tenang mutlak harus dimiliki oleh kaum pebisnis. Jika mereka tidak melakukannya, kemungkinan besar akan bernasib seperti Ted Turner, yang bersikap emosional sehingga ia dengan mudah dikelabui dan dijegal dari proses merger dengan Time Warner.

Be Social, secara jelas mengacu pada strategi yang digunakan tim kampanye Obama dalam memanfaatkan sarana jejaring sosial online untuk mendapatkan, menginformasikan, dan memotivasi target pasar. Dalam hal ini, pebisnis hendaknya juga menciptakan komunitas, dan teknologi jejaring sosial adalah sarana yang paling efektif untuk melakukannya. Di samping contoh strategi Obama, disajikan juga strategi serupa yang dipraktikkan perusahaan-perusahaan raksasa seperti Toyota, Coca-Cola, dan Comcast.

Dengan Be the Change, seluruh langkah bisnis kita harus merefleksikan perubahan. Bagian yang paling menginspirasi adalah respons Barack Obama menanggapi 'khotbah memojokkan' yang dilakukan Pendeta Jeremiah Wright, Jr. Buku ini mengupas secara mendetail sikap Obama terhadap khotbah itu dan mengatakan bahwa kita sedang terjebak pada status quo rasialisme dan harus segera melakukan perubahan demi kehidupan yang lebih baik (page 107-111).

Secara umum, buku ini bermanfaat bagi sahabat sekalian yang bergerak pada bidang PR, marketing, CMO, pebisnis, dan tentu saja fans berat Obama.

So, Selamat Membaca!

Kids Market. Anak yang Semakin High Tech

Posted: Selasa, 12 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Anak-anak adalah pasar yang sangat menjanjikan di masa kini dan masa depan. Namun, peran orangtua yang masih besar dalam proses pembelian menuntut kita harus mampu membuat strategi pemasaran yang holistik. Kenapa? Anak-anak zaman sekarang mulai lekat dengan teknologi. Mereka semakin dekat dengan informasi. Itulah yang membuat mereka semakin kritis dan dewasa. Namun, berbagai ancaman kepada pasar ini cukup banyak. So, selain strategi marketing yang holistik, kewaspadaan tetap harus dikedepankan ...

Kalau sahabat sekalian lahir dan besar di tahun 1970-an dan 1980-an, maka kini kita bisa menyaksikan apa yang mungkin baru dibayangkan pada waktu itu. Sekarang, kita dapat menyaksikan bagaimana anak-anak kita tumbuh di dunia digital. Mereka lahir dan tumbuh di era komputer dan internet. Jangan heran pula bahwa beberapa dari mereka sudah mahir menggerakkan dan mengklik mouse. Sesuatu yang tadinya cuma dimonopoli orang dewasa yang bekerja kantoran. Jangan heran pula jika mereka tiba-tiba sudah memiliki kepintaran yang mereka dapatkan melalui televisi maupun internet.

Ya, bicara soal pasar anak zaman sekarang, kita tidak bisa lepas dari teknologi. Sekalipun masih ada jutaan anak di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, namun pemahaman anak soal teknologi nantinya akan semakin membuat mereka lebih cepat berkembang. Di dunia internet, anak-anak nantinya akan memiliki alamat email sendiri, menjadi anggota komunitas Friendster ataupun Facebook serta berkomunikasi lewat ponsel pribadi.

Kalau melihat angka statistik di AS, mungkin kita akan punya bayangan tentang apa yang akan terjadi pada anak-anak Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Di sana diperkirakan 70% anak usia 8-11 tahun sudah go online di rumah. Lebih dari 50% anak-anak sudah dapat menaruh konten di web seperti foto, cerita, audio, dan sebagian kecil bahkan sudah bisa menaruh video di web.

Bagaimana Manusia Melihat Kesempatan?

Posted: Selasa, 12 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Ada 3 tipe manusia dalam melihat sebuah kesempatan.

Orang yang lemah, menunggu kesempatan.
Orang yang kuat, menciptakan kesempatan.
Orang yang cerdik dan bijak memanfaatkan kesempatan.

Spiritualitas Kejujuran Baru

Posted: Minggu, 10 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Gerak evolusi planeter alamiah telah membawa kita pada suatu generasi yang wawasannya semakin matang, semakin luas, semakin universal, tidak lagi terbungkus kaku oleh batas sempit geografis ataupun primordial geopolitis. Serentak generasi inipun sudah pasca-Einstein yang menyadari bahwa lampaulah saatnya untuk main serba mutlak-mutlakan, fanatik, sok tahu, karena kenyataan (hidup) justru memperlihatkan multidimensionalitas, pluriformitas, dan dialektika... (YB Mangunwijaya, Yogyakarta, September 1997)

Kita yang tinggal di dunia bangsa yang mayoritas masih lekat kuat dengan budaya lisan, menjadi semakin diperparah dengan merajalelanya dunia takhayul yang aneh-aneh saat ini, jauh dari penghargaan terhadap 'sejarah' yang notabene erat terkait dengan kejadian masa lalu yang tingkat keanehannya sangat rendah dan karenanya jauh pula dengan aktivitas kita sehari-hari. Jelas ini menjadi pelajaran penting bagi kita yang bergelut dengan hidup melayani bagi orang lain, khususnya berkarya melalui credit unon. Credit union mengajarkan pada kita akan pentingnya kebenaran dan keaktualan, bahkan lebih jauh, membiasakan kita, insan yang setiap waktu hidup di dalamnya, dengan kejujuran. Kejujuran menjadi tawaran mutlak bagi kelanggengan credit union. Inilah awal lahirnya kepercayaan (credere).

Maka kewajiban dari credit union juga untuk menciptakan serta memberikan iklim belajar berpikir yang eksploratif analitis bagi insan di dalamnya, namun dalam kerangka kreativitas sintetis. Salah satu wahana yang penting untuk mendidik generasi baru agar dapat memperoleh suatu keterampilan dan mental berpikir yang analitis demi hasil yang berguna, tentu saja adalah sekolah formal, tanpa mengesampingkan jalur nonformal dan informal.

'Orang Bodoh' vs Orang Pintar

Posted: Minggu, 10 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Stay foolish, stay hungry...

Masih ingat dengan petuah manjur ala Steve Jobs di atas? Teruslah merasa bodoh, dan teruslah merasa lapar. Inilah yang akan membuat hidup kita terus menggapai, menikmati dan begitu seterusnya menuju sukses.

Ternyata ada benarnya, bahwa 'orang bodoh' akan terus bisa mengejar sukses, dibanding dengan orang pintar. Ada beberapa 'bukti' yang mudah-mudahan kita bisa diskusikan nantinya. Ini dia bukti-bukti tersebut.

Berbahagialah dengan Kekhawatiran Kita

Posted: Minggu, 10 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Kekhawatiran menjadikan hal-hal kecil, tampil dengan bayangan besar yang cenderung menakutkan...

Bila kita terbiasa dengan ketelitian untuk mengerti masalah dan kesulitan, kita akan segera menemui bahwa asal dari semua masalah besar adalah penelantaran hal-hal kecil yang penting. Maka, secepat kita mengenali kehadiran sebuah keharusan kecil, secepat itu pulalah kita harus mendahulukan penyelesaiannya.

Kita semua sedang mengumpulkan sesuatu di dalam hidup kita ini, dan terkumpulnya sesuatu itulah yang menentukan kualitas hidup kita.

Ada yang mengumpulkan hasil-hasil baik - karena kebiasaannya untuk menyegerakan yang penting - dan ada yang mengumpulkan perasaan berhutang yang akut - karena kebiasaannya untuk menunda.

Bila kita seringkali merasakan tidak berbahagia, hidup penuh dengan tekanan bahkan terasa sendiri, mungkin ada beberapa hal penting yang pelaksanaannya kita tunda.

Apakah Krisis Ekonomi itu Benar-benar Ada?

Posted: Kamis, 07 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Saya tahu ini terdengar kontroversial, bahkan arogan. Tapi, agar lebih sensasional, saya tidak akan menambahkan lagi, yaitu Tidak Ada yang Namanya Krisis Ekonomi!

Tidak percaya? Silakan baca penjelasan saya lebih lanjut ...

Ya, pastinya ada masalah ekonomi global yang besar. Ya, ada kelesuan pertumbuhan ekonomi di Indonesia akibat dari masalah ekonomi global ini. Ya, ada saat-saat yang penuh ketidakpastian - tidak pasti karena tidak banyak orang yang bisa meramalkan berapa ini akan terjadi dan kapan kita akhirnya akan mulai melihat perbaikan. Untuk semua hal di atas - kelesuan ekonomi, penurunan kondisi ekonomi, ketidakpastian - Ya. Tetapi krisis ekonomi? Saya tidak yakin krisis sudah melanda Indonesia.

Jadi, mengapa semua orang mengatakan bahwa saat ini ada krisis? Karena semua orang dibombardir dengan kata itu di mana-mana setiap hari - siaran TV pagi, koran pagi, radio, korang siang, majalah, berita malam, berita tengah malam, obrolan orang, bahkan para ahli dengan bebasnya menggunakan kata itu. Tampaknya kita jadi ngetren kalau menyebutkan kata krisis. Kata tersebut bisa memberikan rasa penting, seakan-akan kita up-to-date dengan berita. Ingat, kata krisis adalah kata yang berbahaya dan bahkan sangat merusak bila digunakan dalam mindset orang Indonesia.

Saya bukan pakar ekonomi, bukan juga psikolog. Saya hanyalah orang jalanan yang lebih suka memandang sesuatu dari sisi baiknya, yang lebih suka melihat apa saja yang mungkin, dan lebih suka mendukung daripada menghambat. Jadi, mengapa saya memilih berjuang melawan arus, melawan kepercayaan umum?

Butterfly Lesson

Posted: Kamis, 07 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Suatu hari, muncul celah kecil pada sebuah kepompong.
Seorang pria duduk dan memerhatikan calon kupu-kupu tersebut berjuang keras selama berjam-jam untuk mendorong tubuhnya keluar melalui lobang kecil tersebut.

Kemudian, tampaknya usaha tersebut sia-sia, berhenti dan tidak ada perkembangan yang berarti. Seolah-olah terlihat usaha tersebut sudah mencapai satu titik, dimana tidak bisa berkelanjutan.

Maka, pria itu memutuskan untuk membantu kupu-kupu itu. Dia mengambil sebuah gunting dan membuka kepompong itu. Kemudian kupu-kupu itu keluar dengan sangat mudahnya.

Mari Belajar dari Semut!

Posted: Selasa, 05 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
2

Mulailah dari diri sendiri, mulailah dari yang kecil, dan mulailah dari sekarang. Maka kesuksesan akan selalu datang dan indah pada waktunya. Banyak hal yang membuat kita mampu belajar dan memampukan diri kita menjadi pribadi yang menyenangkan bagi orang lain. Tapi yang lebih penting, jadilah pribadi yang menyenangkan untuk diri kita terlebih dahulu.

Istimewa sekali ketika saya bisa memberikan tulisan saya yang ke-100 ini dengan sebuah pelajaran yang berharga bagi kita semua. Mudah-mudahan bisa menginspirasi hidup dan karya kita.

Diri dan karya kita tidak selalu menyenangkan dan diterima dengan baik oleh orang lain. Dan kita tidak perlu menyenangkan semua orang hanya untuk mendapatkan kesempatan menjadi yang terbaik di antara mereka, dan diterima sebagai pribadi yang lebih diantara mereka. Kita cukup memberikan yang terbaik dari apa yang kita mampu dan bisa berikan.

Begitu banyak kesulitan dan tantangan dalam hidup, dan inilah yang kadangkala menjadi faktor kenapa kita sulit membahagiakan orang lain. Tapi ada begitu banyak kesempatan pula bagi kita untuk tetap membahagiakan hidup kita dengan karya-karya kita.

Saya mengajak sahabat sekalian untuk belajar dari komunitas semut. Semoga menginspirasi.

Kuasai dan Kalahkan Rasa Takut!

Posted: Selasa, 05 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Ini adalah tulisan saya di blog yang ke-99. Luar biasa, akhirnya setahap lagi saya bisa menyelesaikan target saya untuk menulis 100 tulisan sebelum akhir Mei 2009. Angka 99 memang selalu menjadi angka favorit bagi sebagian besar orang. Kenapa? Kesempurnaan, katanya. Tapi kadang, kesempurnaan tersebut justru menjadi awal hambatan kita untuk melangkah. Kita kadang menunggu sempurna untuk berbuat sesuatu, sekecil apapun itu.

Saya juga memulai blog ini dengan keragu-raguan dan mungkin juga ketakutan. Ketakutan akan siapa yang membaca, ketakutan akan kegunaan blog ini, ketakutan akan pertanggungjawaban isi tulisan saya, dan masih banyak lagi ketakutan. Tapi, ketika saya menikmati ketakutan itu dengan tetap menulis, ternyata tanpa disadari saya telah mengalahkan ketakutan saya sendiri.

Kini ijinkan saya mengulas sedikit tentang rasa takut yang kadang datang dan menjadi suatu perasaan yang berlebihan di hati kita. Rasa takut muncul karena berbagai alasan, antara lain:

Corporate Brand

Posted: Senin, 04 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Corporate brand merupakan sebuah pernyataan visi, citra, dan budaya perusahaan. Ketika terjadi pergantian corporate brand, bukan cuma 'baju' (logo)-nya yang harus berubah, namun yang paling penting adalah perilaku dan pola pikir setiap orang di dalam organisasi tersebut.

Sebuah perusahaan bisa dibilang kuat jika mempunyai kesatuan visi, citra, dan juga budaya (vision, image, and culture) di dalamnya. Inilah yang membuatnya tumbuh.

Jika mengambil analogi sebuah kapal yang sedang berlayar, maka si kapten kapal adalah visinya, sedangkan layar adalah citranya, dan badan kapal merupakan budaya perusahaan itu. Si kapten (visi) menentukan ke arah mana kapal itu berlayar: utara, selatan, barat, atau timur. Tanpa layar yang menangkap angin (citra), kapal tidak mungkin bisa bergerak.

Jadi, tanpa citra atau reputasi yang mampu membuat pelanggan mau membeli produk atau jasa perusahaan kita, tidak mungkin institusi tersebut bisa berjalan. Tetapi jangan lupa, kalau tidak ada badan kapal yang utuh (budaya), maka kapal akan tercerai berai di lautan luas, karena sendi-sendinya tidak terintegrasi dengan baik.

Karena itulah, diperlukan corporate brand yang mampu menyatukan semuanya. Corporate brand merupakan sebuah pernyataan akan tujuan (visi), indikator nilai bagi pelanggan (citra), dan emblem identitas yang tersemat di hati setiap elemen dalam perusahaan (acuan budaya). Corporate brand dapat diibaratkan bendera kapal yang menunjukkan identitas dan tujuan berlayar si kapal. Apakah kapal dagang, militer, atau kapal bajak laut.

Growth Leadership

Posted: Senin, 04 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Growth leaders adalah para pemimpin yang ideologi dan mindset-nya hanya satu, yaitu pertumbuhan. Setua apapun bisnis yang dimasuki, seorang growth leader akan tetap melihat bisnis tersebut sebagai growth business. Mereka tidak pernah dan tidak akan pernah kenal yang namanya batas pertumbuhan ...

Anda pasti tahu Noel Tichy, kan? Ialah guru leadership dan transformasi organisasi yang mungkin lebih kita kenal karena buku larisnya, dengan judul Control Your Destiny or Someone Else Will. Buku spektakuler inilah yang kemudian meroketkan nama Jack Welch sebagai CEO paling hebat saat ini, dan lebih-lebih karena pernyataannya tentang the rule of no.1 or no.2.

Melalui kedua buku ini, Noel Tichy semakin mengukuhkan posisinya sebagai the guru di antara para pemikir manajemen dekade ini. Ia menjadi sejajar dengan figur-figur seperti Kanter, Hamel, Porter, ataupun Slywotzki.

Buku yang kedua, Every Business Is a Growth Business ini berbicara mengenai bagaimana pertumbuhan dan bagaimana seorang pemimpin seharusnya melihat pertumbuhan. Mula-mula Tichy mencoba melihat fenomena banyak perusahaan top dunia, seperti Ford, AT&T, Coca Cola maupun GE yang mampu menjaga kinerja pertumbuhannya di tengah industri yang mulai jenuh dan menua ini. Industri yang dimasuki oleh perusahaan-perusahaan top dunia tersebut rata-rata ditandai oleh berbagai kenyataan berikut: kompetisi sedemikian ketat, pasar sudah sedemikian terfragmentasi dengan niche-niche yang terus dieksploitasi, peluang semakin kecil dan tentunya pertumbuhan industri yang terus saja melambat serta rentan ditempa krisis. Inilah bukti bahwa industri yang mereka masuki adalah decline industry.

Namun seperti bisa sama-sama kita lihat, kinerja berbagai perusahaan tersebut bukannya semakin loyo, justru sebaliknya semakin kokoh dan perkasa. Mereka terus saja menjadi mesin dan sumber uang yang tiada henti bertumbuh.

Marketing Revolution

Posted: Jumat, 01 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Prinsip dasar pemasaran yang sangat penting adalah show me the money ...

Anda pernah mendengar nama Pablo Picasso. Seorang pelukis besar yang berhasil menciptakan karya-karya hebat dan dikagumi hingga sekarang. Dan yang lebih penting dan menarik bagi saya adalah ia berhasil menjual begitu banyak lukisan dengan harga tinggi, yang akhirnya mampu menjadikannya pelukis terkaya pada zamannya.

Pelajaran pentingnya adalah, tidak peduli seberapa bagus produk kita, tidak peduli sampai kita memotong telinga (seperti yang dilakukan pelukis lainnya, Vincent Van Gogh), tetapi kalau kita tidak tahu cara menjualnya, maka produk atau diri kita tidak akan laku. Maka, seni cara menjual sangatlah penting untuk kita pelajari dan praktekkan hingga mampu membawa keberhasilan yang dahsyat dalam usaha kita.