Apakah Krisis Ekonomi itu Benar-benar Ada?
Posted: Kamis, 07 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Management
0
Saya tahu ini terdengar kontroversial, bahkan arogan. Tapi, agar lebih sensasional, saya tidak akan menambahkan lagi, yaitu Tidak Ada yang Namanya Krisis Ekonomi!
Tidak percaya? Silakan baca penjelasan saya lebih lanjut ...
Ya, pastinya ada masalah ekonomi global yang besar. Ya, ada kelesuan pertumbuhan ekonomi di Indonesia akibat dari masalah ekonomi global ini. Ya, ada saat-saat yang penuh ketidakpastian - tidak pasti karena tidak banyak orang yang bisa meramalkan berapa ini akan terjadi dan kapan kita akhirnya akan mulai melihat perbaikan. Untuk semua hal di atas - kelesuan ekonomi, penurunan kondisi ekonomi, ketidakpastian - Ya. Tetapi krisis ekonomi? Saya tidak yakin krisis sudah melanda Indonesia.
Jadi, mengapa semua orang mengatakan bahwa saat ini ada krisis? Karena semua orang dibombardir dengan kata itu di mana-mana setiap hari - siaran TV pagi, koran pagi, radio, korang siang, majalah, berita malam, berita tengah malam, obrolan orang, bahkan para ahli dengan bebasnya menggunakan kata itu. Tampaknya kita jadi ngetren kalau menyebutkan kata krisis. Kata tersebut bisa memberikan rasa penting, seakan-akan kita up-to-date dengan berita. Ingat, kata krisis adalah kata yang berbahaya dan bahkan sangat merusak bila digunakan dalam mindset orang Indonesia.
Saya bukan pakar ekonomi, bukan juga psikolog. Saya hanyalah orang jalanan yang lebih suka memandang sesuatu dari sisi baiknya, yang lebih suka melihat apa saja yang mungkin, dan lebih suka mendukung daripada menghambat. Jadi, mengapa saya memilih berjuang melawan arus, melawan kepercayaan umum?
Berikut pendapat 'sederhana dan tak ahli' dari saya. Persepsi saya tentang kata 'krisis'- seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya - adalah: sesuatu yang sangat-sangat pelik, tak tahu apa yang harus dilakukan, keadaan kehilangan ide, mulai panik, hampir putus asa, sangat suram, berharap yang terburuk ... Bukankah itu gambaran yang didapat sewaktu kita berpikir tentang krisis?
Lalu, saya melihat keadaan sekitar (tolong koreksi saya bila salah), tapi tidak ada krisi. Memang ada kelesuan ekonomi, ketidakpastian, ada banyak pemecatan hubungan kerja, tapi masih belum ada krisis.
Sebagai tambahan, arti krisis itu relatif. Beberapa orang mungkin mengalami krisis paruh baya ketika berumur 50 tahun, beberapa lainnya mungkin malah mengalami saat-saat terbaiknya pada usia itu. Tergantung pada individu masing-masing.
Saya mungkin mengalami krisi ekonomi karena pesanan pelanggan berhenti. Saya mulai panik. Saya khawatir bagaimana saya bisa membayar pinjaman, bisa terus mempekerjakan karyawan saya dan sebagainya.
Tetapi, teman saya (kompetitor) sangat senang karena kelesuan ekonomi ini telah memberikan dia peluang untuk melakukan diversifikasi ke pasar lain, meluncurkan produk baru dengan harga murah. Dia bernegosiasi dengan bankir untuk me-reschedule jadual pembayaran pinjaman. Pihak bank setuju. Dia melepaskan beberapa karyawannya yang kurang produktif dan meningkatkan kemampuan karyawa lain yang berpotensi.
Dia membuka 3 kantor lagi di Lombok, pasar yang lebih menjanjikan untuk bisnisnya. Dia sudah lebih bisa memanfaatkan teknologi. Para karyawannya punya waktu lebih (karena kelesuan ekonomi), untuk belajar keahlian baru dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Setelah training, mereka lebih termotivasi dan punya keahlian lebih untuk keluar dan mengalahkan kompetitor lain di saat-saat sulit. Mereka penuh semangat dan optimistis. Krisis apa? Kelesuan ekonomi, iya. Krisis, tidak!
Krisis adalah milik mereka yang tanpa ide, tanpa rencana, dan tanpa harapan.
Dengan penjelasan ini, seseorang bisa mengalami krisis bahkan di saat keadaan ekonomi terbaik sekalipun! Sekarang kembali pada kita, apakah kita tengah menghadapi krisis? Bila jawabannya 'ya', berarti kita memang sedang kehilangan ide tentang bagaimana bergerak maju. Berikut saran saya. Fokus pada segala hal yang mungkin dan lakukan beberapa hal di bawah ini:
Pertama, negosiasikan ulang semua utang kita. Jangan lari dari penagihan utang. Tidak baik lari dari kenyataan, terutama melarikan diri dari utang. Kita semua bekerja. Kita semua tahu bahwa dalam pekerjaan, kadang kita untung, kadang kita rugi. Para pebisnis menghormati orang-orang yang berani menghadapi masalah. Jadi, sebelum penagih utang mengejar, kitalah yang harus datang pada mereka duluan. Diskusikan secara profesional. Mereka bahkan akan membantu kita. Begitu urusan dengan para penagih utang sudah selesai, pikiran kita akan lebih bebas untuk memikirkan peluang-peluang lain. Lakukan ini dulu sebelum kita mengerjakan yang lain. Setidaknya kita bisa tidur lebih tenang.
Kedua, kenali pelanggan terbaik kita. Berikut beberapa cara untuk mengategorikan pelanggan terbaik kita.
- Pelanggan yang memberikan banyak order;
- Pelanggan yang sering memesan dari kita;
- Pelanggan yang terus setia selama bertahun-tahun;
- Pelanggan yang mereferensikan kita; dan
- Pelanggan yang selalu membayar tepat waktu.
Kunjungi pelanggan-pelanggan ini. Perkuat hubungan kita dengan mereka. Pastikan, dalam situasi sulit seperti sekarang ini, mereka tidak meninggalkan kita dan membeli dari kompetitor lain. Demi pendapatan kita dan - lebih penting lagi - demi semangat tim, kita harus menjaga mereka. Mempertahankan semua pelanggan terbaik dalam situasi sulit adalah pendorong semangat besar bagi para tenaga penjual. Tetapkan prioritas. Jadalah pelanggan terbaik kita!
Ketiga, 'kurva' ekonomi (ingat tulisan saya berjudul Menyusul di Tikungan) membuka banyak peluang kita untuk mendapatkan pelanggan baru atau mengambil alih pelanggan yang terabaikan oleh kompetitor. Mereka menelantarkan pelanggan karena:
- Mereka menutup usaha mereka.
- Mereka mengalihkan perhartian ke pelanggan terbaik.
- Mereka mengalihkan perhatian ke pasar lain.
- Mereka telah memperkecil skala bisnis.
- Mereka kesulitan memenuhi pesanan, sehingga menimbulkan ketidakpuasan pelanggan.
Inilah kesempatan bagus untuk masuk dan mengambil alih.
Kini kita mendapatkan gambarannya. Semua masalah kompetitor kita adalah peluang bagus bagi kita. Ingat prinsip konsultan. Your problems is my profit. Jadi, dimana fokus kita? Mengeluhkan masalah, atau menelusuri pasar dengan mata elang mencari masalah orang lain supaya bisa kita manfaatkan?
Peluang selalu terbuka dimana ada perubahan. Dan, ini jelas-jelas saatnya ekonomi sedang berubah. Krisis sama dengan peluang.
Mari berjuang, sahabat!
Tidak percaya? Silakan baca penjelasan saya lebih lanjut ...
Ya, pastinya ada masalah ekonomi global yang besar. Ya, ada kelesuan pertumbuhan ekonomi di Indonesia akibat dari masalah ekonomi global ini. Ya, ada saat-saat yang penuh ketidakpastian - tidak pasti karena tidak banyak orang yang bisa meramalkan berapa ini akan terjadi dan kapan kita akhirnya akan mulai melihat perbaikan. Untuk semua hal di atas - kelesuan ekonomi, penurunan kondisi ekonomi, ketidakpastian - Ya. Tetapi krisis ekonomi? Saya tidak yakin krisis sudah melanda Indonesia.
Jadi, mengapa semua orang mengatakan bahwa saat ini ada krisis? Karena semua orang dibombardir dengan kata itu di mana-mana setiap hari - siaran TV pagi, koran pagi, radio, korang siang, majalah, berita malam, berita tengah malam, obrolan orang, bahkan para ahli dengan bebasnya menggunakan kata itu. Tampaknya kita jadi ngetren kalau menyebutkan kata krisis. Kata tersebut bisa memberikan rasa penting, seakan-akan kita up-to-date dengan berita. Ingat, kata krisis adalah kata yang berbahaya dan bahkan sangat merusak bila digunakan dalam mindset orang Indonesia.
Saya bukan pakar ekonomi, bukan juga psikolog. Saya hanyalah orang jalanan yang lebih suka memandang sesuatu dari sisi baiknya, yang lebih suka melihat apa saja yang mungkin, dan lebih suka mendukung daripada menghambat. Jadi, mengapa saya memilih berjuang melawan arus, melawan kepercayaan umum?
Berikut pendapat 'sederhana dan tak ahli' dari saya. Persepsi saya tentang kata 'krisis'- seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya - adalah: sesuatu yang sangat-sangat pelik, tak tahu apa yang harus dilakukan, keadaan kehilangan ide, mulai panik, hampir putus asa, sangat suram, berharap yang terburuk ... Bukankah itu gambaran yang didapat sewaktu kita berpikir tentang krisis?
Lalu, saya melihat keadaan sekitar (tolong koreksi saya bila salah), tapi tidak ada krisi. Memang ada kelesuan ekonomi, ketidakpastian, ada banyak pemecatan hubungan kerja, tapi masih belum ada krisis.
Sebagai tambahan, arti krisis itu relatif. Beberapa orang mungkin mengalami krisis paruh baya ketika berumur 50 tahun, beberapa lainnya mungkin malah mengalami saat-saat terbaiknya pada usia itu. Tergantung pada individu masing-masing.
Saya mungkin mengalami krisi ekonomi karena pesanan pelanggan berhenti. Saya mulai panik. Saya khawatir bagaimana saya bisa membayar pinjaman, bisa terus mempekerjakan karyawan saya dan sebagainya.
Tetapi, teman saya (kompetitor) sangat senang karena kelesuan ekonomi ini telah memberikan dia peluang untuk melakukan diversifikasi ke pasar lain, meluncurkan produk baru dengan harga murah. Dia bernegosiasi dengan bankir untuk me-reschedule jadual pembayaran pinjaman. Pihak bank setuju. Dia melepaskan beberapa karyawannya yang kurang produktif dan meningkatkan kemampuan karyawa lain yang berpotensi.
Dia membuka 3 kantor lagi di Lombok, pasar yang lebih menjanjikan untuk bisnisnya. Dia sudah lebih bisa memanfaatkan teknologi. Para karyawannya punya waktu lebih (karena kelesuan ekonomi), untuk belajar keahlian baru dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Setelah training, mereka lebih termotivasi dan punya keahlian lebih untuk keluar dan mengalahkan kompetitor lain di saat-saat sulit. Mereka penuh semangat dan optimistis. Krisis apa? Kelesuan ekonomi, iya. Krisis, tidak!
Krisis adalah milik mereka yang tanpa ide, tanpa rencana, dan tanpa harapan.
Dengan penjelasan ini, seseorang bisa mengalami krisis bahkan di saat keadaan ekonomi terbaik sekalipun! Sekarang kembali pada kita, apakah kita tengah menghadapi krisis? Bila jawabannya 'ya', berarti kita memang sedang kehilangan ide tentang bagaimana bergerak maju. Berikut saran saya. Fokus pada segala hal yang mungkin dan lakukan beberapa hal di bawah ini:
Pertama, negosiasikan ulang semua utang kita. Jangan lari dari penagihan utang. Tidak baik lari dari kenyataan, terutama melarikan diri dari utang. Kita semua bekerja. Kita semua tahu bahwa dalam pekerjaan, kadang kita untung, kadang kita rugi. Para pebisnis menghormati orang-orang yang berani menghadapi masalah. Jadi, sebelum penagih utang mengejar, kitalah yang harus datang pada mereka duluan. Diskusikan secara profesional. Mereka bahkan akan membantu kita. Begitu urusan dengan para penagih utang sudah selesai, pikiran kita akan lebih bebas untuk memikirkan peluang-peluang lain. Lakukan ini dulu sebelum kita mengerjakan yang lain. Setidaknya kita bisa tidur lebih tenang.
Kedua, kenali pelanggan terbaik kita. Berikut beberapa cara untuk mengategorikan pelanggan terbaik kita.
- Pelanggan yang memberikan banyak order;
- Pelanggan yang sering memesan dari kita;
- Pelanggan yang terus setia selama bertahun-tahun;
- Pelanggan yang mereferensikan kita; dan
- Pelanggan yang selalu membayar tepat waktu.
Kunjungi pelanggan-pelanggan ini. Perkuat hubungan kita dengan mereka. Pastikan, dalam situasi sulit seperti sekarang ini, mereka tidak meninggalkan kita dan membeli dari kompetitor lain. Demi pendapatan kita dan - lebih penting lagi - demi semangat tim, kita harus menjaga mereka. Mempertahankan semua pelanggan terbaik dalam situasi sulit adalah pendorong semangat besar bagi para tenaga penjual. Tetapkan prioritas. Jadalah pelanggan terbaik kita!
Ketiga, 'kurva' ekonomi (ingat tulisan saya berjudul Menyusul di Tikungan) membuka banyak peluang kita untuk mendapatkan pelanggan baru atau mengambil alih pelanggan yang terabaikan oleh kompetitor. Mereka menelantarkan pelanggan karena:
- Mereka menutup usaha mereka.
- Mereka mengalihkan perhartian ke pelanggan terbaik.
- Mereka mengalihkan perhatian ke pasar lain.
- Mereka telah memperkecil skala bisnis.
- Mereka kesulitan memenuhi pesanan, sehingga menimbulkan ketidakpuasan pelanggan.
Inilah kesempatan bagus untuk masuk dan mengambil alih.
Kini kita mendapatkan gambarannya. Semua masalah kompetitor kita adalah peluang bagus bagi kita. Ingat prinsip konsultan. Your problems is my profit. Jadi, dimana fokus kita? Mengeluhkan masalah, atau menelusuri pasar dengan mata elang mencari masalah orang lain supaya bisa kita manfaatkan?
Peluang selalu terbuka dimana ada perubahan. Dan, ini jelas-jelas saatnya ekonomi sedang berubah. Krisis sama dengan peluang.
Mari berjuang, sahabat!