Kids Market. Anak yang Semakin High Tech

Posted: Selasa, 12 Mei 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Anak-anak adalah pasar yang sangat menjanjikan di masa kini dan masa depan. Namun, peran orangtua yang masih besar dalam proses pembelian menuntut kita harus mampu membuat strategi pemasaran yang holistik. Kenapa? Anak-anak zaman sekarang mulai lekat dengan teknologi. Mereka semakin dekat dengan informasi. Itulah yang membuat mereka semakin kritis dan dewasa. Namun, berbagai ancaman kepada pasar ini cukup banyak. So, selain strategi marketing yang holistik, kewaspadaan tetap harus dikedepankan ...

Kalau sahabat sekalian lahir dan besar di tahun 1970-an dan 1980-an, maka kini kita bisa menyaksikan apa yang mungkin baru dibayangkan pada waktu itu. Sekarang, kita dapat menyaksikan bagaimana anak-anak kita tumbuh di dunia digital. Mereka lahir dan tumbuh di era komputer dan internet. Jangan heran pula bahwa beberapa dari mereka sudah mahir menggerakkan dan mengklik mouse. Sesuatu yang tadinya cuma dimonopoli orang dewasa yang bekerja kantoran. Jangan heran pula jika mereka tiba-tiba sudah memiliki kepintaran yang mereka dapatkan melalui televisi maupun internet.

Ya, bicara soal pasar anak zaman sekarang, kita tidak bisa lepas dari teknologi. Sekalipun masih ada jutaan anak di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, namun pemahaman anak soal teknologi nantinya akan semakin membuat mereka lebih cepat berkembang. Di dunia internet, anak-anak nantinya akan memiliki alamat email sendiri, menjadi anggota komunitas Friendster ataupun Facebook serta berkomunikasi lewat ponsel pribadi.

Kalau melihat angka statistik di AS, mungkin kita akan punya bayangan tentang apa yang akan terjadi pada anak-anak Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Di sana diperkirakan 70% anak usia 8-11 tahun sudah go online di rumah. Lebih dari 50% anak-anak sudah dapat menaruh konten di web seperti foto, cerita, audio, dan sebagian kecil bahkan sudah bisa menaruh video di web.



Apa yang terjadi ketika bermain-main? Semakin lama anak-anak akan bermain dengan dunia digital. Taman bermain anak di mal-mal sudah dipenuhi dengan permainan video games. Mereka menghabiskan waktu di penyewaan playstation ataupun bermain dengan Nintendo dan portable Playstation.

Apa peran teknologi bagi pemasaran produk anak-anak? Pertama, teknologi membuat anak-anak lebih mampu menghidupkan imajinasi mereka. Dulu kehadiran televisi telah menghidupkan imajinasi anak-anak. Mereka bisa melihat jagoan mereka di televisi. Kini dengan adanya teknologi seperti komputer, internet dan game, mereka bahkan bisa berinteraksi dua arah dengan jagoan mereka. Anak-anak bisa memilih karakter apa yang mereka inginkan dan menciptakan petualangannya sendiri.

Kedua, teknologi semakin memperbanyak informasi yang bisa diserap oleh seorang anak. Ketika seorang aank bertanya kepada orangtuanya dan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, mereka akan mencari tahu jawabannya lewat internet. Melalui internet, anak bisa mendapatkan lebih banyak informasi yang terkadang melebihi informasi yang diberikan orantuanya. Itulah sebabnya, mereka semakin kritis memilah informasi dan cenderung lebih dewasa dibandingkan anak-anak pada generasi sebelumnya.

Namun, sehebat-hebatnya teknologi yang mereka hadapi, kenyataannya mereka masih anak-anak. Tidak hanya soal fantasi saja yang bisa dimanfaatkan oleh kita sebagai marketer. Berbagai ciri-ciri psikologis anak yang bisa dipergunakan pula oleh kita antara lain:

Pester Power.
Memanfaatkan kekuatan merajuk adalah gaya lama yang sering dijalankan para marketer tradisional. Mereka mendorong si anak untuk merengek kepada orangtuanya agar dibelikan sesuatu.

Suka mengoleksi sesuatu.
Anak-anak adalah kelompok pasar yang masih senang mengoleksi sesuatu. Mereka mengoleksi mulai dari sekadar gabar sampai mainan. Biasanya marketer sering senang memecah gimmick atau gift untuk anak-anak ke dalam beberapa periode. Cara ini akan mendorong si anak untuk datang kembali untuk menambah koleksi gimmick mereka.

Suka klub atau komunitas.
Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun menyukai komunitas. Mereka senang berada di kelompok-kelompok dimana mereka bisa bermain bersama. Itulah sebabnya para marketer sering membangun klub untuk membangun loyalitas anak-anak terhadap merek, seperti McDonald's Kids Club, Disney Club, dan lain-lain.

Menurut kepada 'guru'.
Guru adalah sosok yang terhormat di mata anak-anak. Mereka lebih takut kepada guru dibandingkan orangtua. Oleh karena itu, penetrasi lewat sekolah-sekolah menjadi salah satu alternatif taktik pemasaran yang bisa dipakai. Caranya adalah dengan menjadikan para guru sebagai duta dari suatu produk. Tentunya ada insentif yang diberikan kepada sang guru, karena bagaimanapun mereka akhirnya menjadi channel distribusi kita.

Mengikuti gaya orang dewasa.
Anak-anak masih dalam proses pencarian jati diri. Itulah sebabnya mereka masih mencari role model lewat orang dewasa di sekitarnya. Mereka berkeinginan mendapatkan barang-barang yang dimiliki oleh orang dewasa. Mereka ikut menyanyikan lagu-lagu orang dewasa. Biasanya marketer memanfaatkan dengan melakukan cross selling. Artinya, menjual produk dewasa tapi dibuat khusus anak-anak. Hal ini dilakukan oleh ExtraJoss dengan meluncurkan JossKids.

Ingat, anak juga merupakan future market. Jadi, jangan sampai kita kehilangan pasar masa depan kita hanya karena kita tidak bisa 'masuk ke dunia' mereka ...


Adanya perubahan lifestyle masyarakat memang semakin mendorong pasar anak untuk berkembang. Contohnya, tren ibu dan ayah yang bekerja bisa menciptakan dual income sehingga pengeluaran untuk anak semakin besar. Demikian pula jam kerja yang semakin panjang dari orangtua dan sulitnya zaman sekarang mendapatkan anak, semakin mendorong orangtua untuk berbelanja 'berlebih' bagi anak-anak mereka.

Kendati demikian, tetap saja perlu ada rambu-rambu yang harus dimiliki agar anak tidak tereksploitasi secara berlebihan oleh kita sebagai marketer. Di banyak negara seperti Kanada, mereka punya aturan yang super ketat untuk pemasaran produk anak. Sebagai contoh, di dalam iklan, para marketer tidak boleh mempergunakan kata 'pertama kali'. Begitu pula dengan kata seperti 'terhebat' atau 'luar biasa', yang merupakan kata-kata tabu dipakai dalam iklan produk anak.

Ada sejumlah isu yang bermunculan terkait dengan anak-anak pada zaman sekarang ini dan perlu diperhatikan oleh kita semua, yaitu:

Efek materialisme.
Adanya iklan yang berlebihan membuat anak-anak menjadi lebih materialistis.

Junk food.
Makanan-makanan yang dikemas secara instan atau dijual lewat fast food serng dianggap makanan yang menimbulkan banyak penyakit. Bukan berarti makanan tersebut tidak bersih, tapi menimbulkan efek obesitas (kegemukan) dan kolesterol sehingga dituduh membuat anak-anak tumbuh secara tidak sehat dan alami.

Toy-based adult character.
Karakter-karakter mainan anak seperti di video games bukan lagi seperti Mickey Mouse, Donald Duck atau Doraemon. Mereka mulai mengonsumsi karakter-karakter dari film orang dewasa seperti James Bond, tokoh-tokoh WCW, bahkan Pamela Anderson sekalipun. Hal ini bisa memicu fantasi yang berlebihan akan anak, terutama fantasi seksual dan kekerasan.

Kekerasan anak.
Film-film dan cerita atau games kekerasan dalam serial superhero membuat anak-anak meniru adegan kekerasan dan bahkan kemudian melampiaskan imajinasinya kepada teman-temannya. Bulism (menggencet anak lain) muncul akibat fenomena ini.

Penyakit-penyakit baru pada anak.
Pola hidup, polusi dan makan yang semakin tidak berimbang membuat penyakit-penyakit baru bagi anak-anak zaman sekarang. Keterbelakangan mental, autisme, dan alergi berlebihan akan sering muncul di masa mendatang.

Dengan adanya isu-isu ini, para marketer memang dituntut lebih hati-hari dalam memasarkan produk anak. Dan mamang, menaklukkan pasar anak adalah pekerjaan yang sulit dan menantang. Bahkan, sekalipun mereka jatuh cinta pada merek kita, pekerjaan belumlah selesai. Kita harus selalu siap mempertahankan mereka agar tidak beralih ke lain hati.

Kuncinya satu, ciptakan strategi marketing dan produk yang long term profit serta bernilai edukasi yang tinggi. Jika ini berhasil dilakukan, kita bukan hanya akan menuai future market tapi juga forever market, pasar yang abadi dari generasi ke generasi.

Mari masuk ke dunia anak!!

0 komentar: