Bila Cinta Memanggilmu

Posted: Selasa, 30 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Inspirasi dalam mencintai hidup dari Khalil Gibran...

Bila cinta memanggilmu, turutilah bersamanya.
Kendati jalan yang mesti engkau tempuh sangat keras dan terjal.
Ketika sayap-sayapnya merangkulmu, maka berserah dirilah padanya.
Sekalipun pedang-pedang yang bersemayam di balik sayap-sayap itu barangkali akan melukaimu.

Ketika ia bertutur kepadamu, maka percayalah padanya.
Walaupun suaranya akan memporandakan mimpi-mimpimu laksana angin utara yang meluluh-lantakkan tetanaman.
Cinta akan memahkotai dan menyalibmu.
Menyuburkan dan mematikanmu.
Membumbungkanmu terbang tinggi, mengelus pucuk-pucuk rerantinganmu yang lentik
dan menerbangkanmu ke wajah matahari.

Namun cinta juga akan mencekik dan menguruk-uruk akar-akarmu sampai tercabut dari perut bumi.
Serupa dengan sekantong gandum, cinta menyatukan dirimu dengan dirinya.
Meloloskanmu sampai engkau bugil bulat.
Mengulitimu sampai engkau terlepas dari kulit luarmu.
Melumatmu untuk memutihkanmu.
Meremukkanmu sampai engkau menjelma dan menjadi liat.

Lantas,
Cinta akan membopongmu ke kobaran api sucinya,
sampai engkau berubah menjadi roti yang disuguhkan dalam suatu jamuan agung kepada Tuhan.
Cinta melakukan semua itu hanya untukmu
sampai engkau berhasil menguak rahasia hatimu sendiri.
Agar dalam pengertianmu itu engkau sanggup menjadi bagian dari kehidupan.
Jangan sekali-kali engkau ijinkan ketakutan bersemayam di hatimu.
Supaya engkau tidak memperbudak cinta hanya demi meraup kesenangan.
Sebab memang akan jauh lebih mulia bagimu,
untuk segera menutupi aurat bugilmu dan meninggalkan altar pemujaan cinta,
dan kemudian memasuki alam yang tak mengenal musim.

Yang akan membuatmu bebas tersenyum, tawa yang bukan bahak,
hingga engkaupun akan menangis, air mata yang bukan tangisan.
Cinta tak akan pernah menganugerahkan apa pun kecuali wujudnya sendiri.
Dan tidak sekali-kali menuntut apapun kecuali wujudnya sendiri itu pula.

Cinta tidak pernah menguasai dan tidak pernah dikuasai.
Lantaran cinta terlahir hanya demi cinta.
Manakala engkau bercinta, jangan pernah tuturkan 'Tuhan bersemayam di dalam lubuk hatiku.'
Namun ucapkanlah, 'Aku tengah bersemayam di dalam lubuk hati Tuhan.'
Jangan pula engkau mengira bahwa engkau mampu menciptakan jalanmu sendiri.
Sebab hanya dengan seijin cintalah jalanmu akan terkuak.
Cinta tidak pernah mengambisikan apapun kecuali pemuasan dirinya sendiri.

Tetapi bila engkau mencintai dan terpaksa mesti menyimpan hasrat, maka jadikanlah hasratmu seperti ini...

Melumatkan diri dan menjelma menjadi anak-anak sungai
yang gemericik mengumandangkan tembang ke ranjang malam.
Memahami nyerinya rasa kelembutan.
Berdarah oleh pandanganmu sendiri terhadap cinta.
Menanggung luka dengan hati yang penuh tulus nan bahagia.
Bangkit di kala fajar dengan hati mengepakkan sayap-sayap.
Dan melambaikan rasa syukur untuk limpahan hari yang berbalur cinta.
Merenungkan muara-muara cinta sambil beristirahat di siang hari,
dan kembali di kala senja dengan puja yang menyesaki rongga hati.

Lantas, engkaupun berangkat ke peraduanmu dengan secarik doa,
yang disulurkan kepada sang tercinta di dalam hatimu,
yang diiringi seuntai irama pujian yang meriasi bibirmu.


Haruskanlah Diri Kita!

Posted: Selasa, 30 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Bila kita tidak mengharuskan diri sendiri, maka orang lainlah yang akan mengharuskan kita...

Bila kita tidak menjadi ahli dalam mengharuskan diri sendiri, maka orang lain akan menjadi ahli dalam mengharuskan kita.

Tapi, bila kita tidak mengetahui apa yang akan dicapai, bagaimana mungkin kita bisa mengetahui apa yang kita haruskan kepada diri sendiri?

Makanya, jangan ditenangkan dengan keadaan dimana kita saat ini berada, tetapi damailah dengan arah keinginan yang bernilai. Dan segala sesuatu yang diinginkan oleh diri, hati, dan impian kita hanya akan terwujud jika kita memantaskan diri dan hati untuk mengomunikasikannya kepada orang-orang di sekitar kita. Biarkan sebuah impian berjalan sebagai sebuah nilai ideal yang belum terwujud, namun telah diketahui oleh orang lain, karena dengan begitu kita menyiapkan diri dan hati kita untuk melakukan segala sesuatu yang membawa kita ke impian ideal itu untuk dijadikan sebagai nilai nyata yang bisa kita banggakan.

Kita ini ibarat sebuah kapal. Sebuah kapal bisa tetap tenang dan aman bila ia bersandar di pelabuhan, tapi itu bukanlah tujuan dibangunnya sebuah kapal.

Kita, tidak dibangunkan oleh Tuhan dalam wujud manusia untuk merasa nyaman dengan tidak adanya gerak dan upaya. Kita dimampukan Tuhan untuk menjadikan kita sebagai manusia yang ditujukan untuk bergerak dalam upaya-upaya yang bernilai dan penting.

Warren Buffet Wisdom

Posted: Senin, 29 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Ada pelajaran berharga dari Warren Buffet, kali ini akan saya sarikan dari email yang dikirim sahabat saya di Harvard Business School tentangnya.

Warren Buffett, the greatest investor of all time, shared his priceless wisdom with Emory’s grad students at a recent Q & A. Although, his investing strategy is amazing I really liked these particular answers a lot.

Buffett:

"I enjoy what I do, I tap dance to work every day. I work with people I love, doing what I love. I spend my time thinking about the future, not the past. The future is exciting." As Bertrand Russell says, “Success is getting what you want, happiness is wanting what you get.” 

I won the ovarian lottery the day I was born and so did all of you. We’re all successful, intelligent, and educated. To focus on what you don’t have is a terrible mistake. With the gifts all of us have, if you are unhappy, it’s your own fault.

I know a woman in her 80’s, a Polish Jew woman forced into a concentration camp with her family but not all of them came out. She says, “I am slow to make friends because when I look at people, I have one question in mind; would they hide me?” If you get to be my age, or younger for that matter, and have a lot of people that would hide you, then you can feel pretty good about how you’ve lived your life.

I know people on the Forbes 400 list whose children would not hide them. “He’s in the attic, he’s in the attic.” The most powerful force in the world is unconditional love. To horde it is a terrible mistake in life. The more you try to give it away, the more you get it back. At an individual level, it’s important to make sure that for the people that count to you, you count to them.

What if you could buy 10% of your classmates and their future earnings? You wouldn’t buy the ones with the highest IQ, the best grades, etc., but you’d buy the ones who are the most effective. You like people who are generous, go out of their way, straight shooters who makes things happen. Now imagine that you could short (this means betting against them) 10% of your classmates. This part is usually more fun as you start looking around the room. You wouldn’t choose the ones with the poorest grades. You’d look for people nobody wants to be around, that are obnoxious, the ones who are all talk.

If you have a 500 HP engine and only get 50 HP out of it, you’ll be beat by someone else that has a 300 HP engine but gets 250 HP output. The difference between potential and output comes from human qualities. You can make a list of the qualities you admire and those you despise. To turn the tables, think, if this is the way I react to the qualities on the list, won’t this be the way the world will react to me? You can learn to turn on those qualities you want and turn off those qualities you wish to avoid.

The best way to get success is to deserve success. I have to look them in the eye and decide whether they love the business or they love the money. It’s fine if they love the money, but they have to love the business more. Why do I come in at 7 every morning, I can’t wait to get to work. It’s because I get to paint my own painting and I like applause.

In my personal life, there are always things I could’ve done differently. But so many good things have happened. It just doesn’t pay to dwell on the bad things. Finding the right spouse is 90% of it. If you have your health and lucky on your spouse; you’re a long way home.

Think Big, and Start Small...

Michael Jackson. Big Brand Small Character

Posted: Senin, 29 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

... pada lagu-lagunya yang bertempo lambat, pendengar jauh lebih bisa meraba-rasakan basah air mata Jacko yang menetes di sepanjang garis partitur karyanya ...

Akhir minggu lalu, saya memberikan motivasi kepada teman-teman mudika se-Bali dalam acara Jumpa Muda-Mudi Katholik se-Dekanat Bali Barat dan Bali Timur di dua tempat yang berbeda. Dalam kesempatan itu, tanpa pernah saya duga sebelumnya, saya memang telah mempersiapkan sebuah tema bagi mereka, heal the world, make a better place .... Sebuah tema yang terinspirasi oleh lagu kesukaan saya, Heal the World miliknya The King of Pop, Michael Jackson.

'Get lucky' ... Jumat sebelum berangkat menuju lokasi pertemuan, setelah lama tidak mendengar kabar tentang Michael Jackson, saya mendengarnya kembali ketika secara sepintas melihatnya di sebuah berita televisi. Ya, sudah lama tidak ada kabar tentang sang maestro ini. Dalam sejarah musik pop, tidak ada artis yang diolok-olok, dihina-dina, sesering Jacko, demikian dia lebih populer dipanggil. Lagu-lagu hit Jacko hingga awal tahun 90-an sungguh fantastis. Tapi di luar panggung, Jacko menjadi bulan-bulanan para jurnalis. Sehingga, di dunia seni, Jacko dikenal glorious. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, Jacko justru notorious.

Jika digabungkan, lengkaplah sudah, Jacko adalah figur mysterious...

Jauhi Politik, Kembalilah Bekerja!

Posted: Selasa, 23 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Saya beberapa hari lalu melakukan kampanye kecil-kecilan di kantor saya, dengan tema: 'Jauhi Politik'. Disusul dengan subtema 'Kerja! Kerja! Kerja!'. Waktu itu, saya ingin mengajak agar tidak semua orang tersedot ke magnet politik yang memang sedang hot di negara kita. Belum hilang hingar-bingar pemilu legislatif, kita sudah akan disemarakkan dengan pemilihan presiden langsung. Waktu itu saya menangkap gejala terjadinya pembiusan politik kepada masyarakat luas.

Apalagi masyarakat Indonesia yang memang sangat politis. Tokoh-tokoh politik baru yang berasal dari kalangan artis menjadi daya tersendiri karena dominasi keberhasilannya dalam pemilu legislatif kemarin. Akibatnya, kedekatan mereka kepada masyarakat (karena bombarding infotaintment) juga semakin kental. Buntutnya, daya sedot politik kepada rakyat menjadi luar biasa hebat.

Kampanye itu saya maksudkan agar orang ingat, bahwa negara ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan politik. Semakin banyak politikus akan semakin ruwet. Semakin besar daya tarik masyarakat pada politik, akan semakin seru pertengkaran politik. Bukan saja antar kekuatan politik, bahkan di internal kelompok-kelompok politik atau masyarakat itu sendiri.

4C + PDB + 9 Elemen

Posted: Selasa, 23 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Selamat Siang, Indonesia!
Dalam tulisan saya kali ini, saya hanya mau men-summary-kan konsep dasar marketing-nya Hermawan Kartajaya yang sangat simpel. Supaya kita mendapatkan meaning dari tulisan-tulisan mengenai marketing yang beredar dimana-mana.

Pertama, please analyse your business landscape berdasarkan model 5C (dulu 4C). Change, competitor, customer, dan company, serta connector. Artinya, kenalilah competitor dan customer kita dengan sebaik-baiknya sebelum membuat strategi.

Tapi ingat juga bahwa, ada change factors serta connector yang bisa mengubah competitor dan customer. Dengan demikian strategi yang dibuat company kita haruslah dinamis dan futuristik bukan past oriented.

Karena fokusnya pada masa depan, maka saya lebih suka TOWS (Threat, Opportunity, Weakness, Strength) ketimbang menggunakan SWOT yang bagi saya lebih me-refer ke masa sekarang atau malah masa lalu.

Nafsu Besar, Tenaga Kurang

Posted: Selasa, 23 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Dulu waktu krisis 1998, terjadilah sesuatu yang tidak terduga. Apa itu? Salah satunya adalah tumbuhnya entrepreneurship atau kewirausahaan karena kepepet. Karena banyak perusahaan merumahkan atau mengurangi pegawai, maka terjadilah pengangguran.

Rupanya rumus orang Jawa berlaku, kalau pendekar sudah kepepet pasti keluar kesaktiannya ... Rupanya orang yang kepepet mendadak bankit! Karena itu banyak warung dadakakn waktu itu. Waktu itu saya juga banyak melihat banyak orang kantoran bahkan banker yang tidak malu jaga warungnya.

Di Jakarta, banyak lahan kosong milik perusahaan properti yang disulap jadi taman makanan. Maksudnya sementara, tapi malah kebablasan sampai sekarang.

Para bintang film yang mendadak tidak ada kerjaan, termasuk penyanyi yang tidak punya show juga tidak malu-malu turun kerja. Yang mengejutkan lagi, pada waktu itu beberapa perusahaan MLM malah booming.

Alternatif lain dari pada jualan makanan ya jualan produk dari teman ke teman. Lantas siapa yang beli? Ya... kan tidak semua 'turun' pada waktu krisis. Ada yang malah tambah kaya, kalau investasinya USD waktu itu.

Maklum saja, dari kurs USD 1 sama dengan Rp 2.500,00 pernah melambung menjadi Rp 16.000,00 pada titik puncaknya.

Nah, para entrepreneur dadakan ini ternyata memang tidak bisa long lasting. Setelah buka warung 3 bulan ada yang mati. Bisa karena tidak laku atau mulai berantem di antara para shareholders. Ada yang lantas pnuya ide baru lagi setelah melihat usahanya tidak berjalan.

Lentera Jiwa (2)

Posted: Senin, 22 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai salah satu kepala bagian di salah satu pusat credit union di Bali. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orang yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena 'pecah kongsi' dengan manajer saya dulu, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidak menyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang cukup bagus, dengan power yang luar biasa, dengan karya yang sudah terberi selama ini, tiba-tiba saya mengundurkan diri.

Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan sulit. Pertama, ketika saya tamat SMU. Saya tidak mengambil keputusan untuk bekerja, meskipun saya tahu kemampuan orang tua saya sangat amat terbatas. Saya lebih memilih melanjutkan ke Universitas Udayana walau harus menanggung sendiri beban uang kuliah dan 'memaksa' orang tua saya untuk menjual televisi 14 inchi satu-satunya yang ada di rumah saya waktu itu.
Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari hingar bingar credit union.

Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisis orang-orang yang keluar dari pekerjaannya atau kondisi apapun yang sebenarnya menurut kacamata orang luar sudah lebih dari mapan. 'Mereka ini ibarat ikan di dalam kolam. Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.'

Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar atau tidak. Tetapi, jujur saja, sejak lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari credit union. Persisnya ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese, yang diberi oleh Suster Linda, SPM dari Magelang.

Franchise? Jangan Hanya Sales, Tapi Bisnis ...

Posted: Senin, 22 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Perkembangan bisnis dengan sistem franchise (waralaba) di tanah air sekarang ini sangat pesat. Begitu banyak jenis bisnis yang ditawarkan. Namun tampaknya franchise lokal masih sulit untuk menggempur franchise asing. Mengapa demikian?

Cobalah kita datang ke franchise lokal kemudian lakukan studi banding ke franchise asing yang menjual produk yang persis sama agar kita bisa membandingkan apple-to-apple. Cobalah kemudian renungkan, apa bedanya?

Beberapa waktu lalu saya mendampingi seorang sahabat yang terlibat aktif dalam franchise yang cukup berkembang di beberapa kota di Indonesia, Barner Store. Saya mendampingi sahabat ini karena dia sedang dalam proses untuk mengambil franchise lokal dengan investasi yang tidak terlalu besar. Setelah semua berjalan, saya melakukan studi banding, antara franchise yang diambil oleh sahabat saya tersebut dengan franchise asing. Saya juga mempelajari konsep-konsep dari para klien saya yang menjalankan sistem franchise. Dari hasil studi banding dan pembelajaran itu, saya menyimpulkan bahwa fokus dari franchise lokal masih lebih kepada Sales Development sedangkan franchise asing lebih ke Business Development.

Apa maksud dan bedanya?

Guru Juga Salesman

Posted: Senin, 22 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Suatu hari saya mendapat pertanyaan: siapa penjual favorit saya? Saya menjawab ada beberapa penjual favorit saya, salah satunya adalah seorang Guru. Guru? Apa hubungannya Guru dengan penjual favorit? Seperti itu kira-kira tanya orang tersebut. Sahabat sekalian mungkin menanyakan hal yang sama.

Apa hubungan seorang guru dengan seorang penjual? Bukankah mereka berbeda profesi? Dan bedanya sangat jauh sekali!

Day Dreaming

Posted: Jumat, 19 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Rancangan bisnis yang hebat tidak akan menjadi bisnis yang sesungguhnya bila hanya sekadar menjadi proposal atau laporan studi kelayakan. Bisnis baru disebut mulai jalan ketika sudah melangkah, yang dalam analogi naik sepeda biasa digunakan istilah 'push the pedal' ...

Merenung (bukan termenung) merupakan langkah awal dari sebuah proses penumbuh-kembangan bisnis. Merenung merupakan langkah sadar dari seseorang untuk menyadari keberadaannya dan mengkondisikan diri untuk berbuat sesuatu atas masa depannya. Sementara termenung merupakan kegiatan tanpa direncana dimana seseorang membiarkan dirinya terbawa arus pemikiran, dan bisa jadi membuat seseorang 'kemasukan' sesuatu yang tidak benar.

Day dreaming atau merenung atau mimpi-bangun (mimpi ketika sedang bangun tidur) atau sering diplesetkan dengan mimpi di siang hari bolong merupakan langkah awal untuk mengembangkan bisnis baru. Dalam konsep The 5 Arrows of New Business Development terdapat 5 arah bagian pengembangan bisnis baru, yaitu:
1) Day Dreaming,
2) Creative Thinking,
3) Push the Pedal,
4) Don't Be Afraid, dan
5) Celebrating.

Ketika Keunikan Tidak Tahan Lama?

Posted: Jumat, 19 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Syarat memenangkan persaingan adalah memiliki keunikan. Fakta menunjukkan bahwa keunikan itu tidak mudah dipertahankan, namun tak ada salahnya kita mempelajari cara menggali dan membangun keunikan ini.

Pain is the Clue
Apa pain kita (baca. hal yang menyakitkan, yang menyebalkan, atau yang kita harapkan tidak perlu kita alami) berkenaan dengan layanan sebuah hotel? Jawaban bisa beragam. Salah satunya adalah antrian yang lama ketika check in.

Saya mendengar ada hotel yang memberikan layanan check in sejak penjemputan di bandara, sehingga pelanggan langsung menuju kamar ketika tiba di hotel. Tidak perlu antri di counter check in. Ini suatu langkah yang cerdik untuk membangun penglaman pelanggan (customer experience) di tengah persaingan. Meski keunikan seperti ini mudah ditiru, terobosan yang dilakukan menempatkan hotel ini selangkah di depan para pesaingnya.

Pain dapat menjadi clue atau petunjuk untuk membangun keunikan bisnis kita, atau untuk keperluan memperkuat positioning kita.

'Neo-Libs' yang Merakyat

Posted: Kamis, 18 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Tudingan Neo Liberalisme dan klaim Ekonomi Kerakyatan, menjadi isu yang menarik untuk dicermati dalam pemilihan presiden-wakil presiden 2009-2014. Yang jelas, semuanya dilakukan untuk menarik perhatian atau simpati dari rakyat. Lalu, bagaimana kira-kira implementasinya ke depan?

Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang mengimplementasikan ekonomi neo liberalisme 100%. Termasuk negara yang dianggap paling liberal, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat, sesungguhnya mereka juga tidak mampu untuk menerapkan ekonomi neo liberalisme sepenuhnya. Negara-negara maju tersebut tetap saja melakukan intervensi dan proteksi ekonomi yang berlawanan dengan konsep ekonomi liberal.

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan perekonomian nasional, tidak mungkin hanya bergantung kepada pemerintah yang mempunyai kemampuan dan anggaran terbatas. Pembangunan ekonomi nasional, jelas membutuhkan peran aktif masyarakat dan pelaku usaha. Dengan demikian, pemerintah 'diharuskan' membuat regulasi dan kebijakan yang memungkinkan arus modal dan investasi dapat masuk dan berkembang guna mempercepat pembangunan perekonomian nasional.

Nah, konsep ekonomi liberal dianggap lebih mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut, karena setiap pihak atau individu atau pemodal dapat bersaing secara 'bebas' untuk melakukan aktivitas ekonomi dalam suatu sistem pasar bebas. Akan ada kemenangan dan kekalahan yang disebabkan karena terjadinya persaingan, dan semuanya ditentukan oleh mekanisme pasar. Oleh karena itu, pemilik modal yang besar, mempunyai kesempatan paling besar untuk menguasai pasar.

Statemanship

Posted: Kamis, 18 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Politisi belum menjadi negarawan ...

Demikian judul berita utama Kompas, Senink 4 April 2009. Kompas mensitir komentar dari tiga guru besar terhadap kondisi politik Indonesia saat ini. Yang pertama dari Ahmad Syafii Ma'arif, guru besar bidang filsafat dan ilmu sejarah Universitas Negeri Yogyakarta dan Mantan Ketua PP Muhammadiyah. Yang kedua dari Franz Magnis Suseno, guru besar filsafat Sekolah TInggi Filsafat Driyakarya. Terakhir dari Satjipto Rahardjo, guru besar Universitas Diponegoro.

Menurut kesimpulan Kompas, dari komentar 3 guru besar di atas, negarawan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Negarawan memiliki moralitas tinggi. Mereka melakukan politik yang bermartabat dan bermoral. Negarawan akan menunjukkan wawasan, integritas, kapasitas intelektual dan emosional di atas rata-rata. Negarawan mampu melancarkan kritik yang jujur, rasional, tanpa sentimen, dan sikap emosional. Indonesia pernah memiliki negarawan yang teruji, yaitu Dr. Muhammad Hatta. Ketika beliau berselisih pendapat dengan Bung Karno dalam mengurus bangsa ini, Hatta memilih mengundurkan diri dan mempersilakan Bung Karno untuk memimpin pemerintahan. Demikian pula Sukarno, ketika dihadapkan pada pilihan untuk melawan Suharto dan menggerakkan pengikut setianya, ia memilih untuk tidak melakukannya. Nelson Mandela memilih melakukan rekonsiliasi dengan kelompok apartheid, ketimbang melakukan balas dendam ketika ia berhasil memenangkan pemilu.

Kondisi perpolitikan kita saat ini menunjukkan para politisi kita masih belum berjiwa sebagai seorang negarawan. Saya merasa bersyukur membaca majalah Times edisi tanggal 11 Mei 2009 yang menampilkan seratus pemimpin dunia yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perkembangan dunia. Salah satunya adalah presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam ulasan yang ditulis oleh Anwar Ibrahim, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, dikemukakan perubahan-perubahan besar yang telah dicapai Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia. Indonesia berhasil melaksanakan transisi dari negara otoriter menjadi negara demokrasi. SBY yang terpilih sebagai presiden dalam pemilihan langsung yang pertama secara demokratis berhasil membawa Indonesia tetap eksis walaupun ditempa berbagai krisis dan tantangan yang luar biasa.

Saya juga cukup terkagum-kagum membaca bukunya Dino Patti Djalal dengan judul Harus Bisa, Seni Memimpin ala SBY. Buku ini memberikan gambaran yang lebih utuh kepada saya tentang betapa besar tuntutan dan tantangan yang harus dihadapi oleh seorang Presiden Indonesia. Seorang presiden harus yang harus memimpin negara berpenduduk ke-4 terbesar di dunia. Negara yang sedang menghadapi berbagai permasalahan yang begitu kompleks. Negara yang sedang menghadapi arus transformasi internal dan sekaligus menghadapi era abad 21 yang semakin cepat berputar dan berubah.

Employee Motivation: A Powerful New Model

Posted: Rabu, 17 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Membuat orang bekerja sebaik-baiknya merupakan tantangan manajer yang paling utama. Ini dia tema workshop yang minggu lalu saya bawakan di salah satu perusahaan farmasi di Denpasar, Bali. Suatu penelitian lintas disiplin dalam bidang neuroscience, biologi, dan psikologi evolusi, memungkinkan kita mempelajari cara kerja otak. Berdasarkan sintesis riset-riset tersebut, Paul R. Laurens dan Nitin Nohria, profesor pada Harvard Business School, menyimpulkan bahwa orang digerakkan oleh empat kebutuhan emosi dasar, yaitu: dorongan untuk memiliki (baik benda tangible maupun intangible), membentuk ikatan (hubungan dengan individu dan kelompok), memahami (memuaskan keingintahuan dan mengerti dunia di sekitarnya), dan mempertahankan (melindungi terhadap ancaman dari luar dan memperjuangkan keadilan).

Mencari Nomor 2

Posted: Rabu, 17 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Setiap pemimpin adalah orang nomor satu ...

Sebagaimana tak ada kecap nomor dua, pemimpin pun adalah orang paling unggul dalam sebuah komunitas. Dengan memakai paradigma inilah, seorang presiden kemudian dielu-elukan, dijaga dan dikawal kemana-mana, mendapatkan prioritas, dan seterusnya. Bahkan itu berlaku dalam era demokrasi seperti sekarang, dimana orang banyak seharusnya yang menjadi juragan.

Dan demokrasi menerbitkan sebuah tradisi lain yang membuat anek nilai-nilainya sendiri: menjadikan nomor dua menjadi amat penting. Kini para calon presiden sibuk mencari orang nomor dua, saling menunggu lawan memilih orang nomor dua, agar pas memilih strategi dan kelak menang dalam pemilihan. Artinya, orang nomor dualah yang menentukan kemenangan atau kekalahan. Sudah sedemikian pentingkah orang nomor dua?

Ini perkembangan yang menarik. Demokrasi kian menjadi urusan hidup sehari-hari. Menjadikan penting orang nomor dua bisa menjadi seseorang terhindar menjadi tiran. Sebab ia akan punya sparing partner dalam menentukan pelbagai kebijakan. Dalam otoritarianisme, demokrasi akan menjadi perlu dan harus. Dan bagaimana kita melihat orang nomor dua?

Nomor dua memang terdengar tidak penting dan utama. Nomor dua seolah hanya pendamping. Di zaman Orde Baru, orang nomor dua hanyalah seorang pengganti tidak tetap. Jika orang nomor satu berhalangan kondangan, orang nomor dua akan menggantikannya. Dengan menjadikan penting orang nomor dua, soal wakil-mewakilkan ini akan bisa diatasi. Wakil bukan hanya sebatas ban serep. Wakil juga adalah pemimpin dalam lingkup kekuasaannya.

Krisis, Saatnya Provocative Selling

Posted: Minggu, 14 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Siapa fungsi yang paling menderita saat krisis melanda? Bukan keuangan, bukan sumber daya manusia, bukan marketing, bukan PR, tapi penjualan (selling). Bagaimana tidak wong reaksinya langsung. Prospek tiba-tiba minta hargnya diturunkan kalau tidak mereka membatalkan transaksi, padahal sudah closing sebelumnya. Manajer pembelian tiba-tiba memberitahu bahwa wewenang keputusan pembelian berubah, karena harus meminta persetujuan direktur utama, padahal order sebelumnya persetujuan cukup sampai manajer pembelian. Teman saya yang jualan produk IT juga terpaksa gigit jari karena prospek bilang: 'Maaf karena krisis kita belum bisa menambah investasi infrastruktur, nanti ya setelah kondisi membaik.' Teman satu lagi yang di media bahkan mengatakan prospek yang sudah oke mau pasang iklan akhirnya minta ditunda, juga dengan alasan yang sama: KRISIS!

Jadi, krisis ini memang musuhnya penjualan. Kalau kemarin rumah sakit jiwa di Indonesia telah menyiapkan kamar khusus untuk politisi yang stress akibat kalah pemilu, barangkali perlu juga disediakan kamar khusus untuk para penjual yang stress akibat krisis. Namun, tidak bagi penjual yang menyimak tulisan ini.

13 Kesalahan Mematikan Merek

Posted: Minggu, 14 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Zaman katanya sudah serba teknologi. Internet makin merajalela. Setiap marketer tentu harus memiliki jurus-jurus baru. Namun, jurus apa yang baik dilakukan dan jurus apa yang justru bisa mematikan diri sendiri?

April lalu, General Motor (kembali) mengumumkan kematian salah satu merek mobil mereka, yakni Pontiac. Seperti dikatakan oleh Fritz Henderson, CEO General Motor, perusahaan ini akan berfokus pada core brand mereka, yakni Chevrolet, Cadillac, Buick, dan GMC.

Keputusan ini melengkapi rangkaian dari cerita-cerita sedih di GM seteah perusahaan ini diterpa badai krisis di AS. Setelah 80 tahun lebih hadir, merek ini pun akhirnya harus dikubur. Penyegaran merek tua ini dengan berbagai tampilan mobil muthakirnya tampanya tidak bisa lagi menaikkan penjualan merek ini. Mungkin krisis menjadi penyebabnya. Namun, kalau merek ini masih memiliki potensi, tentunya GM tidak akan menguburnya.

Kematian memang menyedijkan. Demikian halnya dengan merek. Padahal, meluncurkan dan membangun merek menghabiskan biaya, tenaga, dan pikiran yang tidak sedikit.

Neolib

Posted: Jumat, 12 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

'It is essential that student acquire an understanding of and a lively feeling for value. He must acquire a vivid sense of the beautiful and of the morally good. Otherwise he - with his specialized knowledge - more closely resembles a well-trained dog than harmoniously developed person.' - Albert Einstein

Baru-baru ini isu tentang neolib menjadi jargon kampanye capres-cawapres. Cukup ramai wacananya. Ada yang sinis, '... isu kampanye kok abstrak banget, ya?' dan ada yang bingung, '...apa itu neolib? ... apa bedanya dengan Neozep (yang ini obat flu)?' Lalu, apa kaitannya isu neolib ini dengan kita?

Sebagai suatu istilah, neolib berasal dari kata 'neo' (artinya baru), dan liberalisme (suatu paham tentang kebebasan). Neolib gampangnya adalah kelanjutan (continuance) dan redefinisi dari liberalisme-klasik abak ke-18 dan 19 (tokohnya Adam Smith dan David Ricardo), doktrin pasar bebas inilah yang menjadi rujukannya.

Neolib sering dianggap identik dengan negara industri maju, utamanya Amerika Serikat, lantaran neolib disamaratakan dengan 'konsensus Washington' (triumvirat perekonomian dunia; AS, IMF, dan World Bank - lokus mendukung kuat reformasi ala neoliberalisme). Mereka advokat pasar bebas yang giat berusaha mengeliminasi campur tangan pemerintah (utama pemerintah negara berkembang) terhadap mekanisme pasar. Asumsi yang dijual; pasar akan menjadi titik efisiensi terbaiknya secara alamiah tanpa intervensi pemerintah.

Dalam upaya kritis membongkar mitos neolib, Dr. Ha-Joon Chang dan Dr. Ilene Grabel (bukunya: Reclaiming Development, An Alternative Economic Policy Manual, yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia: Membongkar Mitos Neolib, Upaya Merebut Kembali Makna Pembangunan, InsistPress, 2008), menunjukkan enam mitos neolib.

Testimonial Down Grade

Posted: Jumat, 12 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Salah satu indikasi paling mendasar dari komunitas adalah keinginan untuk memberikan kontribusi anggota bagi komunitas agar terus eksis ...

Testimonial seringkali dianggap salah satu bentuk iklan yang kuat dan membawa dampak penjualan yang signifikan. Tidak heran bila hingga sekarang banyak orang yang menggunakan model testimoni dalam membuat iklan, dengan harapan tentu saja penjualan lancar. Sayangnya, harapan tersebut harus disingkirkan jauh-jauh. Tidak semua iklan testimoni dengan serta merta mampu menarik target market secara lugas dan seketika.

Ada satu kondisi mendasar dimana target market tidak lagi sepenuhnya percaya dengan 'seseorang' yang bersaksi terhadap sebuah produk. Sekarang adalah saatnya bagi kita terikat dengan komunitas. Kita tidak lagi percaya dengan 'seseorang' sekalipun dia mengaku pengguna. Bahkan, katika dia adalah selebriti yang terkenal sekalipun. Kita hanya percaya bila seseorang tersebut adalah bagian dari komunitas inti kita. Tentu saja, komunitas yang memiliki kompetensi dengan produk yang kita butuhkan.

Bagi generasi 80-an, ada satu iklan yang bsia jadi masih melekat dalam benak kita hingga sekarang. Di dalam iklan tersebut bertutur dengan polosnya, seorang anak kecil memuji keunggulan mobilnya. Kalimat yang paling melekat tersebut adalah 'Ada Aa, teteh, kakek, nenek, ...' Yap, itu adalah iklan Kijang yang menggunakan testimoni yang berisi komentar seorang anak polos tentang mobil Kijang. Iklan itu sangat dahsyat, karena tidak hanya diingat banyak orang, tapi juga meningkatkan penjualan merek itu sendiri.

Tapi, apakah Toyota masih menggunakan jurus serupa? Sekalipun merek-merek otomotif lain masih menggunakan pola yang serupa, termasuk merek oli dan spare parts, Toyota tidak lagi menempatkan testimoni sebagai ujung tombak komunikasi pemasaran.

Dalam dunia yang datar, dan eksklusivitas seseorang sudah berganti dengan kebutuhan komunitas, maka testimoni tidak lagi bisa berperan sebagai pasukan bendera pembuka jalan. Testimoni sekarang mengalami degradasi peran menjadi 'hanya' sebagai pengingat atas apa yang konsumen rasakan di lapangan.

Kalau kita belum membangun moment of truth (MoT) dengan konsumen di channel ataupun touch of point (ToP), maka testimoni hanya akan bernasib seperti bendera partai politik yang berkibar-kibar tapi membuat kita menjadi sebah dengan kibarannya.

Darimana Datangnya Ide?

Posted: Jumat, 12 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Apa yang paling ingin dilakukan perusahaan pada zaman sekarang? Berinovasi. Tapi, apa yang paling takut dilakukn oleh perusahaan? Ternyata, juga berinovasi.

Setiap kali bertemu dengan berbagai kalangan bisnis, satu hal yang selalu digema-gemakan adalah soal inovasi. Namun, kebanyakan perusahaan justru tidak mampu menggerakkan yang namanya inovasi di dalam perusahaan. Ide mungkin paling mudah muncul. Tetapi, perusahaan seringkali sulit menerima sesuatu yang di luar kaidah, out of the box dan bahkan jump of the box, karena belum pernah ada, maka terkesan acak dan asal-asalan.

Kalau kita tidak berpedoman pada keacakan, mungkin inovasi tidak akan terjadi. Esensi dasar dari sebuah ide yang berujung pada inovasi memang pada soal dinamika berpikir, keacakan, dan bahkan chaostic. Sesuatu yang (banyak yang bilang) dipegaruhi oleh otak kanan, dibandingkan otak kiri yang serbarapi dan tersetruktur.

Banyak ide penemuan datang juga karena peristiwa yang random di dalam hidup si penemu. Teori gravitasi muncul pada saat Newton sedang tiduran di bawah pohon apel. Paul McCartney mendapatkan ide untuk menciptakan lagu fenomenalnya 'Yesterday' melalui mimpi. Demikian pula Stephen KIng memperoleh ide beberapa novelnya juga lewat mimpi. 'Ideas come from space. This may seem astonishing and impossible to believe, but it's true. Ideas come from out of space.' kata Thomas Alfa Edison. Tidak ada sistematika yang menata hari khusus bagi si penemu untuk berpikir dan berinovasi.

Oleh karena itu, mencoba mengombinasikan beberapa hal yang acak dan tidak berhubungan adalah bagian dari upaya menggali ide. Dari berbagai hal yang tidak relevan itulah baru dicari relevansinya. Irwan Hidayat membuat iklan bersama antara Jamo Sido Muncul, Teh Sosro, dan Kacang Dua Kelinci. Langkah yang out of the box untuk mengaitkan jamu, minuman, dan kacang? Bagaimana dengan produsen komputer Apple yang mengeluarkan pemutar musik (iPod) dan kemudian handphone (iPhone)? Atau, es krim Walls yang dijual di apotek? Jualan mobil di supermarket?

Brand Portfolio Models

Posted: Jumat, 12 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Pemasar mesti jeli dalam menetapkan strategi tersebut, yang disesuaikan dengan situasi pasar, tingkat persaingan, dan produk yang dipasarkan.

Pemasar benar-benar harus pintar. Pintar soal apa? Namanya pemasar, maka ia harus pintar di dalam menyusun dan menjalankan strategi pemasaran merek yang diusungnya. Jika tidak, langkahnya akan menjerumuskan mereknya sendiri. Ia mesti rela disebut sebagai pemasar yang gagal.

Tentu kita tidak mau dicap seperti itu, bukan? Kalau memang ya, di dalam mengelola merek, kita wajib menyiapkan secara serius. Tidak ada kata main-main di sini, karena bukan permainan yang mudah dan murah. Banyak ongkos yang perlu dipersiapkan.

Nah, untuk dimengerti, salah satu proses di dalam membangun merek adalah brand portfolio models. Ini merupakan tantangan bagi pemasar untuk memperkaya merek, bukan hanya single brand, tetapi membentuk sekumpulan merek. Tentu saja dengan kekuatan dan keterbatasan masing-masing merek tersebut.

Brand portfolio amat membantu pemasar dalam melakukan analisis; pertama, apakah merek kita sudah perlu ditambah portofolionya atau tidak? Kedua, bagaimana kita memprioritaskan merek kita? Ketiga, apakah kita terlalu banyak memiliki merek? Dan keempat, apakah merek kita ada yang arus dibuang?

Bijak Menghadapi Kekalahan

Posted: Kamis, 11 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Pesta demokrasi telah usai. Seorang caleg di Bulukumba, Sulawesi Selatan, menyegel SD Negeri di kota kecil itu, karena kecewa tidak memperoleh suara. Di Solo, Jawa Tengah, lebih parah lagi. Seorang caleg perempuan, Sri Sumini bahkan meninggal dunia karena serangan jantung. Belum lagi, caleg dari sebuah partai yang terpaksa dibawa ke dukun untuk disembuhkan karena kalah dan berutang dana kampanye Rp 300 juta.

Sementara Balai Kesehatan Jiwa di Palangkaraya juga menerima dua pasien gangguan jiwa korban gagal jadi caleg. Terungkap juga kisah di Tangerang, ketika seorang caleg yang gagal meraih suara merangkak di pinggir jalan dengan membawa cangkir dan meminta uang, sambil berteriak, 'Kembalikan uang saya! Kembalikan uang saya!' Tragis!!

Keluarga Obama dan Kita

Posted: Kamis, 11 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Tak peduli betapa miskinnya, kalau seseorang itu mempunyai keluarga artinya dia kaya ...

Kabar tentang Michelle dan Barack Obama selalu menarik. Lepas dari simbolisasi yang direpresentasikan Gedung Putih, plus pelbagai fasilitasnya yang nomor wahid, baru-baru ini Michelle mengaku kepada Majalah Time edisi 1 Juni 2009, manfaat terbesar tinggal di rumah baru bernama Gedung Putih itu adalah dapat hidup sebagaimana layaknya keluarga normal. 'Sekarang kami dapat bertemu setiap hari', ujarnya.

Menurut Michelle, kini anak-anak dapat bertemu ayahnya menjelang mereka berangkat sekolah. Juga bisa 'ngobrol' saat makan malam bersama ayah. Kebersaman yang 'remeh-temeh' itu bagi keluarga Obama, dan banyak sekali keluarga masa kini, makin menjadi kemewahan yang sepertinya sulit dijangkau.

Kalau ada di antara kita yang heran sampai akhirnya bertanya, 'Apa sih istimewanya ketemu setiap hari?'. Coba simak, begitu banyak ketidaktahuan kita akan bagaimana anak-anak kita melewatkan harinya untuk bertumbuh, begitu banyak remaja menjadi korban narkoba dan sex bebas, dan begitu banyak yang menderita secara psikologis karena tiada kesempatan untuk mengungkapkan kasih sayang, hanya dengan sebatas bertemu dalam satu keluarga.

Brand Rejuvenation

Posted: Rabu, 10 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Brand rejuvenation dapat dilakukan pada tahapan growth, pada saat produk kita sudah mature, atau bahkan pada saat sudah decline. Brand rejuvenation harus dilakukan untuk menjaga momentum merek kita sebelum ia mengalami penurunan ekuitas di pasar.

Saat ini, jumlah merek di masyarakat sudah luar biasa banyaknya. Seiring perkembangan dunia bisnis, ada merek yang mati, ada yang lahir, dan ada pula mereka yang terus bertahan. Namun secara umum, jumlah merek akan semakin banyak. Tidak seperti manusia, merek memang bisa survive dan berkembang untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Sampai-sampai memunculkan istilah everlasting brands. Lihat saja merek-merek seperti Sampoerna, Aqua, atau juga Astra. Untuk merek-merek luar, kita bisa melihat GE, Coca Cola, ataupun Unilever yang usianya sudah cukup tua.

Meski terus diserang merek-merek baru yang tidak kalah kuat, merek-merek lama tersebut tetap mampu menjadi salah satu pemimpin pasar sampai sekarang. Lalu, apa kiat-kiat brands tersebut agar bisa selalu menjadi kampiun pasar? Atau minimal survive di pasar yang penuh persaingan ini?

Ada banyak strategi yang bisa dilakukan agar terus menjadi merek yang laku di pasar. Namun yang terpenting adalah, bagaimana strategi perusahaan dalam melakukan rejuvenation (peremajaan) terhadap merek yang dimilikinya.

Jika kita berpatokan pada siklus sebuah produk, maka kita mengenal adanya empat tahapan, yaitu introduction, growth, mature, dan decline. Nah, proses rejuvenasi merek dapat kita lakukan pada tahapan growth, pada saat produk kita sudah mature, atau bahkan pada saat sudah decline. Tujuannya untuk menjaga momentum produk kita tetap berada pada posisi merek yang kuat.

Competitor Intelligence

Posted: Rabu, 10 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Dengan melakukan competitor intelligence, kita bisa mengantisipasi setiap langkah yang akan dilakukan pesaing kita. Tahap pengumpulan data sendiri adalah tahapan yang menentukan, karena kita harus benar-benar mendapatkan sumber data yang kredibel.

Kita tentu ingat kisah pertempuran legendaris antara dua merek shampoo 2-in-1, Rejoice dari P&G dengan Dimension dari Unilever, beberapa tahun lalu, bukan? Kasus ini adalah salah satu contoh yang sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan menerapkan competitor intelligence.

Saat itu, Unilever mendahului P&G meluncurkan brand pada kategori produk yang sama, padahal sebenarnya P&G-lah yang pertama kali menemukan formulasi shampoo 2-in-1. Unilever dengan competitor intelligence-nya mampu 'mencuri' formula tersebut dari P&G melalui merek Dimension.

Kisah ini sebenarnya bisa memberikan gambaran kepada kita bahwa competitor intelligence bisa menjadi salah satu dasar kuat yang bisa dipakai perusahaan dalam membuat marketing strategy. Namun demikian, dalam kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa masih sedikit perusahaan, apalagi credit union, yang mau dan mampu menerapkan competitor intelligence secara sistematis. Jika ada, biasanya masih bersifat tidak terencana dan sporadis.

Di semua sektor industri, kebanyakan perusahaan dalam merencanakan marketing strategy masih mendasarkan pada informasi yang didapat dari pasar melalui customer research. Banyaknya perusahaan yang karena terlalu fokus dari sudut pandang pelanggan, maka menjadi 'luput' dan tidak memerhatikan apa yang sedang dilakukan oleh para pesaingnya.

Sebenarnya sudah ada beberapa perusahaan yang terus berupaya untuk mengerti dan memantau pergerakan setiap pesaing. Aktivitas ini sudah lazim dan memang seharusnya dilakukan sebagai bagian dari aktivitas pemasaran. Namun demikian, semua aktivitas competitive environment analysis tersebut masih belum banyak mendapat tempat yang layak di perusahaan atau malah masih menjadi sub-ordinat dari proses customer research.

Sun Tzu dalam bukunya yang sangat terkenal, The Art of War, mengatakan, 'if you know yourself, but not your enemy, for every battle won, you will suffer a loss. If you know your enemy andyourself, you will win every battle ...'

Lantas, bagaimana sebuah perusahaan harus melakukan competitor intelligence? Menurut David Aaker, marketing analysis selalu memerlukan informasi tentang pelanggan dan pesaing. Setelah identifikasi pesaing, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengetahui apa yang mereka lakukan dan apa yang akan mereka lakukan, serta mencoba untuk mengetahui kemampuan dan strategi mereka dari berbagai perspektif yang berbeda.

Wealth Management In Credit Union

Posted: Rabu, 10 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Dengan semakin banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh credit union yang mengedepankan brand management, maka eksposur ataupun awareness publik - anggota maupun calon anggota - makin bertambah, yang diharapkan nantinya akan semakin banyak 'orang baru' yang merasakan the credit union unique experiences and way of life ...

Kita, sebagai 'marketer' credit union, kini makin (dituntut) smart. Ini menandakan, jika kita mau menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kebutuhan pasar yang kita garap selama ini, yakni anggota dan calon anggota. Hal ini sekaligus akan menjadi solusi terhadap kesiapan, keterampilan, dan kecerdasan kita menghadapi perkembangan dunia ekonomi.

Kebutuhan pasar?
Ya, pasar kita tidak sekadar ingin menyimpan atau meminjam uang. Lebih daripada itu, mereka mendambakan layanan credit union yang mampu mengakomodasi kepentingan mereka dan juga kita sendiri dalam berinvestasi, terutama investasi jangka panjang. Jika dunia perbankan telah mulai mengasah taringnya dengan mengedepankan produk baru tapi lama, yaitu wealth management, mengapa credit union tidak mencoba melakukan hal yang sama?

Bagaimana caranya?
Apa mungkin relevan bagi credit union?
Nah, seperti ini gambarannya ...

I Love Monday...

Posted: Minggu, 07 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Sahabat sekalian, mari belajar dari Oprah Winfrey. Kisahnya sungguh menginspirasi awal minggu ini ...

Bermodal keberanian 'menjadi diri sendiri' Oprah Winfrey menjadi presenter paling populer di Amerika dan menjadi wanita selebritis terkaya versi majalah Forbes, dengan kekayaan lebih dari US $ 1 Milyar. Copy acara The Oprah Winfrey Show telah diputar di hampir seluruh penjuru bumi ini.

Tapi tahukah sahabat sekalian bagaimana perjalanan hidupnya yang penuh dengan lika - liku sebelum menjadi sukses seperti sekarang ini.

Lahir di Mississipi dari pasangan Afro-Amerika. Ayahnya mantan serdadu, sedang ibunya seorang pembantu rumah tangga. Karena keduanya berpisah Oprah diasuh oleh neneknya di lingkungan yang kumuh dan sangat miskin.

Luar biasanya, di usia 3 tahun Oprah telah dapat membaca Injil dengan 'keras'. Pada usia 9 tahun, Oprah mengalami pelecehan seksual. Dia diperkosa oleh saudara sepupu ibunya beserta teman - temannya, dan ironisnya ini terjadi berulang kali. Di usia 13 tahun Oprah harus menerima kenyataan hamil dan melahirkan namun bayinya meninggal dua minggu setelah dilahirkan. Setelah kejadian itu, Oprah lari ke rumah ayahnya di Nashville.

Ayahnya mendidik dengan sangat keras dan disiplin tinggi. Dia diwajibkan membaca buku dan membuat ringkasannya setiap minggu. Walaupun tertekan berat, namun kelak ia sadar bahwa didikan keras inilah yang menjadikannya tegar, percaya diri dan disiplin tinggi.

Marketing to Mom

Posted: Minggu, 07 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Seorang ibu tidak hanya mengendalikan pembelian anak-anak dan suaminya, namun ia juga memicu adanya comino effect, dimana sang ibu memengaruhi pembelian keluarga lainnya, termasuk para tetangga. Ibu ternyata juga menjadi pengambil keputusan yang dominan untuk pembelian beragam produk.

Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa,
hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia ...

Lirik lagu di atas sudah pasti tidak asing lagi di benak kita. Lagu 'Kasih Ibu' seperti telah abadi untuk anak-anak Indonesia. Bagaimana tidak, bagi anak-anak mulai dari bangku taman kanak-kanak sampai sekolah dasar di seluruh pelosok negeri ini, lagu tersebut sama sakralnya dengan lagu kebangsaan.

Memang luar biasa kasih sayang yang diberikan seorang ibu. Ia adalah sosok yang melahirkan kita, menyusui, merawat, dan menjaga kita sejak kecil, dan kemudian membesarkan kita hingga menjadi seperti sekarang ini. Begitu banyak jasa yang mereka berikan kepada kita, karena ibu melahirkan dan seratus persen terlibat dalam merawat dan membesarkan kita.

Ibarat komposer musik, ibu harus bsia mengatur semua aktivitas keluarga. Ibarat desainer, ibulah yang merancang dan membangun hubungan dengan anak-anak mereka dan juga anggota keluarga yang lain. Ibarat seorang pemahat, sang ibu membentuk pola moral, etika, dan spiritual keluarga. Ia ibarat pelukis yag harus menggambarkan kegembiraan dan kesunyian dalam berbagai warna yang menunjukkan besarnya talenta yang ia miliki sebagai seorang wanita.

Seorang ibu secara biologis, dapat diartikan sebagai organ hidup. Wanita yang mempunyai kapasitas untuk berpikir dan merasa. Mereka telah berkembang biak atau bereproduksi dan memiliki perilaku yang alami dengan membesarkan, memberi kasih sayang, dan menjaga darah dagingnya. Ibu memiliki emosi, logika, dan telah membangun sifat keibuannya sejak kecil yang dipengaruhi oleh komunitas, kepribadian, dan sikap.

Sebagai pemasar, kita harus menempatkan diri sebagai seorang ibu - you have to walk in the shoes of moms - untuk dapat merasakan apa yang dirasakan oleh kaum ibu. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Markplus Research pada awal tahun 2003 lalu, ditemukan hasil yang sangat menarik. Ibu ternyata menjadi pengambil keputusan dominan untuk pembelian produk, mulai dari peralatan dapur, pakaian anak, obat bebas, sekolah anak, hingga tabungan, dan liburan keluarga. Selain itu, kaum hawa termasuk di antaranya tentu saja ibu, memang diciptakan sebagai mahkluk yang 'doyan' bicara dan 'curhat'. Kekuatan dari hobi 'ngerumpi' seorang ibu adalah sesuatu yang patut kita jadikan catatan penting.

Sebuah survei di Inggris menunjukkan bahwa seorang ibu akan merekomendasikan lima merek kepada ibu-ibu lainnya dalam sebuah diskusi kelompok yang berlangsung hanya dalam waktu tiga menit. Dan, rekomendasi tersebut akhirnya diikuti dua orang ibu lainnya. Berarti hanya dalam hitungan tiga menit, setiap merek akan memperoleh tambahan dua konsumen baru. Dahsyat!

Diferensiasi, Kunci Selamat dari Krisis

Posted: Minggu, 07 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Kita pasti pernah mendengar merek 'Cemex' yang beberapa tahun lalu pernah mencoba masuk ke pasar Indonesia dengan mengakuisisi salah satu pabrik semen lokal. Cemex adalah brand semen dari Mexico yang memilih diferensiasi pada service. Dimanapun konsumen berada dan kapanpun mereka membutuhkannya, Cemex akan diantar saat itu juga. Lain lagi degan Acme Bricks, merek batu bata dari Texas, Amerika yang dengan diferensiasi pada produk - mereka mengklain dapat bertahan sampai 100 tahun.

Menurut Philip Kotler, komoditas apapun - seperti semen dan batu bata yang disebutkan di atas, bisa didiferensiasi sehingga dapat di-branding. Sam Hill, penulis buku How to Brand Sand mengatakan bahwa sangat mungkin untuk mem-branding produk-produk komoditas seperti pasir, roti, daging sapi, batu bata, logam, bahan kimia, jagung giling, pisang, apel, atau aspirin. Diferensiasi, menurut Philip Kotler, adalah salah satu dari dua hal yang bisa dilakukan untuk meraih celah-celah baru pada masa turbulensi ekonomi seperti saat ini.

Kotler - yang sering disebut sebagai The Father of Modern Marketing, menjelaskan 6 cara untuk melakukan diferensiasi selain melalui produk, yaotu melalui service, channel, coverage, image, price, dan personnel.

Customer Conversion Journey

Posted: Jumat, 05 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0




Bukan saja karena biaya mempertahankan pelanggan lama lebih murah daripada mengakuisisi pelanggan baru, namun juga karena reward yang dinikmati perusahaan secara kumulatif dari seorang pelanggan yang loyal sangat besar. Kunci meningkatkan loyalitas pelanggan adalah jangan pernah menyepelekan emosi dan perasaan pelanggan.

Lagi-lagi saya tergilitik mendengar cerita seorang sahabat credit union yang merasa kurang berhasil menjalankan produk yang sudah dirancangnya selama ini. Sepertinya pelanggan (anggota) tidak mau atau tidak mengenal dengan apa yang dia 'jual'. Saya kemudian melihat ada benang merah terputus dari sistem yang dikembangkan credit union selama ini, untuk get, keep and grow bersama anggota.

Dengan keadaan lingkungan bisnis yang semakin turbulen, arus informasi yang tanpa batas ditambah dengan membanjirnya produk sejenis di pasar, maka loyalitas pelanggan menjadi semakin bernilai. Seorang loyalist biasanya cenderung mau membeli produk lebih banyak dan membeli lebih sering daripada pelanggan biasa. Bahkan dalam tingkatan tertinggi, pelanggan yang loyal akan sukarela menjadi pembela brand. Kita bisa melihat bagaimana fenomena dari berbagai kelompok suporter sepakbola baik di dalam maupun luar negeri.

Antusiasme, sebelumnya tidak pernah dimasukkan sebagai pengukur loyalitas pelanggan. Jill Griffin, misalnya dalam buku Customer Loyalty: How To Earn It How To Keep, mengatakan bahwa loyalitas pelanggan cenderung lebih dekat dengan perilaku (behavior), bukan sikap (attitude). Dengan demikian jika seorang pelanggan telah membeli dua atau tiga kali produk yang sama, maka otomatis ia telah bisa dimasukkan sebagai pelanggan yang loyal. Bahkan pada pemikiran klasik sebelumnya, seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman, Berry dan juga Zithaml dalam Delivering Quality Service: Building Customer Perceptions and Expectations, mengidentikkan loyalitas pelanggan dengan kepuasan pelanggan.

Sales Force Triumvirate

Posted: Kamis, 04 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0




Empat hari terakhir ini saya memberikan training kepada beberapa sales marketing dan para sales manager. Sesuatu yang menarik di tengah kondisi selling yang mungkin sedang tidak ramah ini. Saya sarikan kepada sahabat sekalian (khususnya sahabat credit union), materi yang saya berikan dalam training tersebut, yang merupakan materi ketika saya kuliah beberapa tahun lalu, dan terus saya jalankan serta kembangkan selama ini. Semoga bermanfaat, dan selamat menikmati.

‘Selling is hardwork, it always has been and it always will be. And the more difficult the economy and the more competitive the market, the tougher is becomes ...’, ungkapan Zig Zigglar, salah satu ‘dewa’ sales dunia, mengenai perkembangan dunia sales akhir-akhir ini.

Pekerjaan menjual memang semakin sulit di tengah perubahan lingkungan bisnis (teknologi, ekonomi, pasar, sosial, persaingan dan konsumen) yang semakin cepat dan unpredictable saat ini. Para tenaga penjualan di industri business to business (B2B) mengeluh semakin sulit menggaet para pelanggan bernilai transaksi besar (key account), karena hampir semua pesaing bertarung memperebutkannya. Sementara mereka yang bergerak di business to consumers (B2C) juga tidak kalah mengeluh karena posisi tawar di pasar semakin bergeser dari produsen (manufacture) ke para peritel (retailer) lalu ke pelanggan (customer). Musababnya gampang ditebak, karena diferensiasi produk semakin gampang untuk dinetralkan sebagai ‘buah’ persaingan yang hiperkompetitif.

Neil Rackam, penggagas Spin Selling, mengatakan bahwa peran tenaga penjualan sekarang dituntut untuk tidak hanya menjadi seorang penyampai nilai manfaat dari produk (value communication), tapi lebih jauh lagi bisa memainkan peran sebagai pencipta nilai tambah terhadap produk yang dijualnya (value creator).

Digitalisasi (digitalization) teknologi telah memungkinkan alternative channel yang memungkinkan pelanggan semakin punya banyak pilihan untuk mengakses produk atau layanan dan membangun relationship dengan produsen. Globalisasi (globalization) politik-regulasi, ekonomi dan sosial budaya semakin mendorong proses sofistifikasi persaingan dan bahkan pelanggan. Sementara futurisasi (futurization) pasar semakin mendorong value propositions baru dan alternative offering yang sebelumnya tidak pernah kita pikirkan.

Berfokus Pada Kelebihan

Posted: Kamis, 04 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Selalu ada cerita yang menarik dari dunia anak-anak. Dan selalu pula ada makna dan pelajaran hidup yang dapat kita petik dari setiap perjalanan hidup anak-anak.

Suatu ketika ...
'Anak-anak, coba tuliskan tiga kelebihanmu', kata seorang guru yang hari itu menjadi pembimbing retreat bagi anak-anak sekolah dasar.

Menit demi menit berlalu namun anak-anak itu seakan masih bingung.

Dengan setengah berakting, sang guru kemudian bersuara keras : 'Ayo, tuliskan! Kalau tidak, kertas kalian saya sobek lho.' Anak-anak manis itu seketika menjadi salah tingkah.

Beberapa di antara mereka, memang tampak mulai menulis. Salah seorang di antara mereka menulis di atas kertas, 'Kadang-kadang nurutin kata ibu. Kadang-kadang bantu ibu. Kadang-kadang nyuapin adik makan.'

Penuh rasa penasaran, sang guru bertanya kepadanya : 'Kenapa tulisnya kadang-kadang?'. Dengan wajah penuh keluguan, sang bocah hanya berkata : 'Emang cuma kadang-kadang, Bu Guru.'

Ketika semua anak telah menuliskan kelebihan dirinya, sang guru kemudian melanjutkan instruksi berikutnya: 'Sekarang anak-anak, coba tuliskan tiga kelemahanmu atau hal-hal yang buruk dalam dirimu.'

Pemimpin dan (Pre) seden

Posted: Rabu, 03 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Tiba-tiba saya teringat wajah Pak Bambang, guru yang mengajar ilmu fisika sewaktu saya di kelas tiga SMP dulu ...

Segelas Kebijaksanaan
Begitu duduk di kursi, Pak Bambang mengeluarkan tujuh gelas kosong dari kantong dan meletakkan sebuah kendi di tanah liat berisi air yang ditentengnya. Kemudian, ia menuangkan air kendi ke dalam salah satu gelas. Seraya mengangkat gelas yang hampir penuh terisi air itu, ia bertanya kepada seluruh siswa, 'Perhatikan, berapa kira-kira berat gelas berisi air ini?'

Sebagian dari kami, para siswa, menjawab 'lima puluh gram'; sebagian lagi menjawab 'seratus gram'; dan sebagian sisanya menjawab 'seratus dua puluh lima gram'.

'Saya sendiri sama sekali tidak yakin berapa beratnya, kecuali saya menimbangnya', kata Pak Bambang. 'Benar juga dia', kata saya dalam hati. 'Nah, lantas apa yang bakal terjadi jika saya memegangnya terus seperti ini selama beberapa menit?' Sampai beberapa detik tidak ada yang menjawab pertanyaan Pak Bambang.

'Tidak terjadi apa-apa?', hampir kami semua menjawab.

'Baiklah. Sekarang, apa yang akan terjadi jika saya memeganginya terus seperti ini selama satu jam?', tanya Pak Bambang.

'Tangan Bapak akan terasa pegal', salah satu teman saya menjawab sekenanya. Terdengar tawa kecil dari beberapa teman.

'Bagus, bagus, bagus. Lantas, apa yang dapat terjadi jika saya memegangnya seperti ini hampir sehari penuh?' tanya Pak Bambang lagi.

'Lengan Bapak akan kram. Sejauh saya tahu dari keterangan Bu Aniati, guru Biologi kita, Bapak akan mengalami stres otot dan paralysis (ketidakberdayaan atau ketidakmampuan menggerakkan otot); bahkan mungkin Bapak harus dibawa ke rumah sakit untuk memastikannya!' saya menjawab, diikuti ketawa kompak terbahak teman-teman sekelas saya.

'Bagus, bagus, bagus ... Tapi, selama waktu sehari itu, apakah berat dari gelas ini akan berubah?' tanya Pak Bambang.

'Tidaaaak!', kami kompak menjawab.

'Lantas apa yang menjadi penyebab lengan pegal, stres otot, dan paralysis, dan bagaimana kalian mengira saya akan mengalami seperti itu?' tanya Pak Bambang lagi.

Kami saling memandang dan melempar kilatan mata, seolah mau menyingkap jawaban tersembunyi di balik mata kami masing-masing. 'Pak, taruh saya gelas itu!', kata YF Ika Adriani Putri, teman saya yang selama itu selalu menjadi juara umum setiap kali pengumuman kenaikan kelas.

'Ya, tepat sekali!' kata Pak Bambang.
'Persoalan-persoalan hidup, entah politik, ekonomi, sosial, lingkungan, budaya, teknologi adalah sesuatu yang sama dengan gelas berisi air ini, bukan?'

Ia menoleh ke arah Ika, sembari melanjutkan kata-katanya, 'Ika, benar sekali jawabanmu tadi. Kalau kau memegang gelas berisi air itu selama beberapa menit saja, gelas itu beres-beres saja.'

kemudian pandangan mata Pak Bambang beralih menjelajah ke seluruh siswa. 'Bayangkan seperti yang tadi saya lakukan. Coba kalian pikirkan gelas berisi air itu terus menerus dan selama mungkin. Maka, jangkan tangan kalian, pikiran kalian pun akan mulai pegal, stress, dan paralysis; dan kalian tidak akan dapat melakukan apa-apa.'

Mengubah Keterbatasan Menjadi Kekuatan

Posted: Rabu, 03 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Orang sukses tidak santai, orang santai tidak sukses...

Setiap orang pastilah terlahir dengan keterbatasan. Keterbatasan inilah yang kadang membuat orang merasa ada halangan sangat besar dan berat untuk mengarungi kehidupan. Keterbatasan ini jugalah yang kerap dijadikan alasan pembenar bagi terjadinya kegagalan dalam mengejar impian.

Sebenarnya, keterbatasan ada dua macam. Yang pertama adalah keterbatasan bawaan yang biasanya bersifat fisik, misalnya cacat sejak lahir atau kekurangan lain yang terjadi secara alamiah. Yang kedua - dan justru inilah yang lebih berbahaya - yakni keterbatasan yang bersifat psikis, yang lebih sering saya sebut dengan kemiskinan mental. Yang terakhir ini, jika terus kita pelihara, dampaknya bisa membenamkan kita dalam jurang ketidakpastian yang akan membawa diri pada penderitaan.

Tetapi, dalam perjalanan hidup, tidak jarang kita menghadapi berbagai macam rintangan yang justru menyuburkan bibit keterbatasan tersebut. Akhirnya, berbagai alasan pembenar selalu muncul saat kita sedang kalah, gagal, atau terjatuh dalam sulit dan ganasnya kehidupan. Karena itu, jika ini terus dibiarkan, kitalah yang akan dirugikan. Maka, pilihan ini mutlak harus kita jauhkan.

Seperti yang saya lakukan puluhan tahun silam. Saya berasal dari keluarga miskin, berusaha melawan keterbatasan dengan segala kemampuan. Padahal, jika saat itu saya menyerah pada keadaan, pastilah orang akan maklum dengan keterbatasan yang saya alami. Namun, dengan tekad kuat disertai dengan perjuangan tanpa henti, semua keterbatasan itu ternyata hanyalah ujian yang justru menguatkan kita untuk bisa menjadi seorang pemenang.

Inilah bukti bahwa kita bisa melawan semua keterbatasan. Meskipun halangan dan rintangan menghadang, jika kita mampu mendobrak segala tantangan, maka jalan sukses untuk menjadi pemenang selalu terbuka bagi setiap insan. Hal inilah yang melatarbelakangi saya meyakini adanya In Spite of..., atau Meskipun....

Jangan Pernah 'Diamkan' Pesaing Kita!

Posted: Rabu, 03 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Kemarin saya memberikan training kepada beberapa sales dan marketing untuk beberapa perusahaan di Tanah Lot. Ini dia intisari materinya. Gratis buat sahabat sekalian.

Bisnis di abad ke-21 penuh dengan tantangan yang luar biasa. Jumlah pesaing semakin banyak dan umumnya sangat agresif. Lihat saja pendatang baru dalam dunia bisnis penerbangan, seperti Air Asia yang mampu merebut pangsa pasar penumpang pesawat udara untuk jenis penerbangan murah. Demikian juga dengan bisnis komputer, dimana AXIOO mampu menggebrak pasar laptop dengan mengungguli merek-merek laptop lain yang sudah ada.

Ke dua bukti di atas menunjukkan, bahwa sesungguhnya persaingan dapat memacu kita untuk lebih bersemangat dalam menghasilkan suatu prestasi. Semakin banyak pesaing, bukan berarti pangsa pasar akan semakin cepat habis. Justru sebaliknya, pasar akan bertumbuh. Buktinya, jumlah pemilik handphone semakin bertambah dari hari ke hari. Kalau dulu tidak punya handphone merasa tidak masalah, namun sekarang, mau tidak mau harus punya handphone, kalau tidak mau disebut ketinggalan zaman. Efeknya, pangsa pasar handphone terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan jumlah merek yang semakin bervariasi. Jadi, persaingank itu sudah biasa! Jangan dijadikan kambing hitam, takut memulai bisnis karena sudah banyak pesaing atau pasarnya sudah penuh.

Untuk mengantisipasi pesaing, kita dapat membedakan berdasarkan pesaing langsung dan pesaing tidak langsung. Pesaing langsung adalah pesaing yang bisnisnya sama persis dengan bisnis yang kita kelola. Misalnya, kita membuka bisnis depot nasi pecel, maka pesaing langsungnya adalah depot nasi Padang atau depot masakan Indonesia lainnya. Sedangkan pesaing tidak langsung adalah pesaing yang bisnisnya tidak sama persis dengan bisnis yang kita kelola, namun bisnis tersebut berdampak terhadap bisnis kita. Misalnya, bisnis kebab atau burger merupakan pesaing tidak langsung depot yang menjual nasi pecel.

Kita Butuh Pemimpin, Bukan (Sekadar) Presiden

Posted: Selasa, 02 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Sosok pemimpin ideal harus mampu bekerja, bukan untuk kepentingan golongan, kelompok, dan partainya lagi ...

Pemilu legislatif belum lama usai. Kini bangsa Indonesia dihadapkan pada kerja besar lainnya, yakni pemilihan presiden. Ya, dalam hitungan hari, rakyat Indonesia akan memilih presiden beserta wakil presidennya, yang diharapkan menjadi pemimpin. Sosok yang diharapkan mampu menggerakkan seluruh sumber daya yang ada, dalam mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.

Membicarakan perkara kepemimpinan, pada masa-masa menjelang pemilihan presiden seperti, tidak akan lepas dari perkara siapa sosok yang akan menjadi pemimpin berikutnya. Dia akan meneria tongkat estafet dari pemerintahan sekarang.

Jauh-jauh hari, di masyarakat, berkembang perdebatan tentang siapa yang akan menjadi pemimpin berikutnya, apakah seorang sipil atau militer, tua-muda, muslim-nonmuslim, atau Jawa-luar Jawa. Diskursus berlatar belakang kepentingan dan pengerucutan primordialisme (etnis, agama, asal daerah, dan jenis kelamin) seakan memperkecil peluang munculnya sosok pemimpin yang betul-betul dibutuhkan bangsa ini, dalam menghadapi tantangan lima tahun ke depan. Maka tak heran, jika kemudian muncul semacam apatisme di sebagian masyarakat akan lahirnya pemimpin ideal.

Dalam kadar tertentu, diskursus yang sudah lama berkembang itu mungkin wajar saja. Akan tetapi, pembicaraan seperti itu tidak boleh membuat kita lupa bahwa yang terpenting dalam hal mencari pemimpin bukan lagi soal 'siapa' melainkan pada 'apa' dan 'bagaimana' kriteria seorang pemimpin. Artinya, yang harus kita perhatikan bukan lagi sekadar tokoh atau pemimpin (leader), tapi kepemimpinan (leadership) itu sendiri. Oleh sebab itu, pertanyaan yang harus dijawab tuntas adalah bagaimanakah pemimpin yang secara idel layak menerima tongkat estafet kepemimpinan untuk menjawab tantantang kehidupan bangsa minimal lima tahun mendatang? Baik itu dari segi ekonomi, maupun sosial dan politik.

10 Kekuatan Manusia

Posted: Selasa, 02 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

He who stops being better stops being good. - Siapa yang tidak menjadi lebih baik berarti ia berhenti menjadi baik.
Oliver Cromwell, Politikus Inggris (1599 - 1658)

Tak cukup hanya menjadi baik, karena kita harus berusaha untuk selalu lebih baik dari sebelumnya. Terus belajar dan segera menjalankan langkah-langkah perbaikan adalah cara untuk selalu menjadi lebih baik. Belajar tak harus selalu dari bangku sekolah elit atau buku-buku mahal, melainkan belajar dari kehidupan sehari-hari, pengalaman diri sendiri, maupun orang lain, dan lain sebagainya.

Saya senang belajar dari buku, entah buku kuno maupun terbitan baru, karena dari sanalah saya memetik banyak pelajaran hidup yang sangat berharga. Salah satu falsafah hidup yang memperluas wawasan hidup saya adalah catatan surat-surat kuno, konon ditulis oleh Zhuge Lieang (181 - 234) untuk anaknya. Zhuge Liang adalah seorang pakar perang dan kemiliteran ternama pada masa San Gup (Sam Kok) di zaman Tiongkok Purba.

Zhuge Liang alias Kong Ming gemar membaca, dan menguasai bermacam ilmu pengetahuan, di antaranya ilmu geologi, sejarah, sampai strategi perang. Di usia 27 tahun ia diangkat Raja Shu (Liu Bei) sebagai penasihat kerajaan. Selama menjadi penasihat, Zhuge Liang pernah menulis sebuah surat kepada anaknya. Isi surat yang dituli 1.800 tahun yang lalu itu sarat dengan kebijakan yang tak lekang oleh waktu dan perubahan. Di antaranya berisi tentang 10 kekuatan manusia. Ini dia untuk sahabat sekalian.

Filosofi Membangun Network

Posted: Selasa, 02 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Network saat ini telah menjadi kunci bisnis yang sangat ampuh untuk memenangkan persaingan...

Saat ini, bisnis networking (jaringan) berkembang pesat. Mulai dari bisnis multi level marketing sampai bisnis yang mengandalkan komunitas. Dan memang tak bisa dimungkiri, jaringan atau network saat ini telah menajdi kunci bisnis yang sangat ampuh untuk memenangkan persaingan. Hampir semua lini bisnis kini mengandalkan network untuk memaksimalkan hasil seperti yang ingin dicapai. Salah satu bentuk networking yang paling ampuh di antaranya yaitu pembentukan berbagai komunitas.

Cobalah kita lihat apa yang dilakukan Nokia, produsen ponsel terkemuka yang membentuk komunitas ponsel cerdas Nokia Communicator. Anggota komunitas tersebut menyatu dalam satu jaringan yang setia dengan produk dari Finlandia tersebut. Kini, hal yang mirip terjadi pada komunitas penggemar Blackberry. Itu hanya salah satu contoh. Di bidang otomotif, adapula komunitas Harley Davidson. Sesekali, tanyalah pada salah satu anggota komunitas tersebut. Pasti, mereka akan menceritakan seputar kuda tunggangan buatan Amerika itu dengan bangga.

Pada level yang lebih kecil, sebenarnya kini juga mulai dijumpai berbagai komunitas yang dihubungkan dengan sebuah keanggotaan. Misalnya, Hypermart atau Carrefour yang menyatukan pelanggan setia mereka dengan memberikan kartu diskon khusus. Secara tidak langsung, itulah salah satu bentuk networking yang dikembangkan dua raksasa ritel tersebut untuk menjaga kesetiaan pelanggan. Contoh lain, credit union. Credit union membangun dan menghubungkan kesetiaan pelanggannya dengan melibatkan mereka menjadi pemilik dari credit union melalui statusnya sebagai anggota. Menilik berbagai perkembangan manfaat dari networking, rasanya metode tersebut memang sangat ampuh sebagai media pengembangan usaha, apapun bentuknya.