Bijak Menghadapi Kekalahan

Posted: Kamis, 11 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Pesta demokrasi telah usai. Seorang caleg di Bulukumba, Sulawesi Selatan, menyegel SD Negeri di kota kecil itu, karena kecewa tidak memperoleh suara. Di Solo, Jawa Tengah, lebih parah lagi. Seorang caleg perempuan, Sri Sumini bahkan meninggal dunia karena serangan jantung. Belum lagi, caleg dari sebuah partai yang terpaksa dibawa ke dukun untuk disembuhkan karena kalah dan berutang dana kampanye Rp 300 juta.

Sementara Balai Kesehatan Jiwa di Palangkaraya juga menerima dua pasien gangguan jiwa korban gagal jadi caleg. Terungkap juga kisah di Tangerang, ketika seorang caleg yang gagal meraih suara merangkak di pinggir jalan dengan membawa cangkir dan meminta uang, sambil berteriak, 'Kembalikan uang saya! Kembalikan uang saya!' Tragis!!



Pemimpin Rapuh
Kondisi ini menunjukkan betapa rapuh kondisi mental para caleg kita. Sejuta harapan di benak mereka, ambisi yang menjulang tinggi, tapi tidak bisa menakar kemampuan sendiri. Yang lebih parah, tidak siap dengan berbagai kemungkinan terburuk. Akibatnya, tatkala harapan menjadi caleg tidak tercapai, banyak yang shock, tidak bisa menerima kenyatan.

Menurut saya ada beberapa alasan mengapa banyak caleg terguncang jiwanya, bahkan meninggal saat mengalami kekalahan.

Pertama, alasan finansial. Dengan biaya begitu besar yang telah dikeluarkan, tentu saja menjadi pukulan berat tatkala semua uang itu melayang tanpa hasil. Belum lagi kalau uang tersebut hasil berutang kiri-kanan. Membayangkan bagaimana harus membayarnya saja sudah cukup membuat seseorang menjadi 'gila'.

Kedua, alasan mental. Ini terkait dengan ketidakmampuan mengelola stres dan rapuh mental. Ada yang mudah menerima kekalahan dan ada yang justru shock. Seharusnya, mereka sudah mempersiapkan mental sebelum bertarung. Jangan hanya siap menang, tapi juga siap kalah.

Ketiga, harapan yang berlebihan. Mereka sudah membuat prediksi yang terlalu berlebihan, tetapi tdiak membuat skenario terburuk seandainya kalah.

Keempat, merasa malu. Sejumlah caleg terlanjur obral janji dan sok menjadi orang penting. Sebelum pemilu, rumah mereka mendadak ramai, banyak orang berdatangan. Mereka mendadak jadi selebritis. Namun ketika kalah, mereka ditinggalkan bahkan tidak jarang ditertawakan.

Kelima, alasan kepahitan. Di Garut, beberapa caleg yang kalah marah kepada tim suksesnya. Mereka menuduh, kinerja tim sukseslah yang menjadi biang kekalahan.

Pelajaran Berharga
Para caleg perlu dibekali dengan kemampaun mengelola emosi lebih baik, khususnya. Keduanya adalah ujian bagi kematangan karakter kita. Pepatah klise, 'Menang dan kalah adalah hal yang wajar', perlu menjadi bahan refleksi. Kalah bukan berarti kiamat. Abraham Lincoln sebelum menjadi Presiden AS pernah gagal berkali-kali. Toh, Lincoln tidak pernah menyerah.

Dalam sebuah kompetisi, janganlah bersiap untuk menang saja, siapkan juga skenario terburuk. Itu sebabnya penting sekali memiliki plan B, 'Apa yang akan saya lakukan seandanya tidak terpilih?'

Jadikan kekalahan sebagai pelajaran di kemudian hari agar bisa menang. Kekalahan adalah message untuk memperbaiki diri. Ada pepatah, 'Kekalahan tidak sama dengan kegagalan. Kegagalan yang sesungguhnya adalah tatkala kita kalah, dan tidak pernah bangkit kembali!' Daripada meratapi kegagalan, lebih baik cepat-cepat sadar, bangun, dan melangkah ke depan untuk menata kehidupan yang lebih baik.

Percayalah, kemenangan utama tidaklah didapat dengan cara-cara instan. Banyak caleg yang 'membeli' kursi. Ini sebenarnya memalukan. Jauh lebih baik kalah dengan terhormat dan tetap memiliki integritas, daripada menjadi caleg dengan menghalalkan segala cara. Seorang caleg gagal menulis di faceboo-nya, 'Mungkin ini jalan Tuhan, saya gagal menjadi anggota legislatif. Kalau seandainya sukses, mungkin jadinya saya akan korupsi sana-sini untuk mengejar kembali uang yang telah saya keluarkan. Sekarang saya bisa fokus ke bisnis saya lagi.'

Entah apakah ini penghiburan diri atau hasil refleksi mendalam, marilah kita belajar dari caleg yang kalah ini, bahwa 'Pemenang yang sesungguhnya adalah mereka yang sanggup menghadapi kekalahan tanpa kehilangan semangat juangnya.'

Tidak penting seberapa banyak dan sering kita gagal atau salah, tapi yang lebih berharga adalah seberapa sering kita bangkit dari kegagalan tersebut untuk menatap sukses baru ...

0 komentar: