Guru Juga Salesman
Posted: Senin, 22 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Marketing
0
Suatu hari saya mendapat pertanyaan: siapa penjual favorit saya? Saya menjawab ada beberapa penjual favorit saya, salah satunya adalah seorang Guru. Guru? Apa hubungannya Guru dengan penjual favorit? Seperti itu kira-kira tanya orang tersebut. Sahabat sekalian mungkin menanyakan hal yang sama.
Apa hubungan seorang guru dengan seorang penjual? Bukankah mereka berbeda profesi? Dan bedanya sangat jauh sekali!
Begini ceritanya ...
Di sekolah adik saya yang masih SMP, setiap tahun pasti diselenggarakan pentas ekstra kurikuler, dimana para siswa secara tim bertanding untuk mendapatkan tempat terbaik di setiap cabang ekstra kurikuler. Babak penyisihan diadakan di sekolah tanpa dihadiri oleh orang tua. Orang tua hanya menghadiri babak final yang telah menyaring para peserta menjadi beberapa kelompok saja. Suatu kali, salah satu cabang yaitu karate untuk kategori kata beregu. ternyata kekurangan juri untuk pertandingan final sehingga saya yang waktu itu menyempatkan diri datang menggantikan orang tua saya, diminta bantuan untuk turut menjadi juri di babak final tersebut. Di babak final ini tersisa 3 kelompok saja yang bertanding, karena yang lain sudah tereliminasi. Juri terdiri dari 3 orang: 'juri dadakan' (saya) menilai gerakan, pelatih Wushu menilai teknik dan seorang guru wanita menilai kekompakan peserta. Selama lomba ada saja yang terjadi: ada yang lagi ke toilet sehingga kelompok tidak lengkap, ada yang lupa gerakan, ada yang memarahi teman satu kelompoknya, ada yang menangis karena merasa teman-temannya tidak melakukan yang terbaik, dan lain-lain.
Saya menilai mereka dari kacamata orang dewasa: kenapa tidak ke toilet sebelum pertandingan, kenapa tidak mempersiapkan diri dengan baik sehingga banyak lupa gerakan, dan sebagainya, dan sebagainya. Semua hal ini saya masukkan dalam penilaian saya meskipun saya bukan sebagai juri. Tapi yang terjadi pada guru wanita tersebut sangat bertolak belakang. Ia menikmati semua ini, termasuk kesalahan dan kecerobohan para murid. Kadang-kadang ia tertawa sambil berkata 'Dasar anak-anak!'
Ketika semua kelompok telah selesai, para juri bertemu untuk menggabungkan nilai. Tidak ada kelompok yang mendapat nilai maksimal dari saya karena masih banyak kekurangan yang mereka lakukan. Mereka harus berusaha lagi untuk mencapai kesempurnaan. Namun ibu guru ini ternyata memiliki sikap lain. Ia berkata, 'Bagaimana dengan kelompok yang paling baik, apakah tidak diberikan nilai sempurna?'. Komentar ibu guru ini seperti membangunkan saya dari tidur: mereka adalah anak-anak. Yang penting mereka senang dan bangga dengan diri mereka dan pencapaian mereka. Mereka belum perlu kesempurnaan yang bagi saya penting. Sikap positif ibu guru ini akhirnya berdampak pada saya dan membuat saya bisa melihat dari kacamata si ibu guru dan merasakan apa yang dirasakan oleh si anak.
Nah, apa hubungannya dengan sales? Sama saja.
Ketika kita bertemu dengan pelanggan atau calon pelanggan.
Apakah sikap kita seperti saya atau seperti si ibu guru. Seandainya kita sudah buat janji dan ternyata calon pelanggan meminta kita menunggu karena ia sedang ada meeting , misalnya lain.
Apakah kita seperti saya yang menggerutu dalam hati, 'Sudah janji tapi tidak ditepati malah meeting yang lain' ataukah seperti si ibu guru? Mungkin kita tertawa dalam hati, 'Dasar pelanggan, sibuk sekali dia, mungkin produk atau jasa saya bisa membantu dia dalam bekerja.'
Apakah kita sebagai penjual bisa tetap tersenyum melihat atau menghadapi perilaku pelanggan atau calon pelanggan kita yang mungkint termasuk kategori 'menyebalkan'. Katakanlah, setelah melalui semua perilaku calon pelanggan, akhirnya kita berhasil menjual sesuatu. Apakah kita masih bersikap seperti saya, 'Memberikan dengan memperhitungkan semua yang telah ia lakukan ke saya' ataukah seperti ibu guru yang memberikan nilai maksimal, terlepas dari apa yang telah mereka lakukan.
Apakah kita mau memberikan memberikan totalitas produk dan layanan kepada pelanggan setelah semua kejadian 'menyebalkan' yang ia lakukan kepada kita?
Kejadian di sekolah ini sangat berkesan dan membuka matahati saya mengenai arti pelayanan kepada pelanggan. Seandainya seorang penjual memperlakukan pelanggan seperti ibu guru ini memperlakukan murid-muridnya, saya yakin dan percaya ia akan masuk dalam jajaran penjual top dan sukses di kantornya.
See the world with your heart ... and start small
Apa hubungan seorang guru dengan seorang penjual? Bukankah mereka berbeda profesi? Dan bedanya sangat jauh sekali!
Begini ceritanya ...
Di sekolah adik saya yang masih SMP, setiap tahun pasti diselenggarakan pentas ekstra kurikuler, dimana para siswa secara tim bertanding untuk mendapatkan tempat terbaik di setiap cabang ekstra kurikuler. Babak penyisihan diadakan di sekolah tanpa dihadiri oleh orang tua. Orang tua hanya menghadiri babak final yang telah menyaring para peserta menjadi beberapa kelompok saja. Suatu kali, salah satu cabang yaitu karate untuk kategori kata beregu. ternyata kekurangan juri untuk pertandingan final sehingga saya yang waktu itu menyempatkan diri datang menggantikan orang tua saya, diminta bantuan untuk turut menjadi juri di babak final tersebut. Di babak final ini tersisa 3 kelompok saja yang bertanding, karena yang lain sudah tereliminasi. Juri terdiri dari 3 orang: 'juri dadakan' (saya) menilai gerakan, pelatih Wushu menilai teknik dan seorang guru wanita menilai kekompakan peserta. Selama lomba ada saja yang terjadi: ada yang lagi ke toilet sehingga kelompok tidak lengkap, ada yang lupa gerakan, ada yang memarahi teman satu kelompoknya, ada yang menangis karena merasa teman-temannya tidak melakukan yang terbaik, dan lain-lain.
Saya menilai mereka dari kacamata orang dewasa: kenapa tidak ke toilet sebelum pertandingan, kenapa tidak mempersiapkan diri dengan baik sehingga banyak lupa gerakan, dan sebagainya, dan sebagainya. Semua hal ini saya masukkan dalam penilaian saya meskipun saya bukan sebagai juri. Tapi yang terjadi pada guru wanita tersebut sangat bertolak belakang. Ia menikmati semua ini, termasuk kesalahan dan kecerobohan para murid. Kadang-kadang ia tertawa sambil berkata 'Dasar anak-anak!'
Ketika semua kelompok telah selesai, para juri bertemu untuk menggabungkan nilai. Tidak ada kelompok yang mendapat nilai maksimal dari saya karena masih banyak kekurangan yang mereka lakukan. Mereka harus berusaha lagi untuk mencapai kesempurnaan. Namun ibu guru ini ternyata memiliki sikap lain. Ia berkata, 'Bagaimana dengan kelompok yang paling baik, apakah tidak diberikan nilai sempurna?'. Komentar ibu guru ini seperti membangunkan saya dari tidur: mereka adalah anak-anak. Yang penting mereka senang dan bangga dengan diri mereka dan pencapaian mereka. Mereka belum perlu kesempurnaan yang bagi saya penting. Sikap positif ibu guru ini akhirnya berdampak pada saya dan membuat saya bisa melihat dari kacamata si ibu guru dan merasakan apa yang dirasakan oleh si anak.
Nah, apa hubungannya dengan sales? Sama saja.
Ketika kita bertemu dengan pelanggan atau calon pelanggan.
Apakah sikap kita seperti saya atau seperti si ibu guru. Seandainya kita sudah buat janji dan ternyata calon pelanggan meminta kita menunggu karena ia sedang ada meeting , misalnya lain.
Apakah kita seperti saya yang menggerutu dalam hati, 'Sudah janji tapi tidak ditepati malah meeting yang lain' ataukah seperti si ibu guru? Mungkin kita tertawa dalam hati, 'Dasar pelanggan, sibuk sekali dia, mungkin produk atau jasa saya bisa membantu dia dalam bekerja.'
Apakah kita sebagai penjual bisa tetap tersenyum melihat atau menghadapi perilaku pelanggan atau calon pelanggan kita yang mungkint termasuk kategori 'menyebalkan'. Katakanlah, setelah melalui semua perilaku calon pelanggan, akhirnya kita berhasil menjual sesuatu. Apakah kita masih bersikap seperti saya, 'Memberikan dengan memperhitungkan semua yang telah ia lakukan ke saya' ataukah seperti ibu guru yang memberikan nilai maksimal, terlepas dari apa yang telah mereka lakukan.
Apakah kita mau memberikan memberikan totalitas produk dan layanan kepada pelanggan setelah semua kejadian 'menyebalkan' yang ia lakukan kepada kita?
Kejadian di sekolah ini sangat berkesan dan membuka matahati saya mengenai arti pelayanan kepada pelanggan. Seandainya seorang penjual memperlakukan pelanggan seperti ibu guru ini memperlakukan murid-muridnya, saya yakin dan percaya ia akan masuk dalam jajaran penjual top dan sukses di kantornya.
See the world with your heart ... and start small