Marketing to Mom

Posted: Minggu, 07 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Seorang ibu tidak hanya mengendalikan pembelian anak-anak dan suaminya, namun ia juga memicu adanya comino effect, dimana sang ibu memengaruhi pembelian keluarga lainnya, termasuk para tetangga. Ibu ternyata juga menjadi pengambil keputusan yang dominan untuk pembelian beragam produk.

Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa,
hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia ...

Lirik lagu di atas sudah pasti tidak asing lagi di benak kita. Lagu 'Kasih Ibu' seperti telah abadi untuk anak-anak Indonesia. Bagaimana tidak, bagi anak-anak mulai dari bangku taman kanak-kanak sampai sekolah dasar di seluruh pelosok negeri ini, lagu tersebut sama sakralnya dengan lagu kebangsaan.

Memang luar biasa kasih sayang yang diberikan seorang ibu. Ia adalah sosok yang melahirkan kita, menyusui, merawat, dan menjaga kita sejak kecil, dan kemudian membesarkan kita hingga menjadi seperti sekarang ini. Begitu banyak jasa yang mereka berikan kepada kita, karena ibu melahirkan dan seratus persen terlibat dalam merawat dan membesarkan kita.

Ibarat komposer musik, ibu harus bsia mengatur semua aktivitas keluarga. Ibarat desainer, ibulah yang merancang dan membangun hubungan dengan anak-anak mereka dan juga anggota keluarga yang lain. Ibarat seorang pemahat, sang ibu membentuk pola moral, etika, dan spiritual keluarga. Ia ibarat pelukis yag harus menggambarkan kegembiraan dan kesunyian dalam berbagai warna yang menunjukkan besarnya talenta yang ia miliki sebagai seorang wanita.

Seorang ibu secara biologis, dapat diartikan sebagai organ hidup. Wanita yang mempunyai kapasitas untuk berpikir dan merasa. Mereka telah berkembang biak atau bereproduksi dan memiliki perilaku yang alami dengan membesarkan, memberi kasih sayang, dan menjaga darah dagingnya. Ibu memiliki emosi, logika, dan telah membangun sifat keibuannya sejak kecil yang dipengaruhi oleh komunitas, kepribadian, dan sikap.

Sebagai pemasar, kita harus menempatkan diri sebagai seorang ibu - you have to walk in the shoes of moms - untuk dapat merasakan apa yang dirasakan oleh kaum ibu. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Markplus Research pada awal tahun 2003 lalu, ditemukan hasil yang sangat menarik. Ibu ternyata menjadi pengambil keputusan dominan untuk pembelian produk, mulai dari peralatan dapur, pakaian anak, obat bebas, sekolah anak, hingga tabungan, dan liburan keluarga. Selain itu, kaum hawa termasuk di antaranya tentu saja ibu, memang diciptakan sebagai mahkluk yang 'doyan' bicara dan 'curhat'. Kekuatan dari hobi 'ngerumpi' seorang ibu adalah sesuatu yang patut kita jadikan catatan penting.

Sebuah survei di Inggris menunjukkan bahwa seorang ibu akan merekomendasikan lima merek kepada ibu-ibu lainnya dalam sebuah diskusi kelompok yang berlangsung hanya dalam waktu tiga menit. Dan, rekomendasi tersebut akhirnya diikuti dua orang ibu lainnya. Berarti hanya dalam hitungan tiga menit, setiap merek akan memperoleh tambahan dua konsumen baru. Dahsyat!



Surga (Pemasar) Ada di Telapak Kaki Ibu
Pasar ibu rumah tangga adalah segmen pasar yang sungguh sangat menggirukan, mengingat ukuran (market size), dan juga pertumbuhannya (market growth) yang fantastis. Mungkin hal ini sering dipandang sebelah mata oleh banyak kalangan karena selama ini banyak yang menganggap bahwa ibu hanya seorang istri yang tugasnya mengurus suami dan anak-anak. Karena itu, kemudian ada ungkapan nakal dalam Bahasa Jawa, bahwa seorang ibu hanyalag mengurusi tiga -ur, yaitu dapur, sumur, dan kasur.
Maksudnya, seorang ibu hanyalah mengurusi 'tetek-bengek' urusan rumah tangga, sementara urusan yang besar-besar diputuskan oleh si bapak, termasuk tentu saja keputusan pengeluaran keluarga.

Apakah demikian adanya? Sama sekal tidak!

Barangkali kita tidak tahu bahwa 80% cek di Amerika ternyata ditandatangani oleh para ibu. Barangkali kita juga tidak tahu jika di negeri Paman Sam, seorang ibu mengontrol sekitar 80% pengeluaran rumah tangga atau total sekitar US$1,6 triliun alias 16.000 triliun rupiah. Sebuah angka yang sangat fantastis.

Seorang ibu ternyata tidak hanya mengendalikan pembelian anak-anak dan suaminya. Lebih jauh lagi, ia memicu adanya donimo effect, dimana ibu memengaruhi pembelian keluarga lain, mulai dari keluarga suami, tante, sepupu, dan yang tidak bisa dilupakan tentu saja keluarga tentangga.

Sebenarnya, faktor apa saja yang saat ini menyebabkan ibu memiliki kekuatan ekonomi sedemikian dahsyat, sehingga menggiurkan kalangan pemasar? Apa yang menyebabkan pasar wanita sangat berarti untuk kalangan pemasar? Pertama, perubahan yang terjadi pada sisi demografis, ekonomi, sosial, dan budaya pada kaum wanita telah menyebabkan dominasi kaum wanita semakin kuat pada umumnya. Sedangkan faktor yang kedua adalah perbedaan jender kaum laki-laki dan wanita yang bisa diibaratkan seperti bedanya langit dan bumi. Kedua jender ini mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dalam hal perilaku, sikap, dan nilai-nilai terhadap pembelian produk.

Dunia Ini Milik Perempuan
Tom Peters, seorang guru di dunia manajemen, mengatakan bahwa pasar wanita adalah new economy's hidden imperative atau penggerak tersembunyi di era ekonomi yang baru. Menurutnya, hanya sedikit perusahaan yang mengambil keuntungan dari pasar wanita dan melihatnya sebagai peluang.

Peters mengatakan, 'Hari esok milik kaum wanita!'.
Butuh bukti? Pertama, seiring dengan kondisi di era ekonomi baru ini, wanita adalah pemimpin pasar yang baik dibanding pria. Kedua, wanita adalah peluang pasar paling besar di dunia, dan secara kasar tidak dilayani dengan baik. Jelas sekali bahw awanita ibarat singa yang mengaum. Believe me!

Seiring dengan perkembangan zaman, wanita semakin dominan sekaligus berpeluang untuk menggeser supremasi kaum pria pada dekade-dekade mendatang. Dalam artikel berjudul, The Death of Male; The World in 2012, yang dimuat di majalah Newsweek, seorang jurnalis bernama Alan Zarembo, mengungkap banyak fakta dan tren yang terjadi antara persaingan jender wanita dan pria di dunia lapangan kerja dan juga dampaknya terhadap ekonomi. Sang penulis menjelaskan bahwa dominasi kaum pria saat ini telah digusur oleh kaum wanita. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa fakta yang sangat menarik untuk kita ketahui.

Pertama, partisipasi kaum pria di lapangan kerja telah mengalami penurunan dari 80& pada tahun 1970 ke 75% pada tahun 2000. Sedangkan pada waktu yang sama, partisipasi kaum wanita naik dari 43% ke 60%.

Kedua, kalau kita lihat di Eropa dan Amerika, semakin banyak kaum wanita yang mendapatkan gelar sarjana dan memiliki berbagai keahlian di dunia profesional dibanding kaum pria. Bahkan di sekolah menengah, semakin banyak murid perempuan yang berprestasi dengan menggusur murik pria pada tes-tes standar di semua pelajaran, termasuk ilmu matematika dan imu pasti lainnya. Artinya, secara intelektual kaum wanita juga mempunyai keunggulan dibanding kaum pria. Hal yang fantastis adalah ketika keunggulan intelektual itu kemudian dikemas dalam satu bungkus yang indah bersama keunggulan emosional dari wanita. Excellence!

Ketiga, jumlah populasi wanita di berbagai belahan dunia, diberitakan telah melampaui populasi pria sebesar 6 juta orang. Angka ini sama dengan 6% lebih dari populasi pria yang mana di setiap persennya memiliki setidaknya satu anak.

Kalau di belahan dunia yang lebih 'maju', wanita demikian powerful, bagaimana dengan di Indonesia? Apakah fenomena tersebut hanya terjadi umumnya pada negara-nega maju? Memang sejauh ini belum ada penelitian yang komprehensif untuk menghitung ukuran pasar kaum wanita, namun data-data berikut barangkali bisa memberikan gambaran pasar. Sekitar 60% ibu rumah tangga di Jakarta, memiliki 1-2 kartu kredit, 52% berbelanja dengan menggunakan kartu kredit, dan 80% pernah berbelanja ke luar negeri. Para ibu juga akan dengan mudah mengeluarkan uang sampai jutaan rupiah setiap bulannya.

Kalau kita lihat tren di negara maju di Asia, seperti Singapura, kaum wanita di negara kota ini semakin mempunyai 'kekuasaan', berpendidikan, dan menganut prinsip hidup liberal dengan mengadopsi kebudayaan barat. Dari sebuah studi yang telah dilakukan oleh Synovate, sebuah perusahaan riset di Singapura, disimpulkan bahwa kaum wanita di Singapura lebih mampu secara ekonomi dari sebelumnya dengan mempunyai jumlah penghasilan yang meningkat dua kali lipat atau lebih dari penghasilan rata-rata rumah tangga.

Kalau bicara statistik, Nielsen Media Research dan Synovate mengungkapkan, pada tahun 2003, dominasi kaum wanita di lapangan kerja Singapura adalah sebesar 45% atau naik dari 40% pada tahun 1993. Mereka mempunyai rata-rata penghasilan sebesar $ 1.625 Singapura perbulannya atau sekitar Rp 8 juta. Juga ditemukan bahwa 60% kaum wanita Singapura mempunyai kartu kredit atau menggunakan satu tipe produk personal finance.
Lantas, apa arti dari data-data yang telah dijelaskan di atas? Mudah sekali, data di atas menyimpulkan bahwa persepsi kuno tentang kaum wanita sudah tidak berlaku lagi. Pada zaman sekarang, wanita lebih punya peran dalam kehidupan sosial.

Perbedaan Jender
'Women and men are as different shop-ologically as they are biologically', demikian ungkapan dari Faith Popcorn dalam EVEolution: The Eight Truths of Marketing to Women.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kedua jender mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dalam hal perilaku, sikap dan nilai-nilai terhadap pembelian produk. Bagi pemasar yang ingin menarget segmen wanita atau pria, kuncinya terletak pada seberapa jeli mereka menangkap nilai-nilai dan perilaku kedua jender tersebut dalam membeli produk.

Berdasarkan riset yang dilakukan Allan dan Barbara Pease mengenai masalah perbedaan jender, ditemukan bahwa struktur otak pria dan wanita itu berbeda. Tahukah Anda, apa yang menjadi pikiran utama pria dan wanita?

Riset tersebut menunjukkan bahwa otak pria ternyata lebih banyak disibukkan untuk memikirkan seks, sementara wanita lebih mencari komitmen dalam berhubungan. Pria pada umumnya juga dominan dan mengontrol situasi. Kita bisa lihat bagaimana mereka cenderung ingin menguasai remote control pada saat menonton televisi. Sementara itu, wanita lebih disibukkan dengan urusan yang berhubungan dengan orang lain, dengan cara berbicara berjam-jam di telepon.

Jika dipukul rata, sebagian besar pria memang lebih pintar menarik kesimpulan dan mengamati fenomena yang terkait dengan benda. Sementara, wanita pada umumnya memiliki kemampuan interpersonal skill yang lebih baik dibandingkan dengan pria. Menurut Simon Baron-Cohen, hal itu disebabkan lagi-lagi oleh otak. Menurutnya, umumnya pria memiliki otak sistemik (S), sementara wanita memiliki otak empatetik (E).

Kaum pria mungkin sering diibaratkan sebagai pemain solo yang melihat dirinya sebagai bintang dari kisah hidupnya sendiri. Dengan demikian, bagi kaum adam inti dari semuanya adalah kata 'saya'. Lain halnya dengan kaum wanita, yang pada umumnya lebih 'sreg' kalau main di suatu grup band bersama orang lain. Wanita pada umumnya lebih melihat dunia luar dari perspektif sebuah kelompok atau komunitas. Inti dari semuanya adalah kata 'kami'. Bagi mereka, perasaan yang paling indah di dunia adalah bisa bersama-sama dengan orang lain yang secara riil memiliki kesamaan dengan mereka.

Pahamilah Ibu
Pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa kita memerlukan kiat-kiat khusus dalam memasarkan produk kepada kaum ibu? Mudah saja, karena sebagai wanita, nilai-nilai yang mereka junjung tinggi pada dasarnya sangatlah berbeda dengan kaum pria. Kunci bagi pemasar yang ingin menarget segmen pasar ibu, terletak pada seberapa jeli pemasar menangkap nilai dan perilaku ibu tersebut dalam membeli produk.

Survei dari BSM Media, perusahaan yang mengkhususkan diri pada riset perilaku ibu, menunjukkan, 70% ibu rumah tangga beranggapan bahwa banyak perusahaan yang pada kenyataannya tidak melakukan komunikasi dan berinteraksi secara baik dengan mereka. Maka dari itu, dana dan energi yang dikeluarkan seakan-akan sia-sia belaka.

Mengapa demikian?
Tak lain karena banyak perusahaan yang tdiak memahami betul apa sebenarnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi para ibu, dan bagaimana perilaku berbelanja mereka.

Beberapa survei di luar negeri menunjukkan hasil bahwa, beberapa nilai berikut ini sangat penting bagi seorang ibu. Pertama adalah penghematan waktu. Ibu itu ibarat seorang manajer rumah tangga (household manager) yang memiliki multi-tasks. Waktu menjadi begitu berharga sehingga seorang ibu bersedia untuk mengeluarkan sejumlah uang untuk dapat menghemat waktunya.

Kedua adalah value. Seorang ibu dikatakan sebagai smart customer. Kenapa? Karena dalam membeli, para ibu tidak hanya sebatas melihat harga yang murah saja, melainkan juga membandingkan kualitas dan manfaat yang didapatkan.

Ketiga adalah kesehatan dan keamanan keluarga. Ibu terbiasa untuk mengidentifikasi kebutuhan keluarga lebih dari sekadar kepentingan pribadi. Bagi seorang ibu, kesehatan tiap anggota keluarga adalah nomor satu. Oleh karena itu, untuk produk-produk yang mendukung kesehatan keluarga, ibu biasanya tidak akan begitu peka terhadap harga.

Dan terakhir, yang tidak kalah pentingnya adalah, child enrichment alias pengembangan si anak. Seorang ibu selalu menginginkan anaknya tumbuh menjadi pintar, sukses, dan bahagia. Untuk itu sebuah produk harus memiliki dua selling point, yaitu harus dapat menjamin kesehatan dan keselamatan anak-anak, serta dapat membuat mereka bertambah cerdas dan bahagia.

Jadi, pada dasarnya kaum ibu sangatlah mengagungkan hubungan personal, seperti persahabatan. Selain itu, mereka sangat menghargai perhatian, pengertian, dan kasih sayang pasangannya. Dapat menyukseskan dan membahagiakan anak adalah hal terbaik untuk mereka sebagai bukti perasaan cinta yang kuat dan juga 'kesuksesan karier'-nya sebagai seorang wanita sekaligus ibu.

Proses Pengambilan Keputusan
'Men are buyers, whereas women are shoppers.'
Berbicara mengenai perilaku belanja (shopping berhavior), kita tentua saja harus berbicara mengenai perilaku konsumen (consumer behavior) secara umum. Dalam konsep perilaku konsumen, kita mengenal adanya customer decision-process model, yaitu sebuah proses dan tahapan yang terjadi ketika konsumen akan menentukan produk apa yang akan dibeli.

Lalu bagaimana dengan proses pengambilan keputusan kaum wanita dan pria?
Apakah ada perbedaan proses di sini?
Kedua jender ini memang mempunyai dua proses berbeda dalam memutuskan pembelian produk. Kaum pria dan wanita mencari, menyelidiki, meriset produk dengan cara yang berbeda. Kaum wanita memulai proses pembelian produk dengan cara mencari informasi dari teman, lingkungan atau komunitasnya mengenai produk tersebut. Mereka mengejar hasil berbeda, yaitu the perfect answer atau jawaban yang paling sempurna. Mereka selalu mencari informasi tambahan dan kemudian menginvestigasi pilihan-pilihan yang ada tentang produk yang tersedia.

Yang paling hebat dari kaum ibu aadalah, jika mereka senang dengan produk kita, mereka akan terus kembali membeli produk tersebut (repeat purchase) sekaligus membagi cerita tentang produk kita ke para ibu lainnya.

Marta Barletta dalam bukunya, Marketing to Women, berpendapat bahwa ada empat proses pengambilan keputusan (decision making process), yang terjadi ketika konsumen akan menentukan produk dan jasa yang dia beli. Fase pertama adalah aktivasi (activation), dimana konsumen memasuki pasar untuk membeli produk dan jasa yang dia cari. Selanjutnya, fase kedua adalah fase nominasi (nomination), terlintas di benak si ibu mengenai beberapa merek yang ingin ia selidiki.

Pada fase ketiga, investigasi (investigation), ibu akan meninjau lebih lanjut merek-merek dengan mengamati iklan, membaca artikel, mengunjungi situs, pergi ke toko, kemudian berbicara kepada tenaga penjual kita. Sedangkan fase terakhir, suksesi (succession) adalah yang paling penting. Pada tahap ini, si ibu sekarang sudah menjadi pelanggan yang senang, si ibu kembali lagi untuk membeli produk kita, dan pada saat bersamaan dia pasti akan merekomendasikan produk atau jasa kita ke semua orang yang ia kenal. Jadi, dua komponen yang sangat penting dalam fase ini adalah, pembelian berulang (repeat purchase) dan cerita dari mulut ke mulut (word of moms).

Word of Moms
Kaum hawa, termasuk di antaranya tentu saja ibu, memang diciptakan sebagai mahkluk yang 'doyan' bicara dan 'curhat'. Para ibu mengontrol dan mengeluarkan sejumlah uang untuk pribadi maupun keluarga. Sebagai pemasar, kita harus berterima kasih kepada mereka karena seorang ibu tidak sekadar menghabiskannya, tetapi juga senang menceritakan ke mana uang mereka dibelanjakan kepada para ibu lainnya. Proses komunikasi melalui komunitas seperti inilah yang kemudian melahirkan istilah word of moms, atau cerita dari mulut ke mulut. Para ibu senang berbicara, berdiskusi, membandingkan, dan berbagi. Jika produk kita dikagumi oleh para ibu, yakinlah mereka akan berbagi cerita tentang produk kita. Seorang ibu akan bisa menjadi 'papan reklame terjitu' bagi mereka kita.

Segmentasi Pasar Ibu
Simpul dari kseluruhan strategi pemasaran adalah segmentasi. Dan berdasarkan segmentasi pelanggan inilah, kita menyusun dan mengimplementasikan strategi produk, promosi, servis, atau strategi harga. Segmentasi adalah jendela bagi pemasar untuk melihat pasarnya secara jeli. Melalui segmentasi yang tepat, kita akan dapat melihat pasar secara tajam dan cermat sehingga mampu memberikan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Seperti halnya pasar lain, di pasar ibu pun, segmentasi menjadi suatu tools yang demikian powerful bagi pemasar. Pertanyaannya kemudian, bagaimana umumnya pasar ibu ini disegmentasi untuk mendapatkan gambaran yang tajam mengenai nilai-nilai dan perilaku pembelian ibu? Banyak cara yang dilakukan untuk mensegmentasi pasar ibu, baik secara demografis, psikografis, behavior, atau bahkan segmentasi berdasarkan cohort.

Traditionalist vs Me-mom. Bentu segmentasi pasar ibu yang paling sederhana dan umum dilakukan pemasar adalah dengan membagi pasar ibu ke dalam segmen ibu tradisional dan juga modern. Bruce Tait dari Fallon Merek Consulting di Amerika Serikat misalnya, membagi pasar ibu menjadi dua segmen besar, yaitu traditionalist dan me-mom. Segmen besar inilah yang pada umumnya memengaruhi keseluruhan dari segmen ibu atau wanita.

Tradisionalist adalah ibu-ibu yang mempunyai keinginan untuk men-'dharmabakti'-kan seluruh hidupnya hanya demi kepentingan keluarga. Mereka adalah ibu-ibu yang memiliki anak. Karena dengan memiliki anak, para ibu ini akan mendedikasikan seluruh hidup dan cintanya untuk anak-anaknya. Indikasi lain adalah, mereka hanya menginginkan produk-produk yang saat mereka gunakan dapat memberikan kebebasan sesuai dengan keinginan mereka sendiri.

Sementara, me-mom adalah kelompok ibu yang berbeda mengenai kepemilikan anak. Para ibu ini memiliki anak dan selalu ingin mendapatkan cinta dari anak-anak mereka. Karena itu, khusus bagi para ibu dalam segmen me-mom ini, masalah convenience menjadi sangat penting.

Ibu Bekerja vs Ibu Rumah Tangga. Berbicara mengenai pasar ibu, kita juga tidak bisa lepas dari dua tipologi ibu yang umum kita hadapi, yaitu working mom dan stay at home mom.
Nah, sebenarnya apa yang secara signifikan membedakan antara dua karakteristik ibu tersebut? Untuk menelusuri nilai dan perilaku ibu bekerja, barangkali menarik kalau kita mencoba mencari tahu kenapa si ibu ini bekerja. Ibu bekerja secara umum terbagi menjadi dua bagian, bila dilihat dari motivasi mereka bekerja yang dapat kita kombinasikan ke dalam faktor ekonomi dan non-ekonomi.

Pertama, ibu memilih untuk bekerja karena adanya tuntutan ekonomi (economic neccesity). Dengan katalain, ibu bekerja demi mendatangkan penghasilan ekstra (second pay-check) untuk keluarganya. Selain dari sisi ekonomi di atas, ada juga faktor emosional dan psikologis yang memotivasi ibu untuk bekerja, seperti adanya dorongan dalam dirinya untuk selalu menikmati pekerjaan yang dijalani. Mereka pada umumnya sangat senang dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan dunia luar. Selain itu, ibu juga termotivasi untuk bekerja guna meningkatkan kepuasan pribadi (sense of self) dan kesuksesan di bidang profesional (professional achievement).

Lantas, bagaimana dengan ibu rumah tangga? Ibu rumah tangga adalah para ibu yang hanya menghabiskan waktunya di rumah untuk mengatur segala keperluan rumah, mulai dari mengatur pengeluaran keluarga sampai mengurus anak dan suami.

Studi LeoShe
Perspektif lain mengenai segmentasi ibu dikemukakan oleh LeoBurnett, sebuah perusahaan iklan top di dunia. Melalui LeoShe Studies yang dilakukannya, LeoBurnett membagi pasar ibu berdasarkan dua variabel, yaitu tingkat aktualisasi diri (self actualization) ibu dan tingkat keterlibatan bapak (involvement of fathers) di keluarga.

Self-actualization ibu di sini dalam arti bahwa meskipun seorang wanita telah menjadi ibu, mereka tetap mempunyai keinginan dan cita-cita di luar rutinitas sebagai seorang ibu. Sementara involvement of fathers berbicara mengenai seberapa jauh peranan bapak dalam kehidupan keluarga.

Berdasarkan dua variabel, LeoBurnett mengelompokkan para ibu menjadi empat segmen, yaitu apa yang disebu dengan june cleaver: the sequel; tug of war; strong shouldhers; dan mothers of invention.

Pertama adalah segmen june cleaver: the sequel. Mereka ini adalah para ibu yang percaya akan pembagian tugas antara bapak dan ibu. Karena itu, mereka sangat membutuhkan produk-produk yang secara riil nantinya dapat membantu mereka dalam mengaktualisasikan diri mereka.

Kedua, segmen tug of war. Segmen ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan segmen june cleaver, tapi kebanyakan dari keluarga mereka mempunyai tingkat penghasilan rendah dan mereka umumnya kecewa dengan kondisi semacam ini. Dalam benak mereka selalu muncul perasaan bersalah dan khawatir bila mereka tidak mampu memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya sebagai seorang ibu.

Ketiga adalah segmen strong shourlders. Para ibu yang berada di segmen ini sebagian besar penghasilan keluarganya rendah dan mereka kurang mendapatkan support dari suami. Dalam banyak kasus, para ibu dari segmen ini adalah single parent. Dalam kondisi semacam ini, mereka membutuhkan produk-produk yang convenient dan memberikan kemudahan.

Keempat, segmen mothers of invention. Umumnya, ibu yang ada di segmen ini berpandangan bahwa bapak adalah equal partner dalam membesarkan anak-anak mereka. Kondisi keuangan keluarga segme ini kebanyakan termasuk tinggi, meski tidak setinggi para ibu di segmen june cleaver. Mereka sangat menyukai produk-produk yang technology-driven dan menyukai peraturan bekerja yang lebih fleksibel.

Kita mengenal pasangan David Beckham dan Victoria. Victoria adalah contoh ibu dalam segmen mothers of invention. Kesibukan sang istri sebagia artis dan suami sebagai pemain bola, menyebabkan mereka harus membagi tugas dalam mengurus keluarga dan anak. Alhasil, tak jarang kita melihat Beckham sedang mengurusi ketiga anaknya dan menjaga mereka layaknya seorang ibu.

Memotret Pasar Ibu di Indonesia
Kalau pasar ibu sedemikian potensial, pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana kita sebagai pemasar membidik dan menaklukkan pasar ini? Untuk membidik pasar ibu ini, langkah pertama yang penting dilakukan adalah melakukan segmentasi pasar untuk memotret perilaku pembelian mereka. Namun, untuk mengetahui perilaku ibu, para pemasar terlebih dahulu harus mengetahui nilai-nilai yang dipegang teguh oleh para ibu karena berdasarkan nilai-nilai inilah ibu akan memutusakan pembeliannya.

Berikut ini adalah prinsip-prinsip dasar yang bisa kita gunakan dalam membidik pasar ibu.

Principle #1. Family First, Help Her Passing the Legacy
Kalau merek kita menarget pasar ibu, mau tidak mau kita harus sejauh mungkin melibatkan faktor keluarga dalam strategi pemasaran kita. Dalam melakukan segmentasi dan targeting pasar kita harus melihat kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi dari keluarga secara komprehensif ketimbang melulu kebutuhan, keharmonisan, dan keamanan keluarga, juga isu mengenai masa depan anak adalah isu-isu yang sangat berharga bagi pemasar dalam mensegmentasi pasar berdasarkan psikografis. Toyota Kijang dan Sabun Lifeboy adalah contoh yang tepat dari penerapan prinsip ini. Kijang mampu memimpin pasar karena kejeliannya dalam memosisikan dirinya sebagai mobil keluarga Indonesia dengan menawarkan solusi transportasi bagi keluarga. Sementara, Lifeboy sukses karena secara konsisten memosisikan diri sebagai solusi kesehatan keluarga.

Principle #2. Touch Her Heart, Embrace Her Children
Seorang ibu akan selalu mendedikasikan hidupnya untuk mengembangkan dan kebaikan anak-anaknya. Anak demikian penting, karena di Indonesia anak masih dianggap sebagai titipan Tuhan.
Seorang ibu selalu menginginkan anaknya menjadi cerdas dan sukses, oleh karena itu ia akan selalu memberikan pendidikan sebaik mungkin untuk mencapai keinginan tersebut. Melihat anak demikian penting bagi ibu, maka pemasar harus semaksimal mungkin menggunakan kesuksesan, keceriaan, dan kesahajaan anak untuk menyentuh hati ibu. Banyak survei membuktikan bahwa iklan Pepsodent, Lifeboy, dan Dancow di televisi adalah iklan-iklan yang paling disukai ibu-ibu. Kenapa? Karena pada iklan itu digambarkan keutuhan sebuah keluarga, lengkap dengan anak-anak mereka yang sehat dan cerdas.

Principle #3. Credible on Your Promise, Securing Her Trust
Ibu umumnya memiliki keistimewaan, semacam six sense, yang tidak dimiliki kaum pria, yaitu tingkat kepekaan emosional yang lebih tinggi. Mereka dengan lebih mudah mengetahui, apakah lawan bicara mereka berkata jujur atau tidak. Dan hebatnya lagi, mereka juga dianugerahi kemampuan untuk lebih bisa membaca sinyal-sinyal atau bahasa non verbal lain, seperti bahasa tubuh, gerak mata, dan raut muka. Karena itu, sebagai pemasar kita tidak boleh sekalipun berbohong atau memberikan produk yang tidak sesuai dengan yang kita janjikan. Kenapa? Karena sekali saja kita ketahuan berbohong, si ibu akan membenci dan memusuhi produk kita sampai kapanpun.

Principle #4. Saving Her Time, Make Her Convenient
Ibu sangat konsen dengan yang namanya waktu dan sesuatu yang praktis. Efisiensi waktu menjadi begitu penting bagi para ibu, karena hari-hari ibu terisi dengan begitu banyak kegiatan, mulai dari mengurus anak dan suami, mengelola rumah tangga, bekerja, hingga bersosialisasi yang sangat menyita waktu. Kalau waktu sedemikian penting bagi ibu, maka produk yang dipasarkan ke kaum ibu tentu saja harus mampu menawarkan kepraktisan dan penghematan waktu.

Principle #5. Secure Her Loyalty Forever
Harus diakui, keputusan seorang ibu untuk memilih sebuah merek sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu si ibu terhadap merek tersebut. Seorang ibu memang sangat percaya pengalamannya sendiri. Seorang ibu akan tetap bertahan loyal pada sebuah merek, jika ia merasa bahwa apa yang harus ia korbankan, baik dalam bentuk materi maupun non materi, telah sebanding dengan apa yang ia dapatkan.

Principle #6. What She Spends Is What She Gets
Ibu-ibu sangat memperhitungkan setiap rupiah yang mereka keluarkan. Ini wajar saja, karena memang ibu adalah pengelola keuangan keluarga. Apakah dengan demikian ibu maunya selalu menginginkan produk yang murah? Tidak selalu demikian. tepatnya, ibu selalu menginginkan harga yang pantas untuk produk-produk yang tetap memiliki kualitas. Karena ibu-ibu sangat konsern membandingkan harga dan kualitas, maka dalam mempromosikan produk ke ibu, pemasar haruslah selalu menekankan aspek value of money produk, alias murah tapi berkualitas.

Principle #7. Sell Through Her Community
Ibu-ibu paling suka membentuk komunitas, seperti arisan atau perkumpulan ibu-ibu, semisal PKK. Dalam komunitas tersebut, umumnya mereka saling mempercayai, dan terjadi sebuah proses relationship yang intens dan panjang. Untuk alasan ini, gunakan komunitas ibu semaksimal mungkin untuk jualan.

Principle #8. 'Word of Mom' Is the Key
Saat 'ngerumpi', ibu-ibu paling suka merekomendasikan suatu produk atau merek kepada ibu lain. Kalau suara dan omongan ibu ke ibu-ibu lain demikian penting dalam menentukan keputusan pembelian, maka promosi dari mulut ke mulut atau word of mouth menjadi sangat penting. Kalau word of mouth begitu penting, tentu saja kita tidak boleh lagi menggunakan cara-cara pemasaran konvensional, seperti beriklan sesering mungkin di media, yang kita tahu sangat mahal dan tak jarang salah sasaran. Kita harus mulai menggunakan word of mom yang murah dan lebih fokus dalam membidik pasar ibu ini.

Principle #9. Use Context, Not Only Content
Dalam dunia ibu, content saja sudah tidak lagi memadai. Ingat, content sudah menjadi sesuatu yang given, sesuatu yang biasa-biasa saja. Untuk memenangkan persaingan, kita tidak cukup lagi hanya mengandalkan kekuatan content. Kita juga harus mulai secara kreatif memanfaatkan kekuatan context agar dapat menyentuh hati para ibu. Untuk memenangkan hati ibu, kita harus mengidentifikasi needs dan wants mereka. Ingat, yang kita identifikasi itu tidak hanya sekadar sisi rasional pelanggan tapi lebih penting adalah sisi emosional pelanggan. Dengan mengetahui sisi emosional pelanggan, kita dengan mudah dapat menentukan alternatif pilihan context apa yang sesuai dengan maunya si ibu sebagai pelanggan kita.
Selain itu, sama dengan segmen pelanggan pada umumnya dalam melihat sebuah produk, wanita termasuk kaum ibu tentunya, masih sangat menginginkan yang namanya context atau penampilan. Jadi, kita sebagai pemasar tidak bisa begitu saja mengutamakan content produk kita. Produk kesehatan anak, harus dibungkus dengan 'gambaran' karakter dan dunia si anak, bukan 'melulu' membicarakan keunggulan produk.

Bagaimana dengan credit union?
Bagi saya sangat mudah. Pasarkan dulu produk credit union kita pada pasar wanita di pelanggan internal credit union. Siapa mereka? Karyawan wanita kita. Jika mereka sudah merasa feel good akan produk credit union (content) yang kemudian dibungkus dengan context yang well done, saya yakin mereka akan benar-benar menjadi 'ujung tombak'-nya credit union.

Perlu bukti?
KIta bisa lakukan penelitian sendiri. Berapa banyak customer (calon anggota atau anggota potensial) yang menjadi anggota dan mampu menjadi loyal client yang dibawa oleh karyawan wanita kita? Bandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh karyawan pria di credit union kita!

Akhirnya kita paham, mengapa dalam setiap kursus dasar credit union, kita selalu dibekali dengan materi 'Kesetaraan Jender'. Safari singkat yang kita lakukan dalam tulisan inilah jawabannya. Jadi, buat kaum wanita di credit union kita nyaman, dengan apa yang menjadi misi credit union.

Kenapa? Seperti syair salah satu lagu Ada Band, '... karena wanita ingin dimengerti'.

So, jangan pernah meremehkan pasar ibu. Jika kita bisa menaklukkan pasar ibu yang sangat potensial ini, saya yakin, kita telah berada selangkah di depan dibanding para pesaing kita, dan keuntungan telah kita genggam. Tahap awal, 'puaskan' dan beri penghargaan kepada pelanggan internal kita (wanita).

Selamat mencoba!

0 komentar: