Keluarga Obama dan Kita

Posted: Kamis, 11 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Tak peduli betapa miskinnya, kalau seseorang itu mempunyai keluarga artinya dia kaya ...

Kabar tentang Michelle dan Barack Obama selalu menarik. Lepas dari simbolisasi yang direpresentasikan Gedung Putih, plus pelbagai fasilitasnya yang nomor wahid, baru-baru ini Michelle mengaku kepada Majalah Time edisi 1 Juni 2009, manfaat terbesar tinggal di rumah baru bernama Gedung Putih itu adalah dapat hidup sebagaimana layaknya keluarga normal. 'Sekarang kami dapat bertemu setiap hari', ujarnya.

Menurut Michelle, kini anak-anak dapat bertemu ayahnya menjelang mereka berangkat sekolah. Juga bisa 'ngobrol' saat makan malam bersama ayah. Kebersaman yang 'remeh-temeh' itu bagi keluarga Obama, dan banyak sekali keluarga masa kini, makin menjadi kemewahan yang sepertinya sulit dijangkau.

Kalau ada di antara kita yang heran sampai akhirnya bertanya, 'Apa sih istimewanya ketemu setiap hari?'. Coba simak, begitu banyak ketidaktahuan kita akan bagaimana anak-anak kita melewatkan harinya untuk bertumbuh, begitu banyak remaja menjadi korban narkoba dan sex bebas, dan begitu banyak yang menderita secara psikologis karena tiada kesempatan untuk mengungkapkan kasih sayang, hanya dengan sebatas bertemu dalam satu keluarga.



Saya seringkali bertanya-tanya, saya dan istri saya bekerja keras (meskipun saya lebih senang menyebutnya bekerja cerdas) hanya untuk satu alasan dan tujuan, anak. Tapi ternyata saya kadang hampir sama dengan orang tua yang lain di sekitar saya, dimana mereka begitu banyak menghabiskan waktu untuk bekerja, dan akhirnya tidak pernah tahu ketika anak bisa berjalan, anak bisa berlari, anak bisa membaca dan seterusnya. Tapi akhir dari semua itu, saya bisa memberikan yang terbaik bagi anak-anak saya dengan waktu yang sesedikit mungkin ini. Saya memberikan kualitas. Saya tidak ingin anak saya kembali menyampaikan komplain, kenapa tidak bisa menemaninya bersepeda keliling kompleks perumahan kami.

Ah ... ternyata, begitu pentingnya waktu dan kesempatan bagi mereka untuk bertemu. Mereka merindukan kita ada di sisinya setiap kita bisa. I love you, my family ...

Ya, kadang kita memang terlalu larut berpikir tentang karir dan masalah yang menyangkut pekerjaan kita, dengan 'dalih' anak. Tapi kembali lagi tanyakan seberapa besar kita memberikan hidup kita untuk keluarga kita? Bagaimana membuat dapur terus mengepul, sambil mempertahankan ikatan kekeluargaan yang solid sambil menyediakan ruang tumbuh-kembang yang aman dan sehat untuk anak-anak? Tak ada jawaban yang seragam memang, tapi rasanya tak perlu menantikan peluang selevel presiden manapun untuk menengok dan mendayagunakan sumber-sumber yang kita miliki.

Seperti mendaki Puncak Himalaya, membangun keluarga yang utuh bahagia juga membutuhkan daya tahan, keuletan, dan kecerdikan pendaki kelas dunia. Meski barangkali, jawaban untuk pelbagai halangan itu dapat ditemukan dengan sering bertemu dan becanda bersama di meja makan ...

Keep your love, keep your 'family', and keep grow ...

0 komentar: