'Neo-Libs' yang Merakyat

Posted: Kamis, 18 Juni 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Tudingan Neo Liberalisme dan klaim Ekonomi Kerakyatan, menjadi isu yang menarik untuk dicermati dalam pemilihan presiden-wakil presiden 2009-2014. Yang jelas, semuanya dilakukan untuk menarik perhatian atau simpati dari rakyat. Lalu, bagaimana kira-kira implementasinya ke depan?

Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang mengimplementasikan ekonomi neo liberalisme 100%. Termasuk negara yang dianggap paling liberal, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat, sesungguhnya mereka juga tidak mampu untuk menerapkan ekonomi neo liberalisme sepenuhnya. Negara-negara maju tersebut tetap saja melakukan intervensi dan proteksi ekonomi yang berlawanan dengan konsep ekonomi liberal.

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan perekonomian nasional, tidak mungkin hanya bergantung kepada pemerintah yang mempunyai kemampuan dan anggaran terbatas. Pembangunan ekonomi nasional, jelas membutuhkan peran aktif masyarakat dan pelaku usaha. Dengan demikian, pemerintah 'diharuskan' membuat regulasi dan kebijakan yang memungkinkan arus modal dan investasi dapat masuk dan berkembang guna mempercepat pembangunan perekonomian nasional.

Nah, konsep ekonomi liberal dianggap lebih mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut, karena setiap pihak atau individu atau pemodal dapat bersaing secara 'bebas' untuk melakukan aktivitas ekonomi dalam suatu sistem pasar bebas. Akan ada kemenangan dan kekalahan yang disebabkan karena terjadinya persaingan, dan semuanya ditentukan oleh mekanisme pasar. Oleh karena itu, pemilik modal yang besar, mempunyai kesempatan paling besar untuk menguasai pasar.



Ekonomi neo liberal merupakan kebangkitan kembali paham ekonomi liberal yang bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar dalam sistem pasar bebas. Di era globalisasi, terjadinya pasar bebas seringkali dipengaruhi oleh adanya tekanan politik, ekonomi, negosiasi maupun intervensi militer dari pihak atau negara lain, atau lembaga-lembaga internasional seperti World Bank, IMF, WTO, maupun kartel ekonomi seperti OPEC dan lainnya, dimana mereka dapat 'memaksa' atau mengatur suatu negara untuk membuka pasarnya bagi modal atau produk atau jasa dari negara lain.

Permasalahan serius mulai muncul ketika sendi-sendi ekonomi masyarakat mulai dikendalikan oleh pemilik modal. Masyarakat bawah atau pelaku usaha kecil seperti UMKM, tidak mendapatkan tempat untuk bersaing dengan pemodal besar. Eksploitasi sumber daya alam banyak dilakukan oleh pemilik modal, dengan prioritas untuk memperbesar kantong pemilik modal. Masyarakat miskin, mulai terpinggirkan.

Sebenarnya, Indonesia telah menjalankan gabungan antara ekonomi kapitalis dengan ekonomi kerakyatan untuk melindungi ekonomi rakyat, terutama kelas bawah. Konsep ekonomi kerakyatan, yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat sudah digariskan dalam pasal 33 UUD 1945.

Dalam beberapa hal, pemerintah telah melakukan intervensi untuk melindungi ekonomi rakyat. Namun, karena tekanan ekonomi global, tidak semua sektor usaha dapat diproteksi oleh pemerintah. Artinya, bangsa ini membutuhkan komitmen dan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mendukung ekonomi pro rakyat.

Meskipun pemerintah menjalankan program-program pro rakyat seperti penguatan koperasi, bank petani, nelayan, atau UMKM, pasar tradisional dan program-prgram pro rakyat lainnya, namun jika tidak didukung oleh seluruh lapisan masyarakat dengan membeli produk dalam negeri, maka semuanya akan sia-sia. Jadi, kalau kita-kita ini masih senang dengan Coca Cola, McDonald's, Pizza, KFC, dan sejenisnya ... apa ya pantas mengatakan diri kita menjalankan ekonomi kerakyatan.

Ingat, kita tidak mungkin menjadi negara yang tertutup. Di masa yang akan datang, bangsa Indonesia tidak dapat menghindari sebagian besar pengaruh ekonomi liberal yang tumbuh subur dalam era globalisasi. Terlebih lagi dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, transaksi perdagangan global semakin mudah untuk dilakukan oleh siapa pun, sehingga globalisasi perdagangan, akan sulit untuk dicegah oleh siapapun. Jadi, liberalisme ekonomi harus diintervensi pemerintah dengan kebijakan pro rakyat seperti yang sudah dilakukan selama ini, dan tentu harus didukung pula oleh rakyat.

What do you think?

0 komentar: