Bahasamu adalah Kualitas Hidupmu!
Posted: Rabu, 29 April 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Life
0
Setiap pagi di daratan Afrika, seekor kijang bangun dari tidurnya dan bertekad bahwa pada hari itu, ia harus mampu berlari melebihi kecepatan singa yang paling cepat di hutan belantara itu, karena jika tidak ia akan menjadi mangsa empuk...
Pada pagi hari yang sama di daratan Afrika juga, seekor singa bangun dari tidurnya. Dan ia membuat resolusi bahwa hari itu, ia harus mampu berlari lebih cepat dari kijang yang paling cepat di hutan rimba itu. Karena jika tidak ia akan mati kelaparan...
Beberapa jam yang lalu, sebelum saya menulis blog ini, saya hadir dalam sebuah pementasan musikalitas puisi di Kampus Sastra Universitas Udayana. Pementasan memperingati karya-karya Chairil Anwar, sastrawan ternama di zamannya yang pernah dimiliki bangsa kita tercinta ini. Haru, bangga, sedih dan berbagai macam rasa hadir ketika saya menginjakkan kaki di kampus yang pernah saya 'nikmati' sebagai kawah candradimuka saya untuk menghadapi kerasnya hidup di Bali. Tapi bukan itu yang menjadi persoalan. Saya lebih menikmati pementasannya dibanding bernostalgia dengan masa lalu saya yang tentunya juga tidak mudah saya lupakan begitu saja.
Saya datang terlambat, pementasan sudah berjalan. Kemudian berlanjut dengan dialog antara kritikus puisi yang tentunya ahli di bidang sastra dengan teman-teman mahasiswa. Wow... sangat menarik.
Pada pagi hari yang sama di daratan Afrika juga, seekor singa bangun dari tidurnya. Dan ia membuat resolusi bahwa hari itu, ia harus mampu berlari lebih cepat dari kijang yang paling cepat di hutan rimba itu. Karena jika tidak ia akan mati kelaparan...
Beberapa jam yang lalu, sebelum saya menulis blog ini, saya hadir dalam sebuah pementasan musikalitas puisi di Kampus Sastra Universitas Udayana. Pementasan memperingati karya-karya Chairil Anwar, sastrawan ternama di zamannya yang pernah dimiliki bangsa kita tercinta ini. Haru, bangga, sedih dan berbagai macam rasa hadir ketika saya menginjakkan kaki di kampus yang pernah saya 'nikmati' sebagai kawah candradimuka saya untuk menghadapi kerasnya hidup di Bali. Tapi bukan itu yang menjadi persoalan. Saya lebih menikmati pementasannya dibanding bernostalgia dengan masa lalu saya yang tentunya juga tidak mudah saya lupakan begitu saja.
Saya datang terlambat, pementasan sudah berjalan. Kemudian berlanjut dengan dialog antara kritikus puisi yang tentunya ahli di bidang sastra dengan teman-teman mahasiswa. Wow... sangat menarik.