Marketing vs Finance

Posted: Rabu, 22 April 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Para pelaku pemasaran sedang mengalami sebuah tekanan untuk menunjukkan akuntabilitas hasil kegiatan komunikasi pemasaran terhadap kontribusinya kepada perusahaan. Selama ini, efektivitas kegiatan komunikasi pemasaran ditinjau dari sisi media, misalnya GRP, CPM dan sebagainya, dan sikap konsumen terhadap kegiatan komunikasi pemasaran (awareness, association, image dan sebagainya). Pengukuran tersebut telah mendapatkan tantangan terutama bila dikaitkan dengan peningkatan penjualan perusahaan.

Secara perlahan-lahan, pengukuran kegiatan komunikasi pemasaran melalui cara pengukuran keuangan mulai dikenalkan. Pengukuran baru ini telah memikat bagian keuangan atau auditor karena meningkatkan kemudahan pengambilan keputusan dengan menciptakan pembanding yang lebih akurat antara investasi tangible dan intangible. Selama ini, mereka (bagian keuangan) sangat sulit mengukur efektivitas kegiatan komunikasi pemasaran dibandingkan jika mereka mengukur efektivitas pembelian satu unit fasilitas produksi. Mereka ingin tahu seberapa banyak peningkatan pendapatan jika berinvestasi satu rupiah di komunikasi pemasaran. Mereka mulai membuat ukuran keberhasilan kegiatan komunitas pemasaran berdasarkan ROI (Return on Investment) Marketing.

Tentu pandangan di atas akan merubah cara berkomunikasi selama ini. Seperti 'seberapa banyak uang yang kita belanjakan untuk iklan?' berubah menjadi 'seberapa banyak seharusnya kita berinvestasi untuk seluruh kegiatan pemasaran?', 'pendekatan kreatif mana yang paling efektif' menjadi 'bentuk pengembalian seperti apa yang kita dapatkan dari pendekatan kreatif tersebut?', 'bagaimana kita mengalokasikan antara sales promotion dengan public relations?' menjadi 'siapa pelanggan yang pantas untuk investasi kita dan tingkat pengembalian yang optimal antara akuisisi dan retensi'.



Pandangan ini tentu menimbulkan pertentangan antara kedua belah pihak. Para pemasar merasa ide perhitungan tersebut sangat konyol karena obyektif dari kegiatan komunikasi pemasaran bukanlah penjualan. Mereka mengklaim bahwa keberhasilan komunikasi pemasaran terletak pada seberapa banyak orang tahu dan beranggapan positif terhadap produk, merek, atau perusahaan. Sehingga untuk mengkapitalisasikan sangat sulit. Ditambah lagi, keputusan beli seseorang tidak hanya ditentukan oleh kegiatan komunikasi pemasaran tetapi juga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak bisa dikendalikan oleh pemasar, misalnya word of mouth marketing, kompetisi, dan relativitas harga.

Sementara itu, bagian keuanga memiliki alasan kuat untuk menjadikan pengeluaran kegiatan pemasaran sebagai investasi, antara lain meningkatkan kemudahan pengambilan keputusan dengan menerapkan pembanding yang lebih akurat antara investasi fisik dan pemasaran; dengan menyertakan pelanggan dan tingkat pendapatannya sebagai aset dalam pembukuan perusahaan akan memberikan rasio risiko (debt to equity) dan rasio kinerja (ROI) lebih akurat; pemaasran sebagai sebuah modal investasi akan lebih terkendali dan terpercaya dalam memberikan tingkat pengembalian dalam bentuk aliran kas; dan terakhir, cara arbitary (205 dari penjualan untuk kegiatan pemasaran)kurang memberikan gambaran yang jelas tentang kontribusi kegiatan komunikasi pemasaran terhadap perusahaan.

Perbedaan pandangan tentang ukuran keberhasilan memang cukup tajam. Masing-masing mempunyai dasar yang kuat sehingga perlu kehati-hatian dalam memutuskan apakah perlu menggunakan pengukuran ROI Marketing? Dalam penerapannya, para pemasar mengalami banyak kendala terutama cara perhitungan yang tepat untuk kegiatan komunikasi pemasaran. Dalam sebuah kajian di US dan UK terungkap bahwa 68% dari 175 eksekutif pemasaran mengalami kesulitan dalam pengukuran ROI Marketing. Sementara hanya 7% CFO yang puas terhadap pengukuran ROI Marketing.

Perbedaan pandangan yang tajam memang perlu disikapi secara bijak, menginagt kedua belah pihak memiliki alasan yang kuat. Kesulitan penerapan ukuran keuangan dalam kegiatan pemaasran tidak selamanya belum bisa diterapkan. IBM telah mengembangkan sebuah alat ukur yang dinamakan CELM (Customer Equity Lifetime Management Solution). Cara ini sangat membantu dalam penyusunan anggaran pemasaran. Sehingga IBM memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi jenis kontak dengan pelanggan dan jenis program loyalitas yang tepat.

Namun demikian, pendekatan yang bijak juga telah dilakukan oleh Ford. Ford menggunakan istilah ROMO (Return on Marketing Objective) untuk mengukur efektivitas iklan. Cara ini mengunakan pendekatan perilaku pelanggan. Hasilnya adalah setiap kenaikan satu poin perubahan setara dengan US$ 100 juta keuntungan pertahun. Berbeda dengan Swedia yang menggunakan ukuran kepuasan pelanggan. Di Swedia, tiap poin kenaikan kepuasan setara dengan US$ 7,48 juta.

Di Indonesia, isu penggunaan ROI Marketing telah menjadi pembicaraan di kalangan auditor. Perlu adanya sebuah diskusi bersama antara bagian pemasaran dan keuangan tentang apa yang menjadi komponen perhitungan dan bagaimana cara menilai kesuksesan sebuah kampanye pemasaran.

0 komentar: