Buzz Public Relations

Posted: Rabu, 22 April 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Buzz kini semakin penting bagi perusahaan. Tugas public relations adalah menciptakan buzz positif. Namun demikian, bila muncul buzz negatif hal itu bukanlah karena kegagalan PR semata, melainkan kegagalan etika perusahaan. Kok bisa?

Buzz? Ini adalah sesuatu yang bisa memengaruhi apa yang kita pikirkan tentang sesuatu, kita bicarakan, kita baca dan sebagainya. Intinya, buzz adalah menjadi perhatian dan perbincangan publik. Dalam era media-centric, buzz bisa disejajarkan dengan publisitas.

Bedanya, media sekarang makin berkembang dengan munculnya media sosial yang dikelik-kelik oleh perkembangan internet dan telepon seluler. Sekarang media massa konvensional (koran, majalah, radio, dan televisi) mempunyai saudara bernama YouTube, Facebook, Twitter, dan sebagainya. Luar biasanya, mereka seakan-akan bahu membahu sehingga keberadaan media sosial seakan membuat apa yang kita lihat, dengar, baca, dan rasakan menyebar luas dengan cepat seperti virus.

Siang, artis Julia Perez tertangkap kamera bermesraan dengan cowok yang bukan pasangannya, siangitu juga gambarnya tersebar kemana-mana melalui YouTube, handphone, milist dan sebagainya. Beberapa menit atau jam kemudian televisi, koran, majalah, dan radio ikut menyebarkan informasi tersebut. Orang ingin menonton televisi atau membaca tabloid, majalah atau koran seakan beralasan ingin mengonfirmasikan atau memperjelas informasi tersebut.



Kenapa buzz? Perusahaan membutuhkan buzz karena pesaing kita siang dan malam berusaha menciptakan hal yang sama. Bayangkan minggu lalu produk kita memiliki diferensiasi yang tinggi. Bulan depan - karena produk kita laku - sudah muncul produk lain yang sama persis dengan produk kita, bahkan mungkin kualitasnya lebih baik. Dalam keadaan seperti itu, buzz-lah yang menjadi andalan karena buzz yang membuat produk kita tetap beda.

Beberapa penelitian menyatakan buzz jauh lebih dipercaya dibandingkan iklan. Bila iklan dianggap khalayak sebagai suatu keniscayaan, buzz dianggap sebagai suatu yang bukan kebohongan.

Kenapa buzz public relations? Public relations bisa diterjemahkan sebagai pengelolaan komunikasi untuk menciptakan opini publik ke arah seperti yang diinginkan oleoh organisasi aatu individu. Organisasi di sini bisa perusahaan, negara, atau kelompok lainnya. Bila pengertian ini diterima, berarti menempatkan segala sesuatu yang disampaikan kepada masyarakat melalui media massa atau langsung untuk mempersuasi audiense sebagai bagian dari kampanya public relations.

Media merupakan ritual komunikasi untuk para anggota dari suatu budaya karena memberikan atau menawarkan cara pandang untuk memahami diri kita sendiri. Dengan kata lain media memengaruhi cara pandang karena media massa telah berhasil membingkai pikiran kita. Apa yang kita lihat dan kita baca, bisa menimbulkan persepsi dan sikap positif atau negatif, hal itu sangat tergantung pada bagaimana media membingkainya.

Di sisi lain, kita sulit menghindari media karena media telah menjadi bagian dari budaya kita. Media di sini bisa konvensional, bisa pula internet atau alat komunikasi lainnya. Mereka menjadi bagian budaya karena setiap hari kita selalu bersentuhan dengan mereka. Apakao kita pernah ada hari tanpa membuka internet? Apakah kita pernah sehari tanpa handphone? Mungkin pernah tapi kita merasakan ada sesuatu yang 'kurang'. Sebab, bila tidak ada orang yang mengirimkan sms, pemegang handphone sepertinya kehilangan informasi.

Menciptakan buzz bukan perkara sulit, kata Richard Laermer - penulis buku Full Frontal PR: Building BUzz About Your Business, Your Product, or You. Kita bisa menciptakan buzz dari faktor-faktor yang ada pada diri kita. Setiap nafas perusahaan (merek dan atau termasuk kita), gerak-gerik perusahaan dan sebagainya, berpotensi menciptakan buzz. Seseorang pindah kerja atau dipromosikan, laporan keuangan perusahaan, pertumbuhan laba perusahaan, kantor pindah, dan termasuk musibah yang dialami kantor bisa menjadi bahan dasar buzz.

Artinya, dalam semua gerak-gerik itu, peluang untuk menciptakan buzz. Tak ada sesuatu yang misterius dalam seni menciptakan buzz yang benar-benar tajir bila dipahami secara benar apa itu buzz dan mana yang bukan buzz. Bila relasi kita dengan media (konvensional) cukup baik, kita bisa memberi mereka cerita yang mereka inginkan.

Lalu kenapa menyebarkan informasi buzz lebih bernilai ketimbang iklan? Alasan sebenarnya adalah liputan media lebih powerful. Membayar untuk menyebarkan informasi dalam masyarakat yang kejenuhan media belakangan ini membuat informasi itu kurang diperhatikan. Ini berbeda dengan bila informasi tersebut disebarkan secara gratis oleoh media. Orang akan lebih dipercaya bila informasi tersebut ditulis oleh jurnalis atau bloger. Lebih dari 70% masyarakat - menurut sebuah survei - lebih memercayai tulisan mereka dibandingkand dengan informasi yang muncul melalui iklan.

Itu sebabnya, keakraban dengan media itu perlu dan sangat penting. Ini merupakan langkah efektif untuk menciptakan interest dan antusiasme publik terhadap brand dan produk kita. Tanyakan kepada seseorang yang membaca media atau menonton TV, apakah mereka memercayai berita atau iklan.

Untuk menciptakan buzz yang efektif, organisasi atau individu harus mengetahui bagaimana bekerja sama dengan media. Sangat penting untuk memahami bagaimana berbicara dengan jurnalis sehingga perusahaan atau individu dapat menjawab pertanyaan atau memberikan jawaban atas persoalan yang ingin diungkap oleh semua jajaran media.

Jurnalis yang bekerja dalam tekanan deadline atau dipelototi penuh kecurigaan oleh redakturnya, selalu mencari berita yang baik. Mereka membutuhkan kita sebagaimana kita membutuhkan mereka.

Kuncinya adalah kita perlu menarik perhatian mereka. Akan tetapi, exposure atau publisitas atau buzz tidak selalu tentang hal-hal positif. Tidak seperti iklan, kita tidak bisa mengontrol publisitas. Di sisi lain, PR dituntut untuk menciptakan, meningkatkan dan mempertahankan image positif dari sebuah merek. Di sinilah belajar tentang crisis communication menjadi sangat penting. Namun yang mesti diingat adalah publisitas negatif sering terjadi di dunia usaha bukanlah karena kegagalan dari public relations semata. Publisitas negatif terjadi karena kegagalan dari etik perusahaan atau brand.

0 komentar: