Public Relations 2.0
Posted: Selasa, 21 April 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Management
0
Kendati banyak yang meragukan keberadaannya, program public relations terbukti terus bergulir di tengah arus web 2.0 dan upaya perusahaan membangun integrated marketing communications. Bagaimana seharusnya PR mereposisi diri?
Beberapa waktu lalu, saya menulis di blog ini tentang kemungkinan kematian PR (PR Is Dead?), kali ini saya akan memberikan beberapa gambaran kenapa PR harus mereposisi diri untuk tetap eksis membantu membangun kekuatan sebuah perusahaan.
Ketika kita mendiskusikan peran dan posisi public relations (PR) masa kini, maka tak bisa dipisahkan dengan fenomea web 2.0 yang tengah terjadi saat ini. PR dan media ibarat dua sisi mata pisau. Kemana PR bergerak, disitu pula media ada. Itu sebabnya, ketika internet dinyatakan telah mendorong terjadinya 'ledakan' gerakan media baru yang disebut social media, keberadaan PR pun lalu dipertanyakan oleh banyak pihak.
Mengapa? Karakter social media adalah mengedepankan interaksi, partisipasi, dan kolaborasi terbuka dimana setiap orang mempunyai kesempatan untuk menyuarakanide, pendapat, dan pengalaman mereka melalui media online khusus (blog atau website) ataupun jaringan online sosial, seperti Facebook, MySpace, Blogger, YouTube, dan sebagainya. Dengan karakter seperti ini, berarti social media memiliki peran seperti PR. Media baru secara alamiah menggantikan sebagian besar tugas praktisi PR di dalam perusahaan.
Namun, jika peran PR hanya diterjemahkan sebagai layaknya salon kecantikan yang memoles wajah perusahaan dengan pupur dan gincu - agar yang jelek di dalam menjadi kinclong di luaran - maka tugas praktisi PR bisa gagal total. Ini karena upayanya itu akan dilindas oleh keberadaan social media yang jelas lebih agresif, terbuka, dan transparan. Social media itulah yang akan membuka semua kedok yang ditutupi.
Jika upaya praktisi PR dalam membangun citra positif perusahaan hanya dilakukan dengan bicara positif ke wartawan dan media massa. Jika mereka melakukan kegiatan-kegiatan coporate social responsibility yang standar dengan menulis advertorial di sebanyak-banyaknya di sebanyak mungkin surat kabar mengenai perilaku baik perusahaan, maka ini yang dikhawatirkan bahwa PR benar-benar berada diambang kehancuran.
Sesungguhnya perkembangan dunia PR tidak seekstrim gambaran di atas. Diakui atau tidak, situasi sekarang telah mendorong praktisi PR melakukan reposisi diri. Ada tiga hal penyebabnya. Pertama, banyak perusahaan menghendaki aktivitas komunikasi mereka terpadu dengan kegiatan pemasaran, atau lebih dikenal dengan nama komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication). Artinya, PR menjadi bagian dari marketing, sehingga ia pun terlibat dalam konsep dan eksekusinya. Praktisi PR memiliki target-target yang tak hanya pada upaya membangun citra, tetapi juga target-target terukur mendukung upaya pemasaran dan penjualan.
Kedua, pemahaman komunikasi sudah berkembang jauh. Komunikasi bukan hanya diterjemahkan dengan hubungan satu arah, melainkan komunikasi yang terintegrasi, menggabungkan segala komponen, mulai dari public affairs, PR sampai dengan advertising. Akibatnya, kini praktisi PR terlihat lebih kreatif dalam menyajikan terobosan-terobosan yang efektif.
Kenapa? Karena seiring perkembangan masyarakat,isu-isu yang dihadapi oleh klien juga semakin kompleks, sehingga strategi PR yang konvensional tidak bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Praktisi PR dituntut untuk jeli dalam mengidentifikasi peluang dan harus 'berani' melakukan manuver.
Ketiga, era web 2.0 membuka mata praktisi PR terhadap cara komunikasi baru yang lebih sederhana, cepat, mudah, dan menjangkau sasaran luas. Pergerakan informasi yang transparan dan real time adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Dengan demikian, praktisi PR diharapkan tidak mengekor fenomena ini. Ia harus tetap berada di lini depan, thought leadership di bidang kehumasan dan komunikasi dengan cara aktif terlibat dalam kegiatan social media, berpartisipasi dalam komunitas online, yang semuanya mengarah kepada tujuan membuka jalan komunikasi bagi klien-kliennya.
Dunia PR, harus terus menerus melakukan pembenahan dan perkembangan dengan pesat, karena begitu banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Misalnya, edukasi terhadap pemegang otoritas dalam perusahaan tentang arti penting PR, ini juga yang melanda dunia credit union. Banyak yang beranggapan PR tidak dibutuhkan dalam credit union. Kemudian, peningkatan kompetensi dari para praktisi PR dan juga benchmarking terhadap program-program PR.
Harus diingat, PR adalah elemen penting dalam manajemen untuk memperkuat brand image perusahaan. Saat dimana semua elemen fisik sebuah produk atau jasa bisa diikuti oleh hampir semua kompetitor, reputasi menjadi faktor pembeda dan memberikan preferensi bagi konsumen. Dan yang lebih penting, lakukan program-program PR sesuai dengan karakteristik perusahaan.
Selamat mencoba!
Beberapa waktu lalu, saya menulis di blog ini tentang kemungkinan kematian PR (PR Is Dead?), kali ini saya akan memberikan beberapa gambaran kenapa PR harus mereposisi diri untuk tetap eksis membantu membangun kekuatan sebuah perusahaan.
Ketika kita mendiskusikan peran dan posisi public relations (PR) masa kini, maka tak bisa dipisahkan dengan fenomea web 2.0 yang tengah terjadi saat ini. PR dan media ibarat dua sisi mata pisau. Kemana PR bergerak, disitu pula media ada. Itu sebabnya, ketika internet dinyatakan telah mendorong terjadinya 'ledakan' gerakan media baru yang disebut social media, keberadaan PR pun lalu dipertanyakan oleh banyak pihak.
Mengapa? Karakter social media adalah mengedepankan interaksi, partisipasi, dan kolaborasi terbuka dimana setiap orang mempunyai kesempatan untuk menyuarakanide, pendapat, dan pengalaman mereka melalui media online khusus (blog atau website) ataupun jaringan online sosial, seperti Facebook, MySpace, Blogger, YouTube, dan sebagainya. Dengan karakter seperti ini, berarti social media memiliki peran seperti PR. Media baru secara alamiah menggantikan sebagian besar tugas praktisi PR di dalam perusahaan.
Namun, jika peran PR hanya diterjemahkan sebagai layaknya salon kecantikan yang memoles wajah perusahaan dengan pupur dan gincu - agar yang jelek di dalam menjadi kinclong di luaran - maka tugas praktisi PR bisa gagal total. Ini karena upayanya itu akan dilindas oleh keberadaan social media yang jelas lebih agresif, terbuka, dan transparan. Social media itulah yang akan membuka semua kedok yang ditutupi.
Jika upaya praktisi PR dalam membangun citra positif perusahaan hanya dilakukan dengan bicara positif ke wartawan dan media massa. Jika mereka melakukan kegiatan-kegiatan coporate social responsibility yang standar dengan menulis advertorial di sebanyak-banyaknya di sebanyak mungkin surat kabar mengenai perilaku baik perusahaan, maka ini yang dikhawatirkan bahwa PR benar-benar berada diambang kehancuran.
Sesungguhnya perkembangan dunia PR tidak seekstrim gambaran di atas. Diakui atau tidak, situasi sekarang telah mendorong praktisi PR melakukan reposisi diri. Ada tiga hal penyebabnya. Pertama, banyak perusahaan menghendaki aktivitas komunikasi mereka terpadu dengan kegiatan pemasaran, atau lebih dikenal dengan nama komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication). Artinya, PR menjadi bagian dari marketing, sehingga ia pun terlibat dalam konsep dan eksekusinya. Praktisi PR memiliki target-target yang tak hanya pada upaya membangun citra, tetapi juga target-target terukur mendukung upaya pemasaran dan penjualan.
Kedua, pemahaman komunikasi sudah berkembang jauh. Komunikasi bukan hanya diterjemahkan dengan hubungan satu arah, melainkan komunikasi yang terintegrasi, menggabungkan segala komponen, mulai dari public affairs, PR sampai dengan advertising. Akibatnya, kini praktisi PR terlihat lebih kreatif dalam menyajikan terobosan-terobosan yang efektif.
Kenapa? Karena seiring perkembangan masyarakat,isu-isu yang dihadapi oleh klien juga semakin kompleks, sehingga strategi PR yang konvensional tidak bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Praktisi PR dituntut untuk jeli dalam mengidentifikasi peluang dan harus 'berani' melakukan manuver.
Ketiga, era web 2.0 membuka mata praktisi PR terhadap cara komunikasi baru yang lebih sederhana, cepat, mudah, dan menjangkau sasaran luas. Pergerakan informasi yang transparan dan real time adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Dengan demikian, praktisi PR diharapkan tidak mengekor fenomena ini. Ia harus tetap berada di lini depan, thought leadership di bidang kehumasan dan komunikasi dengan cara aktif terlibat dalam kegiatan social media, berpartisipasi dalam komunitas online, yang semuanya mengarah kepada tujuan membuka jalan komunikasi bagi klien-kliennya.
Dunia PR, harus terus menerus melakukan pembenahan dan perkembangan dengan pesat, karena begitu banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Misalnya, edukasi terhadap pemegang otoritas dalam perusahaan tentang arti penting PR, ini juga yang melanda dunia credit union. Banyak yang beranggapan PR tidak dibutuhkan dalam credit union. Kemudian, peningkatan kompetensi dari para praktisi PR dan juga benchmarking terhadap program-program PR.
Harus diingat, PR adalah elemen penting dalam manajemen untuk memperkuat brand image perusahaan. Saat dimana semua elemen fisik sebuah produk atau jasa bisa diikuti oleh hampir semua kompetitor, reputasi menjadi faktor pembeda dan memberikan preferensi bagi konsumen. Dan yang lebih penting, lakukan program-program PR sesuai dengan karakteristik perusahaan.
Selamat mencoba!