Belajar dari Tenggelamnya Kapal Titanic

Posted: Selasa, 28 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0



Tak dapat dipungkiri, peran seorang leader dalam lingkungan corporate sangat menentukan keberhasilan tercapainya suatu visi dan misi perusahaan, sebagaimana halnya dengan kapal laut besar yang dinahkodai seorang kapten. Di tangan sang leader-lah, biduk bahtera bakal tertuju. Jika sang leader mengarahkan bahtera ke arah barat, maka semua awak kapal akan ke barat, pun jika menuju ke timur, maka kapal tersebut menuju ke arah yang diinginkan sang nahkoda. Celakanya, ketika sang nahkoda salah arah, kehilangan kompas atau tidak tahu kemana arah yang benar, dapat dipastikan seisi kapal tersebut akan tersesat di belantara lautan.

Masih ingat tragedi tenggelamnya kapal Titanic tanggal 14 April 1912? Dalam perjalanan pelayaran perdananya dari Southampton (Inggris) ke New York (Amerika), kapal termewah berlapis baja waktu itu menabrak gunung karang es besar di Grand Banks, New Foundland. Badan kapal terbelah menjadi dua dan ribuan ton air merembes ke palka kapal. Perlahan namun pasti, akhirnya kapal Titanic tenggelam menjadi dua bagian di dasar laut. Kapal skoci hanya bisa menyelamatkan sekitar 700 penumpang, sisanya 1.311 penumpang tenggelam dan membeku di sekitar lautan Samudera Atlantik.

Analogi sederhana di atas menyadarkan kepada kita bahwa betapa pentingnya peran seorang leader, baik dalam skala kelompok kecil atau ukuran organisasi raksasa, karena ditangannyalah nasib sebagian besar anggota kelompok dipertaruhkan. Jika leader itu memiliki kemampuan yang baik untuk membaca situasi, dalam hal ini kasus tragedi Titanic, maka Edward J. Smith, sang kapten kapal Titanic itu, mungkin saja tidak akan merapatkan kapalnya ke wilayah kepulauan karang es. Namun, pada kenyataannya ia gagal membaca situasi hingga tidak bisa menyelamatkan bahaya besar tersebut.

Sebuah perusahaan (corporate), umumnya terdiri dari para pemilik bisnis, seorang pemimpin serta beberapa manajer yang membawahi masing-masing divisi. Dari sales, marketing, HRD, financial sampai IT Department. Semua memiliki leader atau manajer dari masing-masing bagian, dan dari bagian itu bisa saja terdiri dari beberapa staf yang bertugas untuk memastikan kelancaran dari masing-masing divisi secara teknis.

Apa yang terjadi ketika seorang pimpinan kesulitan (gagal) mewujudkan visi dan misis yang diberikan oleh pemilik perusahaan? Mungkin karena sang pilot atau nahkoda perusahaan tersebut kurang petunjuk yang benar tentang bagaimana cara mengemudikan perusahaan dengan baik, kekurangan informasi tentang bagaimana membangun tim, kurang terbimbing secara profesional serta kurang strategi yang komprehensif hingga kendaraan perusahaan yang berjalan amat lambat dan kegagalan mencapai target pada waktunya.

So, mari belajar dari tenggelamnya Kapal Titanic!

Entrepreneur

Posted: Selasa, 28 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Ketika zaman tak mudah ditebak, ketika setiap orang bisa segera tenar karena menjual rahasia dan kesedihan pribadi, ketika risiko menjadi sebuah keniscayaan, konon, kita membutuhkan lebih banyak entrepreneur. Ini sebuah kata Perancis yang di-Inggris-kan lalu dipadankan dengan kata wirausaha di Indonesia, yang mengandung makna keberanian dan kepahlawanan.

Wirausaha bisa segera terdengar tak jah beda dengan wiracarita, cerita-cerita heroik, dongeng-dongeng yang kita dengar sebelum tidur sewaktu kecil dulu.

Barangkali karena seorang entreprenuer memang seseorang yang pada dasarnya berani mengambil risiko, seorang yang bergelut dan menapaki hidup dari bawah lalu merangkak naik dan menjulang dengan apa yang disebut dengan kesuksesan. Merekalah yang kaum Schumpeterian. Mereka yang berusaha dan bekerja dengan kemampuan dan keyakinan diri sendiri.

Joseph Schumpeter, seorang Moravia yang menulis teori bisnis, menyebutkan bahwa sebuah perniagaan pada mulanya adalah keberanian, kejelian menghitung, dan menempuh risiko. Rumus bisnisnya BANDROL = Berani Ambil Risiko dengan Duit Orang Lain.

Big Pricture Thinking

Posted: Selasa, 28 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuan berpikir konseptual. Kemampuan berpikir konseptual juga disebut dengan big picture thinking. Yaitu kemampuan untuk tidak hanya melihat pohon, tetapi juga melihat hutan. Kemampuan ini juga disebut dengan helicopter view. Big picture thinking sangat membantu para pemimpin dalam mengembangkan ide-ide besar dan menjual ide-ide besar kepada orang lain. Helicopter view membuat seorang pemimpin berbeda dengan orang lain. Mereka yang tidak memiliki kemampuan ini dapat menjadi prajurit yang baik, tetapi untuk menjadi jenderal yang baik mereka harus memiliki helicopter view. Kemampuan untuk melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari, terbang ke atas seperti helikopter sehingga mampu melihat masalah dari sudut pandang yang lebih luas.

Big picture thinking juga berkaitan dengan global thinking. Pemikir besar pada umumnya memiliki pengetahuan yang sangat luas, tingkat kesadaran yang sangat tinggi dan visi besar yang memungkinkan mereka bukan saja mampu berpikir dalam skala yang sangat agung, tetapi juga mampu berpikir pada tingkatan abstrak. Berpikir abstrak adalah proses berpikir tentang obyek yang bersifat abstrak. Sesuatu yang tidak dapat dijelaskan secara konkrit. Gagasan abstrak hanya dapat dialami dalam pikiran dan imajinasi kita. Kebalikan dari gagasan abstrak adalah gagasan konkrit. Yaitu, gagasan tentang obyek yang dapat kita lihat, kita dengar, kita rasakan, kita cium, dan cicipi. Obyek yang keberadaannya dapat kita pahami melalui kelima panca indera kita. Meja, kursi, pensil adalah obyek konkrit. Demokrasi, keadilan, perdagangan, kesamaan hak, pelayanan prima, merupakan contoh obyek abstrak.

Seseorang dikatakan mampu berpikir global, apabila ia mampu berpikir melampaui hal-hal yang sempit sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar. Contohnya sebagai pegawai suatu perusahaan, kita mempu melihatnya sebagai bagian dari suatu industri, bagian dari suatu kekuatan nasional, dan akhirnya bagian dari dunia secara keseluruhan.

Kompetensi

Posted: Minggu, 26 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Tidak selamanya sesuatu yang memenuhi azas legal, otomatis juga bisa diteria dan dibenarkan secara etis atau moral...

Suatu ketika dalam satu seminarnya, seorang motivator mengisahkan pengalaman pribadinya saat pertama kali datang ke Singapura. Waktu itu, setiba di Canghi Airport, sang motivator segera bergegas menumpang taksi dan minta untuk diantar ke suatu alamat. Entah bagaimana ceritanya, kebetulan pada waktu itu baik sang motivator maupun si sopir taksi sama-sama tidak tahu persis lokasi yang dimaksud. Maka singkat cerita, setelah sempat beberapa kali berputar arah dan salah jalan, akhirnya taksi itupun sampai ke tujuan dengan selamat. Saat itu, argo menunjukkan angka $50. Ia pun segera menyerahkan lembaran uang lima puluh Dollar Singapura kepada si sopir taksi. Tiba-tiba si sopir taksi memberikan uang kembalian sebesar $10, yang tak pelak membuat bingung si penumpang. 'Loh, Bapak berhak atas bayaran sebesar lima puluh Sing Dollar!', begitu kira-kira terjemahan bebas, ungkapan sang motivator dengan heran. Si sopir taksi pun langsung menimpali, 'Iya... secara legal saya memang berhak atas 50 dolar, tapi secara etis, sebagai sopir taksi, mestinya saya berkewajiban mengantar penumpang dari satu tempat ke tempat tujuan secara langsung. Tetapi karena saya tadi kurang tahu persis lokasi alamat yang dituju, maka saya tadi sempat berputar-putar dulu, sehingga argonya menjadi lebih mahal dari yang seharusnya.'

Peristiwa itu memang 'kecil', begitu sederhana, bahkan tampak biasa-biasa saja. Akan tetapi spirit di baliknya, terlalu berharga untuk kita lewatkan begitu saja. Spirit yang mudah-mudahan dapat mengingatkan kita kembali, tentang adanya 'sesuatu' yang jauh lebih tinggi dan lebih mulia, melampaui persoalan legalitas, ketentuan hukum, atau peraturan-peraturan formal lainnya. Sesuatu yang secara tak kasat mata sering menjaid pengawas sekaligus penuntun langkah kita. Pada praktiknya, ia membatasi perilaku kita agar jangan sampai melakukan hal-hal yang tidak boleh atau salah, dan sebaliknya, ia mendorong kita untuk melakukan hal-hal yang patut, baik, dan benar! Sesuatu yang kita kenal dengan nama etika!

Tikus Kecil

Posted: Minggu, 26 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Karakter adalah hasil pembiasaan dari sebuah tindakan yang benar yang berasal dari pemikiran yang benar...

Tidak selamanya kecil itu identik dengan lucu dan indah.

Alkisah, ada sebuah restoran besar dan terkenal. Mereka menggunakan lemari pendingin dalam ukuran besar untuk menyimpan bahan makanan dan minuman sebagai persediaan untuk beberapa hari sesuai dengan rencana kerja mereka. Hal ini perlu dilakukan untuk melancarkan kerja mereka sehingga setiap saat mereka dapat membuat makanan atau minuman sesuai dengan pesanan tamu yang datang.

Suatu kali, lemari pendingin tersebut tidak dapat bekerja normal, meskipun mesin dapat dihidupkan tetapi aliran udara dingin tidak dapat mengalir keluar. Para pekerja mulai gelisah pada saat es mulai mencair. Kalau ini berkelanjutan, bahan makanan dan minuman akan menjadi busuk. Seorang mekanik datang mencoba untuk memperbaiki tapi tidak ditemukan tapi tidak ditemukan kerusakan yang nyata.

Belajar 'Goblok' dari Bob Sadino

Posted: Minggu, 26 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

'Pengusaha tak harus pintar dalam segala hal. Tapi harus pintar mencari orang pintar...'

Pasti kita bingung dengan judulnya, 'goblok' kok dipelajari!
Awalnya saya juga bingung, tapi setelah bertemu langsung dengan Om Bob (pangilan akrab Bob Sadino), baru percaya bahwa statement itu benar.

Bob Sadino terkenal dengan pengusaha yang 'nyleneh', gaya dan pola pikirnya. Sejak dari jaman Soeharto, dia terkenal dengan 'kostumnya' yang selalu bercelana pendek. Begitulah cara Om Bob bertemu dengan semua presiden negeri ini.

Di kediamannya di kawasan Lebak Bulus sebesar 2 hektar, dia membuat kami pusing dengan statement-statement-nya yang super nyleneh. Misalnya dia tanya,'Menurutmu kebanyakan orang bisnis cari apa?' Spontan kita jawab,'Cari untung om!' Kemudian Om Bob balik menjawab,'Kalo saya cari rugi!'

A Taste of Cherry

Posted: Sabtu, 18 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Abbas Khiarostami pernah bikin heboh pemerintah Iran karena membuat film A Taste of Cherry.

Kisahnya tentang seorang Iran paruh baya yang berkeliling mencari orang yang bisa membantunya untuk bunuh diri. Yang ia minta sederhana saja. Ia akan menggali tanah kubur di tempat yang telah ia pilih, lalu malam hari ia akan berbaring di dalam kubur itu, setelah ia minum obat tidur dalam dosis mematikan. Ia hanya minta orang yang membantunya untuk datang di pagi hari dan menutup kuburan itu kalau ia memang telah mati.

Nyaris semua orang menolak. Ada satu guru agama dari Afganistan yang ia mintai bantuan malah memberinya ceramah tentang betapa bunuh diri adalah dosa tak terampunikan dalam Islam.

Sang tokoh bilang, saya tak butuh ceramah, saya butuh bantuan. Sang tokoh merasa bahwa ia tak menemukan makna hidup, bahwa hidup ini sia-sia belaka.

Succeed Above Success

Posted: Jumat, 10 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Sahabat sekalian tentu sering dan terus mengamati perkembangan perusahaan global maupun skala kecil, termasuk credit union. Ada beberapa fase yang semestinya dilewati oleh sebuah perusahaan untuk kemudian bisa survive pada satu level tertentu yang ingin diraih dan menjadi visinya.

Berikut saya akan membagikan pengamatan saya soal beberapa latar belakang perusahaan (termasuk juga credit union sebagai sebuah lembaga bisnis) didirikan.

Luar Biasa Sesat

Posted: Jumat, 10 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Transformasi berupa fragmentasi dan konvergensi konsumen yang berlangsung bersamaan membuat kita harus lebih luwes...

Jualan zaman sekarang menjadi semakin tidak mudah. Pesaing semakin banyak, konsumen semakin menuntut perhatian berlebih, dan yang lebih gawat lagi tingkat keuntungan semakin tergerus karena harga jual yang semakin rendah.

Harga jual yang semakin tertekan memunculkan beragam alternatif cara untuk meyakinkan konsumen. Ada yang ikutan banting harga, yang sampai rugipun diladeni. Tetapi ada juga yang malah menaikkan harga dengan memperbaiki kualitas produk atau layanan sperti dilakukan oleh beberapa restoran cepat saji ayam goreng. Ada yang semakin rajin jualan dari rumah ke rumah seperti yang dilakukan oleh produsen roti. Ada juga yang memilih mundur dari pasar dan menutup sementara bisnisnya. Lalu, manakah cara yang paling tokcer ketika situasi bisnis sedang tidak menentu seperti sekarang ini?

Ketika masih tinggal di rumah asal di Magelang sampai dengan SMA, saya mempunyai seorang teman yang tiap hari membantu orang tuanya berjualan jamu 'udeg' tradisional. Jamu yang paling laku, apalagi kalau konsumennya pria, adalah jamu pegel linu. Bisa karena konsumennya terasa pegal-pegal beneran, tetapi bisa juga 'pegal' karena merasa tidak berdaya melakukan tugasnya sebagai laki-laki ideal. Jamunya sama, tetapi manfaatnya berbeda tergantung konsumennya.

Belakangan ini terjadi perubahan konsumen yang berjalan begitu cepat. Tidak hanya karena selera dan daya belinya yang berubah, tetapi juga karena para penjual 'memaksa' konsumen berubah melalui serangkaian peluncuran produk baru. Konsumen yang tadinya tidak mempunyai rencana beli karena memang tidak mempunyai kebutuhan akan produk tersebut, kemudian terprovokasi untuk membeli karena begitu serunya iming-iming si penjual.

Antara Cara dengan Alasan

Posted: Kamis, 09 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

The winner sees answer for every problem. The loser sees problem in every answer.

Dalam setiap episode kehidupan yang kita jalani, pastilah ada masa dimana kita menghadapi berbagai halangan dan rintangan, besar maupun kecil, ringan maupun berat untuk bertumbuh. Hal tersebut sebenarnya adalah hal yang sangat lumrah terjadi. Bahkan, dalam setiap perjuangan yang kita lalui, pada saat kita sedang berencana untuk mewujudkan semua impian, jalan terjal pastilah akan kita lewati. Tak ada satupun hal yang semudah kita kira, bahkan meskipun semua sudah kita rencanakan dengan sangat sempurna. Hambatan, kesulitan, gangguan, kekeliruan, ketidakberhasilan, bahkan tidak sedikit yang berujung pada kegagalan, mau tidak mau harus kita terima.

Lantas, harus bagaimanakah kita bersikap dalam menghadapi semua hal tersebut? Hanya ada dua pilihan yang bisa kita ambil. Dua pilihan yang akan menghasilkan dua hal yang bisa jadi sangat bertolak belakang.

HCS, MSD!

Posted: Kamis, 09 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Hidup Cuma Sekali, Mesti Sukses Dong!Begitu salah seorang kawan menegaskan prinsip hidup dan perjuangannya. Dan saya sangat terkesan. Pernyataannya mempesona. Saya bahkan terbius dengan kata-kata pendek itu. Ini suatu perumusan yang jenius. Sebuah cara mengetuk pintu otak yang ciami, rancak bana, anggun, sekaligus berwibawa. Ketukannya masuk ke belahan kiri, meluncur ke belahan kanan otak, lalu menukik menuju hati.

Bagaimana tidak? Ia mulai dengan menunjukkan kesadarannya. Ia sadar sekali bahwa hidup cuma sekali. Ya, hidup cuma sekali. Walau kita berkali-kali mandi, berkali-kali makan dan minum, berkali-kali tidur dan bangun, berkali-kali jatuh cinta atau patah hati, berkali-kali ganti baju-kaos-sepatu-sandal-handphone-motor-mobil-rumah, berkali-kali baca buku, berkali-kali menulis artikel, berkali-kali jalan-jalan kemana-mana, berkali-kali kena tipu atau justru menipu, berkali-kali dipukul atau memukul, berkali-kali sehat atau sakit, berkali-kali tertawa atau menangis, dan berkali-kali dalam bermacam-macam hal, tapi hidup tetap cuma satu kali saja.

Buat saya, pesona 'HCS, MSD!' - singkatan dari Hidup Cuma Sekali, Mesti Sukses Dong! tadi - bukan hanya karena soal 'sekali' itu. Soal yang lebih penting adalah bahwa yang sekali itu adalah 'hidup'. Kata pertama itu tidak tergantikan. Coba ganti dengan 'mati', sehingga menjadi Mati Cuma Sekali, Mesti Sukses Dong!. Pasti tidak nyambung, kan? Kata 'hidup' dalam 'HCS, MSD!' jelaslah tak tergantikan. Mau digantikan dengan kata apa, coba?

Kata 'hidup' mengingatkan saya pada Pam Stenzel, seorang anak yang lahir dari benih perkosaan di Amerika Serikat. Ia pernah memberikan kesaksian yang membuat hidup setiap orang yang mendengarkannya akan menjadi lebih hidup.

Menjadi Pemasar Sukses dengan 3P

Posted: Rabu, 08 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

He who reigns within himself, and rules passions, desires, and fears, is more than a king.- Mereka termasuk orang-orang yang lebih baik dibandingkan raja, karena dapat mengontrol diri mereka sendiri, mampu mengarahkan keinginan ke arah yang positif, dan pandai mengendalikan ketakutan mereka.

John Milton
John Milton menandaskan bahwa kesuksesan benar-benar membutuhkan kesiapan mental dan optimisme, meliputi semangat, keuletan, dan kesabaran. Ketiga hal itu dapat dipupuk melalui berbagai cara, misalnya melalui keluarga, lingkungan sosial yang kondusif, maupun dari brbagai sarana misalnya dari film. Dua film berikut ini berasal dari kisah nyata dan telah menjadi inspirasi banyak orang untuk meraih keberhasilan, khususnya di bidang pemasaran.

Dalam sebuah film berjudul Door To Door (2002) dikisahkan tentang seorang tokoh bernama Bill Porter. Ia dilahirkan dengan cacat bawaan bernama cerebral palsy, di antaranya ia mengalami gangguan fungsi tangan kanan dan berjalan pincang. Ia pun sulit berbicara, dan kalau pun dapat berbicara selalu meneteskan air liur. Tetapi dengan penuh kasih sayang ibunya selalu memberikan motvasi. Alhasil, meskipun tumbuh menjadi pemuda yang cacat secara fisik, tetapi Bill Porter mempunyai ketekunan, kesabaran, dan semangat yang tinggi.

Belajar dari Yin dan Yang

Posted: Rabu, 08 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0



Gambar atau lambang Yin Yang berbentuk lingkaran yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu warna putih dan warna hitam. Dalam warna putih masih terdapat lingkaran kecil berwarna hitam, dan begitu juga sebaliknya, di bagian warna hitam juga terdapat lingkaran kecil berwarna putih.

Ketika saya makan siang di suatu restoran China yang mengedepankan menu mie di seputaran Denpasar, Bali, saya menemukan sesuatu yang biasa namun unik. Gambar Yin Yang terpampang besar di depan pintu masuk. Dalam hati sambil menunggu menu yang saya pesan datang, saya mencoba mengurai beberapa hal terkait dengan 'tampilan' Yin Yang yang sebenarnya juga sudah banyak diketahui oleh kita.

Konsep Yin Yang telah ada ribuan tahun yang lalu bersumber dari Kitab Peubahan. Yin dapat disamakan dengan atribut gelap, krisis, bencana, sedih, perempuan, negatif, pasif, dingin, dan lain-lain. Sedangkan Yang mempunyai atribut tenang, gembira, aktif, laki-laki, positif, panas, dan lain-lain.

Walaupun gambar Yin Yang sangat sederhana, namun bagi saya, ia menjelaskan banyak hal terutama mengenai kehidupan ini.

What's the Meaning of Promotion?

Posted: Rabu, 08 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Di suatu hari Minggu, ketika sedang mengantri keluar dari sebuah lapangan parkir, saya melihat ada seorang pria yang memegang brosur dan membagi-bagikan kepada setiap mobil yang membuka jendela. Karena ingin tahu, sayapun ikut membuka jendela dan menerima brosur tersebut. Segera saya lihat dan ternyata adalah brosur sebuah restoran yang sedang melakukan launching promotion. Restoran ini bukanlah restoran baru tetapi baru mulai menjual makanan Dim Sum. Untuk mempromosikan Dim Sum inilah maka restoran tersebut melakukan launching promotion. Di brosur tertulis discount 50% untuk masa waktu tertentu.

Karena letak restoran tersebut tidak terlalu jauh, maka saya sekeluarga segera mengarahkan mobil kami ke restoran tersebut. Kami segera memesan jenis makanan yang memang sering kami pesan jika makan Dim Sum. Setelah makan selesai, kami meminta bon makan dan setelah datang, jumlahnya tidak mencantumkan discount. Saya segera bertanya bukankah sekarang sedang ada discount 50%. Pelayan segera menjawab bahwa memang ada discount tetapi dalam bentuk cash back, diberikan voucher untuk dipakai pada makan berikutnya. Dalam hati saya menggerutu karena ternyata harus membayar harga penuh dulu baru di kunjungan berikut mendapat discount. Saya lalu membayar dan menunggu kembalian serta voucher discount. Begitu voucher datang, ternyata voucher tersebut merupakan kelipatan Rp 20 ribu dan hanya mendapat 2 voucher atau setara dengan Rp 40 ribu, padahal kami makan lebih dari Rp 90 ribu. Jadi discount yang didapat kurang dari 50%. Sayapun menggerutu untuk kedua kalinya.

Kerja Adalah Kehormatan

Posted: Selasa, 07 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Seorang eksekutif muda sedang beristirahat siang di sebuah cafe terbuka. Sambil sibuk mengetik di laptopnya, saat itu seorang gadis kecil yang membawa beberapa tangkai bunga menghampirinya.

'Om beli bunga, Om.'
'Tidak Dik, saya tidak butuh', ujar eksekutif muda itu tetap sibuk dengan laptopnya.
'Satu saja Om, kan bunganya bisa untuk kekasih atau istri Om', rayu si gadis kecil.

Setengah kesal dengan nada tinggi karena merasa terganggu keasyikannya si pemuda berkata, 'Adik kecil tidak melihat Om sedang sibuk? Kapan-kapan ya kalo Om butuh Om akan beli bunga dari kamu.'

Mendengar ucapan si pemuda, gadis kecil itu pun kemudian beralih ke orang-orang yang lalu lalang di sekitar cafe itu. Setelah menyelesaikan istirahat siangnya, si pemuda segera beranjak dari cafe itu. Saat berjalan keluar ia berjumpa lagi dengan si gadis kecil penjual bunga yang kembali mendekatinya.

'Sudah selesai kerja Om, sekarang beli bunga ini dong Om, murah kok satu tangkai saja.' Bercampur antara jengkel dan kasihan si pemuda mengeluarkan sejumlah uang dari sakunya.

Kuberikan Ketika Masih Hidup...

Posted: Senin, 06 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Suatu ketika seorang yang sangat kaya bertanya kepada temannya.

'Mengapa aku dicela sebagai orang yang kikir? Padahal semua orang tahu bahwa aku telah membuat surat wasiat untuk mendermakan seluruh harta kekayaanku bila kelak aku mati.'

'Begini', kata temannya, 'akan kuceritakan kepadamu tentang kisah babi dan sapi.'

Suatu hari babi mengeluh kepada sapi mengenai dirinya yang tidak disenangi manusia.
'Mengapa orang selalu membicarakan kelembutanmu dan keindahan matamu yang sayu itu?', tanya babi. 'Memang kau memberikan susu, mentega dan keju. Tapi yang kuberikan
jauh lebih banyak. Aku memberikan lemak, daging, paha, bulu, kulit. Bahkan kakiku pun dibuat asinan! Tetapi tetap saja manusia tak menyenangiku. Mengapa?'

Sapi berpikir sejenak dan kemudian menjawab, 'Ya, mungkin karena aku telah memberi kepada manusia ketika aku masih hidup.'

Mengubah Cacian Menjadi Kekaguman

Posted: Senin, 06 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Menjadi besar tanpa penderitaan sekaligus cacian orang, itulah kemauan banyak sekali anak muda. Dan kalau memang kehidupan seperti itu ada, tentu ada terlalu banyak manusia yang juga menginginkannya. Sayangnya wajah kehidupan seperti ini tidak pernah ada. Sehingga jadilah cita-cita menjadi besar tanpa penderitaan hanya sebagai khayalan manusia malas yang tidak pernah mencoba.

Ini serupa dengan khayalan seorang sahabat Amerika yang bertanya, 'Kenapa Yesus tidak lahir di Amerika di abad ke-21 ini?' Rekan lainnya sesama Amerika menimpali sambil becanda, 'Memangnya ada wanita Amerika yang masih perawan?' Namanya juga canda, tentu tidak disarankan untuk memikirkannya terlalu serius. Apalagi tersinggung.

Namun becanda atau tidak, serius atau sangat serius, kisah-kisah manusia kuat dan terhormat hampir semuanya berisi kisah-kisah penuh cacian sekaligus penderitaan. Sebutlah deretan nama-nama mengagumkan seperti Nelson Mandela, Mahatma Gandhi sampai dengan Dalai Lama. Semuanya dijadikan kuat sekaligus terhormat oleh penderitaan.

Maafkan Saya Tuhan

Posted: Minggu, 05 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Seutama-utama amal, adalah memasukkan kebahagiaan ke dalam sanubari saudaranya, dengan membebaskannya dari kesulitan,...

Sebuah masa, ketika saya duduk di bangku SMA.

'Mas Ento', biasa saya menyebutnya. Seorang lelaki yang tidak lagi muda, penjual bakso keliling di desa tempat saya tinggal. Keriput kulit begitu nyata terukir di wajah legam tanpa ekspresinya. Jarang sekali beliau tersenyum, hanya sepatah kata khasnya yang sering singgah menyapa saya 'Ento', sebuah kata yang diucapkannya ketika saya meminta 'Mas, jangan pakai kecap, yah!'. Karena beliau orang jawa, 'henteu' yang berarti 'tidak' dalam bahasa Sunda itu terucap 'Ento'.

Sebenarnya baksonya tidak seenak 2 penjual bakso rivalnya, itulah mengapa jarang sekali pembeli menghentikannya. Hanya karena rasa iba, saya menjadi langganannya. Sering saya melihatnya termenung sendiri di bawah pohon jambu dekat lapangan tempat banyak anak-anak bermain. Setiap rivalnya datang, dia bergegas seperti ketakutan membawa dagangannya yang tanpa roda itu pergi. Saya pernah bertanya tentang hal ini kepadanya, namun seperti biasanya dia diam dan beralih menanyakan berapa porsi bakso yang ingin saya beli.

Akhirnya saya mendapatkan jawabannya sendiri. Tidak perlu lagi saya bersusah payah bertanya. Saya tahu kenapa senyumannya mahal terkembang. Saya sangat faham, bias wajah ketakutan yang membayang ketika rivalnya datang. Saat itu, di tempat sepi saya menyaksikan sebuah episode kedzaliman. Rivalnya melakukan sebuah hal yang sungguh tidak dapat saya pahami. Mangkuk-mangkuk bakso milik mas Ento menjadi terserak di jalanan, belum lagi botol-botol itu, bulatan-bulatan bakso terhambur dari tempatnya. Kuahnya tumpah mengenai kakinya yang tak lagi sempurna berjalan. Tanpa beban, sang rival melenggang pergi meninggalinya banyak kepedihan. Ingin sekali saya meneriakinya 'kurang ajar', tetapi melihat sosoknya yang besar membuat saya hanya mematung, meski hati saya ribut tidak karuan.

Memaknai Semua Hal Kehidupan

Posted: Kamis, 02 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

'Jangan sekali-kali menganggap sempurna suatu inspirasi kalbu yang buahnya belum engkau ketahui. Tujuan dari bergumpalnya awan bukanlah turunnya hujan, melainkan tumbuhnya bebuahan.'
Mutiara Al Hikam

Dalam manajemen keindahan hidup kita, segala sesuatu inginnya kita atur sesuai planning dan kemauan (nafsu) kita. Kita inginnya hidup nikmat, hidup penuh berkah, hidup penuh berlimpah, hidup penuh sapa dan tawa dari sekeliling kita.

Dalam kondisi ideal, memang itulah yang kita inginkan. Akan tetapi, tidak semua jalan yang kita tempuh, semuanya - beraspal - manis dan indah sesuai dengan yang kita inginkan, bukan?

Ada hal-hal yang memang perlu kita lewati - kalanya jalan itu sedikit terjal, bergelombang dan suasana yang tidak bersahabat. Bahkan mungkin lebih dari itu. Sebagai seorang manusia, tentu manusiawi jika kita terkadang - sedikit manja - mengeluh kepada si-Empunya hidup.

'Mengapa Tuhan menimpakan ini kepada saya?' Dan banyak frase kata serupa untuk me-release kejengkelan kita kepada Tuhan, tentang mengapa Tuhan tidak sayang lagi kepada kita.