Succeed Above Success
Posted: Jumat, 10 Juli 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Life
0
Sahabat sekalian tentu sering dan terus mengamati perkembangan perusahaan global maupun skala kecil, termasuk credit union. Ada beberapa fase yang semestinya dilewati oleh sebuah perusahaan untuk kemudian bisa survive pada satu level tertentu yang ingin diraih dan menjadi visinya.
Berikut saya akan membagikan pengamatan saya soal beberapa latar belakang perusahaan (termasuk juga credit union sebagai sebuah lembaga bisnis) didirikan.
The Clone Company
Yaitu, perusahaan yang didirikan oleh sebuah perusahaan yang sudah mapan, manajemennya sudah berjalan baik, sistem kerjanya pun sudah teratur. Biasanya perusahaan franchise masuk dalam golongan ini.
The Professor Company
Yaitu perusahaan yang didirikan oleh orang yang belajar di bidang tertentu, misalnya orang yang belajar di ilmu kedokteran, mendirikan rumah sakit, orang yang belajar arsitektur membangun rumah dan gedung, dan sebagainya.
The Mama's Boy
Yaitu perusahaan yang didirikan oleh anak orang ternama, pejabat, atau penguasa, sehingga banyak orang mengajaknya berbisnis dengan mengharapkan fasilitas tertentu, mengingat kedudukan orang tuanya.
The Street Fighter
Yaitu perusahaan yang didirikan oleh orang yang tidak termasuk dalam kelompok satu, kedua, atau ketiga. Dan bagi saya credit union termasuk kelompok yang 'kurang beruntung' ini. We have nothing, but a dream....
Selain itu, gaya kepemimpinan juga menjadi kunci bagaimana sebuah perusahaan mampu melewati setiap fase perkembangan usaha. Gaya kepemimpinan yang cocok dalam satu masa, belum tentu efektif pada waktu perusahaan mengalami perubahan dan pertumbuhan. Karenanya gaya kepemimpinan harus terus menerus berubah sesuai dengan perkembangan perusahaan.
I am the Superstar
Pada waktu perusahaan masih kecil, kita mengerjakan segala sesuatunya sendiri. I eat to live. Mulai dari cari pembeli, cari dan beli produk, mengatur keuangan, pelayanan, melakukan penagihan, mengerjakan hal-hal administratif, dan sebagainya. Gaya kepemimpinan inilah yang disebut dengan gaya I am the Superstar. Sadar atau tidak, suka atau tidak suka, gaya ini berkembang juga dalam fase-fase awal pendirian credit union.
Team with a Superstar
Ketika perusahaan berkembang menjadi besar dan sudah mulai banyak orang yang bekerja, kita mulai mendengarkan pendapat dan usulan dari banyak pihak, khususnya bawahan. Gaya kepemimpinan berubah dari Superstar menjadi Team with a Superstar. Kita mendengarkan usulan, tetapi tetap memegang kendali pengambilan keputusan.
No one is a Superstar
Begitu perusahaan menjadi lebih besar lagi, gaya kepemimpinan Team with a Superstar menjadi kurang cocok dan relevan. Kita perlu membagi-bagi tugas dan tanggung jawab atau delegated responsibility. Seharusnya perusahaan mulai membangun Strategic Business Unit (SBU) atau divisi-divisi sebagai profit center yang dipimpin oleh Division Manager. Dengan dibangunnya SBU, gaya kepemimpinan kita berubah lagi menjadi Intrapreneurship atau No one is a Superstar. Dengan divisi sebagai profit center, orang harus pandai mengelola divisi tersebut sebagaimana layaknya dia itu seorang entrepreneur. He is responsible for the profit. Oleh karena itu menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk membimbing dan mengajarkan kepada mereka yang memimpin divisi menjadi intrapreneur yang berhasil menciptakan keuntungan.
Seorang pemimpin suatu saat harus menyadari bahwa ia mempunyai begitu banyak orang yang bekerja dengannya. Ia harus selalu merasa gelisah, takut (tidak bisa membayar gaji), dan merenung; kenapa orang-orang ini mau bekerja pada kita? Ada sense of crisis.
Ada yang mengatakan saya mau berbhakti pada perusahaan.
Ada yang mengatakan saya ingin setia pada perusahaan sampai pensiun.
Dan sebagainya...
Semua jawaban itu baik-baik saja, dan sah-sah saja, tetapi semua itu bukanlah jawaban hakiki. Seorang pemimpin harus bisa mengamati bahwa orang melakukan sesuatu (atau tidak melakukan sesuatu) adalah untuk tujuan mencapai kepuasannya sendiri. Tetapi, untuk itu orang tidak bisa melakukannya sendiri. Suatu keadaan yang paradoxal, ingin memuaskan diri sendiri, tetapi tidak bisa melakukannya sendiri. Begitu memahami fakta hidup ini, seorang pemimpin harus bisa menggunakannya sebagai prinsip manajemen, Succeed above Success (Barhasil di atas Keberhasilan). Artinya, di dalam manajemen kalau kita mau berhasil kita harus mengusahakan agar mereka-mereka yang bekerja dengan kita, berhasil. Ini berarti bahwa kita memberikan arahan, bimbingan, latihan, dan segala yang diperlukan untuk keberhasilan mereka dan kita. Karena kalau mereka berhasil, kita ikut berhasil. Begitu juga sebaliknya.
Salah satu contoh bagaimana kita mempraktikkan falsafah ini, kita bisa mulai mengatur profit sharing pada semua jajaran manajemen yang bertanggung jawab to plan and make profit. Mereka kita perlakukan layaknya business partners.
Dan kunci mengembangkan falsafah ini adalah trust.
Semoga bermanfaat...
Berikut saya akan membagikan pengamatan saya soal beberapa latar belakang perusahaan (termasuk juga credit union sebagai sebuah lembaga bisnis) didirikan.
The Clone Company
Yaitu, perusahaan yang didirikan oleh sebuah perusahaan yang sudah mapan, manajemennya sudah berjalan baik, sistem kerjanya pun sudah teratur. Biasanya perusahaan franchise masuk dalam golongan ini.
The Professor Company
Yaitu perusahaan yang didirikan oleh orang yang belajar di bidang tertentu, misalnya orang yang belajar di ilmu kedokteran, mendirikan rumah sakit, orang yang belajar arsitektur membangun rumah dan gedung, dan sebagainya.
The Mama's Boy
Yaitu perusahaan yang didirikan oleh anak orang ternama, pejabat, atau penguasa, sehingga banyak orang mengajaknya berbisnis dengan mengharapkan fasilitas tertentu, mengingat kedudukan orang tuanya.
The Street Fighter
Yaitu perusahaan yang didirikan oleh orang yang tidak termasuk dalam kelompok satu, kedua, atau ketiga. Dan bagi saya credit union termasuk kelompok yang 'kurang beruntung' ini. We have nothing, but a dream....
Selain itu, gaya kepemimpinan juga menjadi kunci bagaimana sebuah perusahaan mampu melewati setiap fase perkembangan usaha. Gaya kepemimpinan yang cocok dalam satu masa, belum tentu efektif pada waktu perusahaan mengalami perubahan dan pertumbuhan. Karenanya gaya kepemimpinan harus terus menerus berubah sesuai dengan perkembangan perusahaan.
I am the Superstar
Pada waktu perusahaan masih kecil, kita mengerjakan segala sesuatunya sendiri. I eat to live. Mulai dari cari pembeli, cari dan beli produk, mengatur keuangan, pelayanan, melakukan penagihan, mengerjakan hal-hal administratif, dan sebagainya. Gaya kepemimpinan inilah yang disebut dengan gaya I am the Superstar. Sadar atau tidak, suka atau tidak suka, gaya ini berkembang juga dalam fase-fase awal pendirian credit union.
Team with a Superstar
Ketika perusahaan berkembang menjadi besar dan sudah mulai banyak orang yang bekerja, kita mulai mendengarkan pendapat dan usulan dari banyak pihak, khususnya bawahan. Gaya kepemimpinan berubah dari Superstar menjadi Team with a Superstar. Kita mendengarkan usulan, tetapi tetap memegang kendali pengambilan keputusan.
No one is a Superstar
Begitu perusahaan menjadi lebih besar lagi, gaya kepemimpinan Team with a Superstar menjadi kurang cocok dan relevan. Kita perlu membagi-bagi tugas dan tanggung jawab atau delegated responsibility. Seharusnya perusahaan mulai membangun Strategic Business Unit (SBU) atau divisi-divisi sebagai profit center yang dipimpin oleh Division Manager. Dengan dibangunnya SBU, gaya kepemimpinan kita berubah lagi menjadi Intrapreneurship atau No one is a Superstar. Dengan divisi sebagai profit center, orang harus pandai mengelola divisi tersebut sebagaimana layaknya dia itu seorang entrepreneur. He is responsible for the profit. Oleh karena itu menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk membimbing dan mengajarkan kepada mereka yang memimpin divisi menjadi intrapreneur yang berhasil menciptakan keuntungan.
Seorang pemimpin suatu saat harus menyadari bahwa ia mempunyai begitu banyak orang yang bekerja dengannya. Ia harus selalu merasa gelisah, takut (tidak bisa membayar gaji), dan merenung; kenapa orang-orang ini mau bekerja pada kita? Ada sense of crisis.
Ada yang mengatakan saya mau berbhakti pada perusahaan.
Ada yang mengatakan saya ingin setia pada perusahaan sampai pensiun.
Dan sebagainya...
Semua jawaban itu baik-baik saja, dan sah-sah saja, tetapi semua itu bukanlah jawaban hakiki. Seorang pemimpin harus bisa mengamati bahwa orang melakukan sesuatu (atau tidak melakukan sesuatu) adalah untuk tujuan mencapai kepuasannya sendiri. Tetapi, untuk itu orang tidak bisa melakukannya sendiri. Suatu keadaan yang paradoxal, ingin memuaskan diri sendiri, tetapi tidak bisa melakukannya sendiri. Begitu memahami fakta hidup ini, seorang pemimpin harus bisa menggunakannya sebagai prinsip manajemen, Succeed above Success (Barhasil di atas Keberhasilan). Artinya, di dalam manajemen kalau kita mau berhasil kita harus mengusahakan agar mereka-mereka yang bekerja dengan kita, berhasil. Ini berarti bahwa kita memberikan arahan, bimbingan, latihan, dan segala yang diperlukan untuk keberhasilan mereka dan kita. Karena kalau mereka berhasil, kita ikut berhasil. Begitu juga sebaliknya.
Salah satu contoh bagaimana kita mempraktikkan falsafah ini, kita bisa mulai mengatur profit sharing pada semua jajaran manajemen yang bertanggung jawab to plan and make profit. Mereka kita perlakukan layaknya business partners.
Dan kunci mengembangkan falsafah ini adalah trust.
Semoga bermanfaat...