Turning Zero Into Hero (Filosofi Modal Nol)

Posted: Jumat, 27 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
2

Banyak perusahaan atau pengusaha yang berjuluk from zero to hero. Dari nol jadi banyak nol di belakang angka.

Belakangam entrepreneurship di Indonesia makin berkembang. Salah satu pencetusnya, adalah makin maraknya sekolah-sekolah entrepreneurship yang berkembang. Mulai dari Entrepeneur University dari Purdi E Chandra, pengusaha yang besar dari lembaga pendidikan Primagama hingga ke sekolah entrepreneur yang didirikan oleh pengusaha properti kawakan, Ciputra. Business School juga diserbu oleh peminat. Tak urung, universitas sekelas ITB pun kini membuat sekolah bisnis. Inilah gambaran positif yang perlu kita syukuri. Sebab, menurut Ciputra, Indonesia masih kekurangan entrepreneur. Ia bahkan menyebut, prosentase pengusaha di negeri yang amat kaya ini masih di bawah angka satu persen. Idealnya, menurut pendiri Ciputra Grup ini, perlu minimal dua persen jumlah prosentase pengusaha di suatu negara untuk memajukan ekonominya.

Namun, di tengah maraknya iklim entrepreneurship yang mulai berkembang, ada saja hambatan yang sering dicap sebagai penghalang. Salah satunya, kesulitan mencari dana bagi pengusaha pemula. Bahkan, belakangan, di tengah ancaman krisis global yang dimulai dari Amerika, pinjaman dari bank pun kembali diperketat. Sehingga, perusahaan kelas kakap pun mulai terkena imbasnya.

Seretnya kredit dana cair dari lembaga keuangan membuat beberapa perusahaan harus mengetatkan anggaran hingga - tragisnya - melakukan rasionalisasi pegawai.

Meaning of Life

Posted: Jumat, 27 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Orang bijak akan selalu gembira dan senantiasa menularkan kegembiraannya kepada setiap orang yang dikenal.

Alkisah, ada seorang pemuda tampak mendatangi seorang tua bisa yang tinggal di sebuah desa yang begitu damai. Setelah menyapa dengan santun, si pemuda menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya. 'Paman, saya menempuh perjalanan jauh ini, sesungguhnya untuk menemukan jawaban, bagaimana caranya membuat diri sendiri selalu gembira dan bahagia? Dan, sekaligus pula bisa membuat orang lain selalu bergembira?'

Sesaat, si paman menatap sambil menilai kesungguhan raut wajah rupawan di hadapannya. Sambil tersenyum bijak, dia berkata, 'Anak muda, mengingat usiamu yang masih begitu muda, terus terang paman terkejut dan tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. Seusiamu punya keinginan begitu, sungguh tidak biasa. Orang banyak yang datang ke sini dan berumur lebih tua darimu saja, belum tentu mereka tahu tentang pertanyaan itu, apalagi untuk mengerti jawaban yang paman berikan. Tapi baiklah, untuk memenuhi keinginanmu agar kamu bisa selalu bergembira dan membuat orang lain juga gembira, maka paman akan memberimu empat kalimat. Perhatikan baik-baik ...'

Sun Tzu Lesson. 5 Kekuatan Perencanaan

Posted: Rabu, 25 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Dalam setiap kesempatan konsultasi dan training saya selalu menampilkan contoh ajaran Sun Tzu untuk menjelaskan mengenai strategi marketing dan kepemimpinan. Kenapa? Saya pikir ini jawaban yang tepat kenapa saya selalu mengambil intisari ajaran tersebut.

Lebih dari 2.400 tahun silam di tanah Tiongkok, ahli strategi perang Suntzu melalui karyanya yang meledenda, yakni 13 bab strategi perang, menegaskan bahwa perang adalah masalah yang sangat fundamental untuk berdirinya sebuah negara. Perang menyangkut hidup atau matinya rakyat. Perang menunjukkan keperkasaan atau kerapuhan pemimpin negara, dan juga menentukan kejayaan atau keruntuhan sebuah negara.

Jadi, sebelum mengambil keputusan untuk berperang, kekuatan negara, faktor militer, dan situasi medan pertempuran harus dipelajari dengan sangat hati-hati, saksama, akurat, dan menyeluruh.

Sangat tepat kiranya, Sun Tzu meletakkan penyusunan rencana dalam bab pertama dalam 13 strategi perang yang berjudul asli She Chi Bien (yang artinya Bab Menyusun Rencana). Sun Tzu menegaskan, setidaknya ada 5 faktor yang harus dikuasai sebagai dasar dalam menyusun rencana perang. Yaitu: dao, tian, di, jiang, fa.

Diferensiasi? Bagaimana caranya...?

Posted: Senin, 23 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Sebuah credit union dan beberapa perusahaan pernah menanyakan ke saya. Begini inti pertanyaannya, mereka dapat bertahan karena kualitas produk dijaga terus-menerus. Penjualan diupayakan tidak berfluktuasi, namun tampaknya image merek tak mampu setara dengan merek pemimpin pasar. Sekalipun kualitas merek pemimpin di bawah kualitas kami. Nah, pertanyaannya kemudian adalah apa yang salah?

Apakah produk bagus dengan kualitas tinggi sudah cukup mengantarkan kita menjadi market leader? Sekali lagi jawaban harus dikontekskan dengan industri dan tingkat kompetisi yang dihadapi di industri kita. Sebelum pembahasan ke tingkat persaingan dalam industri, maka sebaiknya disadari dulu pengertian diferensiasi yang berbeda-beda antara satu pebisnis dengan pebisnis lainnya.

Banyak persepsi yang salah kaprah mengartikan diferensiasi dalam pemasaran sebagai keunikan produk. Bahkan, sebelum bicara keunikan produk, ada yang menganggap bahwa ‘diferensiasi’ tingkat pertama dan yang paling mudah dilakukan oleh marketer yang unsophisticated yakni menawarkan dengan ‘harga lebih murah’ adalah sebuah keunikan. Paradigma berpikir seperti ini memang diterapkan oleh marketer yang unsophisticated, yang bisanya hanya membuat barang dengan harga produksi lebih murah.

Diferensiasi tahap kedua berbicara soal produk yang berbeda. Seringkali marketer ngotot mencari cara membuat produk yang ‘lebih baik’, yang lebih berkualitas. Bahkan, karena yakin produknya lebih berkualitas, maka dia begitu ngotot mencoba meyakinkan pasar bahwa produknya memang lebih berkualitas daripada pesaing. Adakah yang salah jika membangun diferensiasi dari sisi produk yang kita sendiri anggap lebih berkualitas dibandingkan produk pesaing?

Pasalnya, pasar sekarang bukan hanya butuh produk yang berkualitas dengan harga yang sesuai, tapi juga sudah membutuhkan kesemuanya, yakni harga yang sesuai, dengan kualitas top, pelayanan dan pengalaman yang menyenangkan, serta image yang kuat. Jika dipersamakan, maka pasar atau customer sekarang butuhnya value yang berasal dari hasil hitungan kualitas dibagi harga. Jika tidak punya kemampuan meningkatkan kualitas, maka yang sering dipilih oleh marketer adalah menurunkan harga. Ini cara memasarkan yang paling sederhana, sering dilakukan oleh Mom&Pop Store yang tidak mempunyai keahlian pemasaran.

Built to Serve ...

Posted: Senin, 23 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

He who is greatest among you, let him be as the youngest, and he who governs as he who serves ...

Makan siang kedua sudah kami santap. Yang pertama di rumah karena kebetulan saya menempuh perjalanan siang. Kedua, makan siang setelah penerbangan Denpasar ke Jakarta. Ketika ditawarkan makan siang ketiga dalam penerbangan Jakarta ke Bangkok, saya menolak memilih dari daftar menu yang ada. ‘Saya minta instant noodle’, kata saya. Ms. Ra, begitu nama yang tertulis di ID Card yang nempel di dadanya, terhenyak sejenak. ‘Minumnya setelah take off?’, tanyanya lagi. ‘Coca Cola with ice’, saya menjawab dengan cepat.

Di sebelah saya, duduk teman saya, yang kebetulan juga berasal dari Indonesia. ‘Mr, what would you like to drink after take off?’, saya mendengar Ms. Ra bertanya, ‘Ice tea’, jawab sang teman. ‘Any meals for lunch?’. ‘Can I have instant noodle’, jawabnya lagi. Kali ini giliran saya yang terhenyak, lalu menegur teman saya dengan tertawa. ‘Walah, kok cuma teh? Masak di kelas bisnis minumnya ingat yang di rumah’, kata saya menggoda. ‘Apapun makanannya, minumnya tetap teh manis’, lanjut saya. Gerrr...

Setelah take off, Ms. Ra mulai mengedarkan minuman yang kami pesan. Saya bergurau lagi dengan teman saya ini, ‘Let’s have a toast. Air dan teh manis’, kata saya sambil mengangkat gelas. Ia pun mengangkat gelasnya, dan kami bersulang sambil tertawa. Ms. Ra beberapa saat kemudian menghampiri saya. Dia menyodorkan kembali menu yang telah dipersiapkan. Dengan senyumnya yang ramah, ia menerangkan menu andalan yang telah disiapkan siang itu. Maklum, pelanggan priority passenger dan solitaire, perlu dilayani dengan lebih serius. Saya mencoba mengerti. Toh, keputusan saya tetap. ‘Can I have instant noodle?’. ‘Of course, you can. But...’, selanya lagi. Ms. Ra berusaha meyakinkan saya bahwa menu makanan yang disiapkan sangat istimewa, karena khusus hanya untuk penerbangan waktu itu. Ketika saya tetap bersikukuh dengan pilihan saya, ia pun setuju dengan kembali tersenyum dan berkata, ‘Are you sure?’. ‘Yes, I am very sure. I just need instant noodle’.

Saya berujar, ‘Pak, luar biasa sikap mereka. Mereka tidak puas kalau kita hanya makan mie dan minum teh manis. Mereka berupaya agar kita menikmati yang terbaik. Andaikan karyawan credit union di negara kita kita memiliki sikap yang sama. They built to serve’, seperti biasanya saya menganalisis karena terbiasa sebagai 'marketer yang ga bisa diam'.

Great Marketers Are Liar !!!

Posted: Senin, 23 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Membangun merek adalah meracik dan menyebarkan cerita!
Anda ingin merek atau produk Anda sukses bukan kepalang? Raciklah cerita-cerita yang indah dan sebarkanlah ke sebanyak mungkin prospek Anda.
Bisa cerita itu beneran. Bisa juga cerita itu boong-boongan…ups! [...setidaknya menurut Seth Goddin—baca buku kocaknya: All Marketers Are Liars!].



Marketer Are Liar!


Marketer Are Liar!

Produk atau merek sesungguhnya tak lebih dari sekedar CERITA! Dan karenanya, jualan merek atau produk tak lain adalah JUALAN CERITA.

Nggak percaya?
Jualan BreadTalk tak lebih dari jualan cerita—cerita mengenai ”roti yang bisa berkisah”. Jualan Starbucks tak lebih dari jualan cerita—cerita mengenai ”ngopi sambil cuci mata dan mejeng — ”see and to be seen”. Jualan Harley Davidson tak lebih dari jualan cerita-cerita mengenai “naik motor keren, macho, dan Amrik abis. Jualan A Mild adalah jualan cerita-cerita bahwa seharusnya Anda menjadi manusia merdeka, tak terkungkung oleh stigma sosial bernama ”basa basi”.

Apakah betul BreadTalk roti yang bisa berkisah? Apakah betul Harley Davidson macho dan Amrik abis? Apakah betul ngopi di Starbuck Mal Kelapa Gading Anda tambah keren dan menjadi pusat perhatian banyak orang? [Setidaknya bagi saya...] itu semua bullshit!!! Kebetulan saya bukanlah tipe orang yang suka dikibuli dengan trik-trik pemasaran… brand story-lah, brand personality-lah, brand identity-lah, brand essence-lah, dsb-dsb.

Long Live The Customers!

Posted: Minggu, 22 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Long live the King! Long live the King!

Adegan seperti inilah yang banyak terdapat dalam film-film silat Tiongkok. Ada seorang raja yang sedang duduk di tahkta atau berdiri di panggung, sementara ratusan prajurit berdiri di depannya sambil mengacungkan tangan dan berteriak-teriak seperti itu.

Teriakan para prajurit itu mungkin saja tidak benar-benar berasal dari hati nurani mereka. Bisa saja kebanyakan lip service belaka karena raja di zaman dahulu sangat powerful. Raja bisa menghukum siapa saja. Perkatannya adalah hukum. Sampai-sampai ada istilah 'the king can do no wrong'.

Nah, di era New Wave Marketing ini, para marketer harus meneriakkan 'Long Live the Customers!'

Kenapa?
Sama seperti raja zaman dulu, pelanggan saat ini sangat powerful. Mereka gampang gonta-ganti merek setiap saat. Mereka bisa ngomong apa saja. Semua ucapan pelanggan didengar, disurvei, dicoba untuk dimengerti, dan dituruti oleh semua pemain.

Saking pentingnya makna pelanggan ini, sampai-sampai ada Hari Hak-hak Pelanggan Dunia (World Consumers Right Day) yang jatuh setiap tanggal 15 Maret. Aktivitas ini diperingati sejak tahun 1983 dan berganti-ganti tema setiap tahun. Tahun 2008 ini, temanya tentang memerangi junk food untuk anak-anak.

Manchester United: For The Fans, By The Fans

Posted: Minggu, 22 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

'Manchester United is not always the winner, but is still the best'.

Pernyataan tersebut mungkin terasa janggal. Tapi, inilah yang diyakini oleh lebih dari 330 juta orang di seluruh dunia.
Ya, itulah total jumlah para pendukung Manchester United (MU) di seluruh dunia. Dengan jumlah sedemikian besar ini, MU adalah klub sepakbola dengan jumlah pendukung terbanyak di dunia. Bisa Anda lihat sendiri bahwa jumlahnya bahkan melebihi populasi Indonesia.

Saya sendiri pernah ikut acara fans club MU Indonesia inidi acara workshop Markplus di Jakarta. Mereka menamakan dirinya IndoManUtd.

Saya bisa melihat langsung, bagaimana bangganya para die-hard supporters MU ini. Mereka datang pakai kaos dan segala macam atribut MU. Samuel Rismana, yang memimpin IndoManUtd ketika itu, dengan sangat antusias bercerita tentang pengalamannya pergi ke stadion Old Trafford, bagaimana ia bertemu Sir Alex Ferguson, David Beckham, Roy Keane, dan pemain lainnya. Diceritakannya juga bagaimana ia sampai 'kalap' memborong berbagai merchandise di Megastore MU.

IndoManUtd inihanyalah salah satu dari sekian ratus atau bahkan mungkin ribuan organisasi fans MU. Organisasi resminya saja, yang bernama Manchester United Supporters Club (MUSC) punya cabang lebih dari 200 buah di 24 negara.

Selain MUSC, ada dua organisasi lainnya yang cukup terkenal, yaitu Independent Manchester United Supporters Association (IMUSA) dan Manchester United Supporters Trust (MUST). Keduanya ini merupakan kelompok suporter yang bukan saja paling antusias mendukung kesebelasan MU tiap kali bertanding tapi juga menyuarakan kepentingan para fans MU.

The Dark Side of Web 2.0

Posted: Minggu, 22 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Saya barusan membaca buku baru Don Tapscott (penulis buku laris Wikinomics) berjudul “Grown Up Digital”. Tapscott mengidentifikasi lahirnya generasi baru yang disebutnya “Generation Z”, yaitu generasi yang lahir setelah tahun 1998. Di masa-masa kecilnya generasi ini sudah mengenal Blackberry, Facebook, atau YouTube. Mereka mengerjakan PR sudah memanfaatkan Google dan Wikipedia. Mereka juga sudah menikmati bahkan kecanduan beragam online games.

Memang Tapscott menguraikan potensi dari generasi baru ini sebagai embrio dari munculnya “creative class” yang akan membawa kemajuan luar biasa bagi peradaban manusia. Namun yang menjadikan saya sedih adalah uraian Tapscott di awal buku yang meninjau selintas sisi gelap dari generasi baru ini. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

Membangun Kepemimpinan

Posted: Jumat, 20 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Mudah-mudahan sapa saya saat ini menemui sahabat sekalian di hari yang membahagiakan ini, dalam kesehatan yang prima dan hati yang damai ini dengan orang-orang yang sahabat kasihi.

Terimalah ucapan terimakasih dari saya untuk sahabat yang telah menyapa di ruang yang indah ini, saya yakin bahwa sahabat adalah pribadi-pribadi yang super, karena seperti yang saya pernah katakan, tidak akan ada pribadi yang tidak baik yang akan bertahan di sini.

Dalam sebuah direct coaching, saya menyampaikan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah dia yang membuat yang dipimpinnya lebih banyak setia kepada yang benar. Pemimpin yang demikian akan mendapat perlindungan yang lebih baik. Perlindungan tersebut dapat berupa: rejeki, kenyamanan, kekuatan, kemakmuran, kedamaian, dan kesehatan.

Bagaimana membangun sebuah kepemimpinan? Ijinkan saya di bawah ini menyampaikan lengkah-langkah yang dapat digunakan untuk membangun kepemimpinan dalam hidup ini.

Effective Leadership

Posted: Jumat, 20 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Leadership memang tidak akan pernah habis untuk dibahas. Padahal kepemimpinan itu sangat sederhana sekali rumusnya.

Comptency + Knowledge + Lucky + Attitude = Leadership

Tapi inilah menariknya kepemimpinan. Setiap insan selalu berusaha menampilkan cara bagaimana menjadi pemimpin yang secara efektif bisa diterima oleh mereka yang dipimpin.

Beberapa waktu belakangan ini, perhatian saya terbagi dengan peran-peran kepemimpinan di gerakan credit union kita tercinta ini. Isu ini sangat menarik untuk diikuti dan ditelaah karena melibatkan banyak orang dan biaya didalamnya.

Dari apa yang telah saya pelajari, paling tidak ada dua hal yang mendorong kepemimpinan seseorang berjalan dengan efektif, yang pertama adalah memastikan orang untuk bertanggung jawab terhadap hidupnya, dan yang kedua menciptakan visi dan/atau program-program yang orang mau mencapai bersama dengannya.

Untuk itu, ijinkan saya di bawah ini menuliskan kembali apa-apa saja yang selama ini saya pelajari tentang kepemimpinan itu sendiri.

MOMEN

Posted: Rabu, 18 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Jika kita belum menjadi apa yang kita inginkan (yang baik tentunya), maka berlakulah seolah-olah sudah menjadi atau akan menjadi pribadi yang kita inginkan tersebut. apabila kita konsisten pura-pura seolah-olah sudah menjadi, cepat atau lambat kita akan menjadi terbiasa, dan sering tanpa kita sadari kita sudah menjadi pribadi yang kita inginkan tersebut.

Pura-pura adalah cara untuk membangun kualitas pribadi yang lebih dewasa, yang lebih tinggi kelasnya, karena orang-orang yang berada pada kelas di bawah tidak memiliki kualitas-kualitas untuk ditampilkan pada pergaulan kelas di atasnya. Orang-orang ini akan sangat tersiksa ketika harus berada dalam pergaulan level di atasnya. Maka satu-satunya jalan adalah berpura-pura.


Berpura-pura ini tidak negatif karena berpura-pura adalah cara untuk membayar dimuka sesuatu kedewasaan yang kita belum miliki.


Berpura-pura untuk tidak takut, tidak nervous tampil di lingkungan yang lebih senior - bukan sebuah dosa, bukan sebuah penipuan tetapi upaya penyelamatan diri, sehingga kita bisa tampil pada kedewasaan yang sebenarnya belum kita miliki. So, pura-pura itu sesuatu yang perlu dan mohon dibedakan dengan kepalsuan.


Co-Creation Credit Union

Posted: Rabu, 18 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Kalau sahabat-sahabat sekalian membaca buku terbaru karya Yuswohady 'CROWD: Marketing Becomes Horizontal', maka sahabat sekalian akan menemukan pesan utama buku itu, bahwa konsumen kian menjadi powerful. Di situ saya tulis, ketika sahabat bisa membangun customer crowd, maka sahabat punya potensi yang besar untuk menjadikan konsumen sebagai salesman melalui referral dan rekomendasi yang diberikannya kepada konsumen lain. Karena itu di-cover buku itu ditulis: 'Customers are your salesman'.

Tapi tak hanya itu saja. Lebih jauh lagi konsumen juga adalah pencipta produk Anda: They are your INNOVATORS; They are your PRODUCT DEVELOPERS; They are your MARKET RESEARCHERS; They are your IDEA GENERATORS. Dan ujung-ujungnya: Your customers are CO-CREATOR.

Credit Union? Basicly, kita udah jalankan apa yang menjadi inspirasi buku ini. Ingat, bagaimana keterlibatan anggota (bukan sebatas customer) dalam penentuan harga jual produk kita; bagaimana keterlibatan anggota sebagai owner credit union; bagaimana anggota mampu memengaruhi target market kita untuk lebih dekat dengan credit union; hingga bagaimana anggota mampu menjadi customer advocacy bagi merek credit union.

It's the age of PARTICIPATION.
It's the age of ENGAGEMENT.
It's the age of MASS COLABORATION.

Lahirnya web 2.0 tools seperti blogs, wikis, podcast, RSS, Technorati, Feedster, LifeJournal, Tag, Digg telah memungkinkan konsumen terlibat aktif dalam proses penciptaan nilai (co-creation)bagi bisnis credit union.'... thanks to web 2.0 technologies'.

Pemangsa dan Korban

Posted: Selasa, 17 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Mudah-mudahan tulisan ini menjumpai Anda dan orang-orang tercinta Anda dalam kesehatan yang prima dan selalu dalam limpahan anugrah dari Yang Mahakuasa.

Semoga Anda semua berada di ujung pekan yang membahagiakan, dengan pencapaian-pencapaian hasil yang membawa kebaikan bagi banyak orang, dengannya Anda menjadi yang terpilih untuk penyebaran kebaikan.

Salam kenal bagi teman-teman yang baru bergabung dan terimalah salam hangat dari saya, kehadiran Anda semua merupakan keberkahan yang luar biasa yang dikirimkan oleh Beliau yang Mahakasih.

Sahabat sekalian, dalam sebuah kesempatan, Mario Teguh menyampaikan bahwa ada dua jenis manusia, yaitu type korban dan type pemangsa. Saat itu Pak Mario bertanya kepada saya: "Kalau Mas Anang termasuk type yang mana?

Madu dan Racun atau Air dan Pupuk?

Posted: Selasa, 17 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Seseorang yang bijak suatu ketika diancam akan dibunuh oleh seorang penjahat. Namun, sebelum penjahat itu melaksanakan niatnya, orang bijak memintanya agar mengabulkan permintaannya yang terakhir. ‘Potonglah dahan pohon itu’, kata si orang bijak. ‘Satu tebasan pedang cukup untuk memotongnya’, penjahat pun kemudian bertanya, ‘Apa lagi?’. Orang bijak berkata, ‘Kembalikan dahan itu ke pohonnya’. Penjahat itu tertawa, ‘Engkau gila. Kau pikir ada orang yang dapat melakukan hal itu?’. ‘Sebaliknya, engkaulah yang gila’, ujar si orang bijak. ‘Engkau merasa berkuasa karena dapat melukai dan menghancurkan. Itu pekerjaan anak-anak. Orang yang sungguh berkuasa tahu cara menciptakan dan menyembuhkan’.

Cerita tadi menggambarkan dua paradigma mengenai kekuasaan. Paradigma pertama saya sebut sebagai Paradigma Madu dan Racun (istilah ini diambil dari lagu Ari Wibowo di era 80-an). Dalam paradigma ini, kekuasaan diidentikkan dengan kemampuan memaksa orang lain agar mereka mau melakukukan apa yang kita inginkan. ‘Madu’ kita berikan pada mereka yang menaati perintah kita, sedangkan mereka yang membangkang akan mendapatkan ‘racun’ sebagai balasannya. Kekuasaan seperti ini hanya akan menimbulkan ketakutan dan penghormatan semu.

Regenerasi, Penipu, Pemimpin

Posted: Selasa, 17 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Penipu dan pemimpin bisa datang dari arena yang sama. Bedanya bisa dilihat setelah keduanya ‘pensiun’. Seorang pemimpin, kata Peter Drucker, akan meninggalkan organisasi dan melihat organisasi itu berjalan tetap sesuai dengan visi yang sudah ia pancangkan. Ia akan berubah menjadi penipu, jika organisasi tersebut hancur lebur setelah ia tinggalkan.

Peter Drucker, yang dijuluki ‘Bapak Teori Manajemen Modern’, tentu saja sedang mencemooh para pemimpin yang tidak bertanggung jawab, para pemimpin yang egois, mereka yang tidak segera menyiapkan pengganti menjelang masanya usai. Pemimpin yang menjadi penipu adalah mereka yang berpikir jangka pendek, hanya berpikir bagaimana organisasi di zamannya saja. Pemimpin yang begini biasanya visinya juga kacau dan tidak fokus. Ia mempraktekkan gaya kepemimpinan yang mendasarkan diri sepenuhnya kepada jabatan, pangkat, dan gelar.

Saya selalu menekankan, kata Ducker, pemimpin bukan jabatan, bukan pula pangkat, apalagi gelar. Pemimpin adalah tindakan. Karena itu basis kepemimpinan adalah individu dan kepercayaan. Kepemimpinan harus dimulai dari diri sendiri. Pemimpin itu adalah kita, bukan dia, atau mereka. Panutan, menjadi peran yang sangat sentral dari empat peran seorang pemimpin yang lain, yaitu penyelaras, pemberdaya, dan perumus visi.

Sementara kepercayaan menjadi perekat dan fondasi bagi seorang pemimpin. Kepercayaan itu gratis. Kepercayaan akan datang sendiri jika kita bisa menggabungkan komitmen, konsistensi, dan karakter yang kita miliki. Kita akan mendapat kepercayaan dari orang lain, karena kita memang dianggap layak dengan kemampuan kita. Meskipun gratis, kepercayaan juga sekaligus mahal. Ia tak akan mudah kembali jika sudah runtuh atau pergi.

Hidup adalah Kesempatan

Posted: Senin, 16 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
3

Setiap hari yang Anda dan saya jalani adalah hadiah yang sangat indah dari Yang Maha Memiliki yang menjadikan keseluruhan kehidupan kita penuh dengan makna dan warna-warni kebahagiaan.

Untuk merasa bahagia, bingung, kecewa, sedih, atau marah adalah masalah keputusan. Bila Anda memutuskan untuk merasa berbahagia maka bahagialah Anda. Dengannya, kebahagiaan Anda sebetulnya adalah hasil dari ketepatan keputusan-keputusan Anda.

Mohon Anda sadari bahwa perasaan-perasaan itu ada, dan kita sendiri yang dapat mencegah pikiran dan tindakan kita dari melakukan yang baik, tetapi kita juga dapat mendorong diri untuk lebih banyak melakukan kebaikan.

Itu sebabnya, jangan pernah menelantarkan perasaan Anda ke dalam sebuah perasaan yang sulit dimengerti oleh diri Anda sendiri dan orang lain.

Unconditional Love

Posted: Senin, 16 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Ada cerita cinta buat teman-teman yang kemarin Sabtu rayakan Valentine Day. Semoga mampu menginspirasi...

Lima tahun usia pernikahanku dengan Ellen sungguh masa yang sulit.
Semakin hari semakin tidak ada kecocokan diantara kami.
Kami bertengkar karena hal-hal kecil.
Karena Ellen lambat membukakan pagar saat aku pulang kantor.
Karena meja sudut di ruang keluarga yang ia beli tanpa membicarakannya denganku, bagiku itu hanya membuang uang saja.

Hari ini, 27 Agustus adalah ulang tahun Ellen.
Kami bertengkar pagi ini karena Ellen kesiangan membangunkanku.
Aku kesal dan tak mengucapkan selamat ulang tahun padanya,
kecupan di keningnya yang biasa kulakukan di hari ulang tahunnya tak mau kulakukan.
Malam sekitar pukul 7, Ellen sudah 3 kali menghubungiku untuk memintaku segera pulang dan makan malam bersamanya, tentu saja permintaannya tidak kuhiraukan.

Jam menunjukkan pukul 10 malam, aku merapikan meja kerjaku dan beranjak pulang.
Hujan turun sangat deras, sudah larut malam tapi jalan di tengah kota Jakarta masih saja macet, aku benar-benar dibuat kesal oleh keadaan.
Membayangkan pulang dan bertemu dengan Ellen membuatku semakin kesal!
Akhirnya aku sampai juga di rumah pukul 12 malam, dua jam perjalanan kutempuh yang biasanya aku hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di rumah.

Kulihat Ellen tertidur di sofa ruang keluarga.
Sempat aku berhenti di hadapannya dan memandang wajahnya.
"Ia sungguh cantik" kataku dalam hati, "Wanita yang menjalin hubungan denganku selama 7 tahun sejak duduk di bangku SMA yang kini telah kunikahi selama 5 tahun,
tetap saja cantik". Aku menghela nafas dan meninggalkannya pergi, aku ingat kalau aku sedang kesal sekali dengannya.

Aku langsung masuk ke kamar.
Di meja rias istriku kulihat buku itu, buku coklat tebal yang dimiliki oleh istriku.
Bertahun-tahun Ellen menulis cerita hidupnya pada buku coklat itu.
Sejak sebelum menikah, tak pernah ia ijinkan aku membukanya.
Inilah saatnya! Aku tak mempedulikan Ellen, kuraih buku coklat itu dan kubuka halaman demi halaman secara acak.

14 Februari 1996.
Terima kasih Tuhan atas pemberian-Mu yang berarti bagiku, Vincent, pacar pertamaku yang akan menjadi pacar terakhirku. Hmm... aku tersenyum, Ellen yakin sekali
kalau aku yang akan menjadi suaminya.

6 September 2001.
Tak sengaja kulihat Vincent makan malam dengan wanita lain sambil tertawa mesra.
Tuhan, aku mohon agar Vincent tidak pindah ke lain hati...
Jantungku serasa mau berhenti...

23 Oktober 2001.
Aku menemukan surat ucapan terima kasih untuk Vincent, atas candle light dinner di hari ulang tahun seorang wanita dengan nama Melly.
Siapakah dia Tuhan?
Bukakanlah mataku untuk apa yang Kau kehendaki agar aku ketahui.
Jantungku benar-benar mau berhenti.
Melly, wanita yang sempat dekat denganku disaat usia hubunganku dengan Ellen telah mencapai 5 tahun.
Melly, yang karenanya aku hampir saja
mau memutuskan hubunganku dengan Ellen karena kejenuhanku.
Aku telah memutuskan untuk tidak bertemu dengan Melly lagi setelah dekat dengannya selama 4 bulan, dan memutuskan untuk tetap setia kepada Ellen.
Aku sungguh tak menduga kalau Ellen mengetahui hubunganku dengan Melly.

4 Januari 2002.
Aku dihampiri wanita bernama Melly, Ia menghinaku dan mengatakan Vincent telah selingkuh dengannya. Tuhan, beri aku kekuatan yang berasal daripadaMu.
Bagaimana mungkin Ellen sekuat itu, ia tak pernah mengatakan apapun atau menangis di hadapanku setelah mengetahui aku telah menghianatinya. Aku tahu Melly, dia pasti telah membuat hati Ellen sangat terluka dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulutnya. Nafasku sesak, tak mampu kubayangkan apa yang Ellen rasakan saat itu.

14 Februari 2002.
Vincent melamarku di hari jadi kami yang ke-6. Tuhan apa yang harus kulakukan?
Berikan aku tanda untuk keputusan yang harus kuambil.

14 Februari 2003.
Hari minggu yang luar biasa, aku telah menjadi Nyonya Alexander Vincent Winoto.
Terima kasih Tuhan!

18 Juli 2005.
Pertengkaran pertama kami sebagai keluarga.
Aku harap aku tak kemanisan lagi membuatkan teh untuknya.
Tuhan, bantu aku agar lebih berhati-hati membuatkan teh untuk suamiku.

7 April 2006.
Vincent marah padaku, aku tertidur pulas saat ia pulang kantor sehingga ia menunggu di depan rumah agak lama. Seharian aku berada mall mencari jam idaman Vincent,
aku ingin membelikan jam itu di hari ulang tahunnya yang tinggal 2 hari lagi.
Tuhan, beri kedamaian di hati Vincent agar ia tidak marah lagi padaku, aku tak akan tidur di sore hari lagi kalau Vincent belum pulang walaupun aku lelah.
Aku mulai menangis, Ellen mencoba membahagiakanku tapi aku malah memarahinya
tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Jam itu adalah jam kesayanganku
yang kupakai sampai hari ini, tak kusadari ia membelikannya dengan susah payah.

15 November 2007.
Vincent butuh meja untuk menaruh kopi di ruang keluarga, dia sangat suka membaca di sudut ruang itu. Tuhan, bantu aku menabung agar aku dapat membelikan sebuah meja,
hadiah Natal untuk Vincent.
Aku tak dapat lagi menahan tangisanku, Ellen tak pernah mengatakan meja itu
adalah hadiah Natal untukku. Ya, ia memang membelinya di malam Natal dan menaruhnya hari itu juga di ruang keluarga.

Aku sudah tak sanggup lagi membuka halaman berikutnya.
Ellen sungguh diberi kekuatan dari Tuhan untuk mencintaiku tanpa syarat.
Aku berlari keluar kamar, kukecup kening Ellen dan ia terbangun.
"Maafkan aku Ellen, Aku mencintaimu, Selamat ulang tahun."


Marketing Your Love!

Posted: Senin, 16 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Valentine Day! Mungkin tidak semua orang bisa menikmati, memberi makna dan merasakan maknanya. Tapi saya yakin, love atau cinta, semua bisa menikmati, memberi makna dan bahkan jauh lebih bisa merasakan maknanya. Itulah hebatnya cinta. Tuhan memberikan kekuatan cinta pada manusia ketika pertama kali kita dilahirkan. Kita langsung menangis ketika dilahirkan, itu pertanda bahwa kita diberikan tangis yang penuh makna. Tangis dimana kita siap untuk 'menderita', itulah yang membuat kita tidak saja ingin bertahan dalam hidup, tapi juga bertumbuh. Semua karena cinta, bukan?

Cinta dan kasih sayang kadang memang menyakitkan, apalagi bila kita merasakan dikecewakan olehnya. Tapi ingat, kita tidak mendapatkan apa yang kita mau dalam hidup ini, tapi kita mendapatkan apa yang kita butuhkan. Kita meminta keberanian dan ketegaran dalam hidup, maka kita diberikan begitu banyak masalah beserta risikonya untuk kita hadapi. Dan ketika kita meminta cinta, maka kita diberikan begitu banyak saudara, teman, pasangan hidup, anak, orang tua dan semua orang di sekitar kita untuk kita bisa mencintai mereka.

Cinta itu tidak ubahnya seperti merek. Ingat, brand itu benda mati yang tidak akan pernah ada maknanya jika kita tidak memaknainya dengan image. So, kita membutuhkan image untuk bisa memasarkan cinta kita. Bungkuslah cinta kita dengan keberanian, dengan kata-kata gombal, tindakan yang berbeda dari orang lain, dan tentunya dengan ketulusan.

Menyiasati Kondisi dengan Pemasaran Cerdas

Posted: Senin, 16 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Beberapa hari terakhir ini masyarakat kembali dihadapkan pada kenyataan naiknya harga-harga barang. Sepintas, landskap bisnis bagi perusahaan di Indonesia tampak semakin berat saja. Rasanya hampir semua industri akan terkena dampak fenomena ini karena menurunnya daya beli konsumen secara umum. Namun, sejarah membuktikan bahwa hanya para pemasar sejatilah yang mampu tetap optimistis dan menemukan peluang dalam keadaan krisis sekalipun.

Kalau boleh membandingkan antara krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada 1998, kenaikan bahan bakar minyak-gas pada akhir 2005, dan fenomena saat ini, ada pelajaran yang dapat kita petik. Secara umum, tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk kebutuhan sekunder menurun dan akhirnya memaksa para pemasar memutar otak dalam aktivitas pemasaran mereka. Hal ini disebabkan penurunan dua hal, anggaran pemasaran dan daya beli konsumen. Itulah sebabnya, kita perlu mengadopsi gagasan low budget high impact marketing (pemasaran anggaran terbatas dengan dampak tinggi).

Pertama-tama, harus kita ingat baik-baik bahwa tidak ada obat mujarab dan instan untuk semua kondisi. Anggaran rendah belum tentu kecil nominalnya, tetapi lebih pada relativitasnya. Secara mudah, saya membagi usaha pemasaran dan dampaknya dalam empat kuadran. Pertama, seven dwarfs. Tidak ada upaya pemasaran yang dilakukan kecuali diskon. Anggarannya rendah dan hasilnya minim.

Kedua, snow white. Segala upaya pemasaran dilakukan dengan anggaran tinggi, tetapi hasil tetap saja minimal. Ketiga, legacy. Ini yang banyak dilakukan mayoritas perusahaan besar saat ini. Mereka melakukan berbagai aktivitas pemasaran dengan anggaran yang melimpah pula. Namun pada kasus ini, hasil yang didapatkan memang hebat dan dahsyat. Ini baru sepadan namanya.

Sebenarnya ada langkah yang lebih cerdas, yaitu apa yang saya sebut dengan new wave marketing. Ide new wave marketing adalah dengan anggaran yang relatif lebh rendah, bisa memberikan hasil yang sama dengan jenis legacy. Caranya? Saya akan tetap merujuk pada trilogi pemasaran strategisnya Hermawan Kartajaya, yaitu manajemen produk (product and service management), manajemen merek (brand management), dan manajemen pelanggan (customer-insight management).

Pada paradigma lama, manajemen produk didominasi oleh in house collaboration. Manajemen merek juga terlalu terpaku pada penggunaan media komersial. Adapun manajemen pelanggan cukup banyak disetir database pelanggan. Semua bentuk trilogi tersebut di atas masih penting tentunya, tetapi tidak cukup lagi. Teknologi, sebagai pendorong utama perubahan, telah menjadikan atau memungkinkan para pemasar mengadopsi berbagai aktivitas pemasaran yan lebih efisien dan menarik hati konsumennya.

Banyak Tahu Tapi Tidak Melakukan. Mengapa?

Posted: Senin, 16 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Seseorang yang bijak datang ke sebuah desa dan menetap di sana untuk memberikan pencerahan. Ketika ia berceramah, orang-orang desa berduyun-duyun datang memenuhi balai desa untuk mendengarkannya. Ceramahnya sangat menarik dan membuat orang-orang tercerahkan. Karena itu, mereka selalu tak sabar menunggu datangnya minggu-minggu berikutnya. Namun, penduduk kemudian menemukan fakta: orang bijak ini ternyata selalu menyampaikan ceramah yang sama. Mereka pun curiga bahwa orang ini sebenarnya seorang penipu yang hanya mengetahui satu materi ceramah.

Tak dapat lagi menahan kesabaran, penduduk desa beramai-ramai mendatangi orang bijak ini dan bertanya, ‘Tak dapatkah Anda menyampaikan ceramah yang lain?’. Ditanya demikian, orang bijak ini hanya tersenyum dan berkata, ‘Saya belum melihat Anda melakukan apa yang saya sampaikan dalam ceramah pertama. Jadi, mengapa saya harus membebani Anda dengan hal yang lain?’.

Apa yang dikatakan orang bijak tersebut sebetulnya sering kita alami. Banyak di antara kita yang kerap merasa cukup hanya dengan mengetahui sesuatu. Kita membaca banyak buku, mengikuti berbagai diskusi, menghadiri berbagai pelatihan. Namun, perilaku kita tidak juga berubah. Kita tidak melakukan apa-apa. Kebiasaan lama yang tidak efektif masih terus kita jalankan. Ini tentu saja sebuah pemborosan biaya yang tidak sedikit. Akhirnya knowledge dan science Anda bukan lagi menjadi sebuah investasi, melainkan cost.

Simbol Sukses

Posted: Senin, 16 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Di benak semua orang, kesuksesan seseorang biasanya diukur dari sisi finansial. Kalau Anda sukses dan punya uang banyak, Anda barangkali akan membeli barang yang tidak mudah dimiliki oleh setiap orang. Barang-barang tersebut menjadi lambang kesuksesan yang tentunya layak dipamerkan. Dalam sebuah kelompok masyarakat, biasanya memang ada simbol-simbol yang menunjukkan kesuksesan seseorang. Berlian, fashion, mobil, gadget, dan kondominium adalah produk yang bisa menjadi simbol sukses. umumnya memang produk-produk premium yang dijadikan ukuran. Di negara-negara yang sudah sangat maju, kapal pesiar dan jet pribadi adalah simbol lain yang menunjukkan kesuksesan.

Dari semua simbol, mobil adalah bentuk yang paling mudah dan paling banyak dijadikan ukuran. Semakin mahal mobilnya, maka orang tersebut terlihat semakin sukses. Padahal, harga jual kembali mobil yang mahal justru seringkali lebih turun ketimbang mobil menengah ke bawah. Namun image mereklah yang membuat mobil tersebut tampak mewah. Wajar saja harga jualnya jatuh karena untuk orang-orang kaya, harga jual kembali bukanlah faktor terpenting.

Simbol-simbol sukses pun ternyata ada masanya. Pada zaman dulu, kesuksesan diukur dari jumlah dan jenis ternak yang dimiliki. Sapi adalah simbol sukses seseorang. Semakin maju ekonomi, simbol sukses juga berubah. Dalam masyarakat yang ekonominya masih lemah seperti petani, motor sudah dijadikan ukuran kesuksesan, karena orang lain mungkin masih banyak yang menggunakan sepeda. Dengan semakin tingginya kesejahteraan masyarakat, konsumen selalu mencari-cari simbol sukses baru pada produk lain.

Di Indonesia, dua contoh produk yang menjadi tren simbol sukses oleh orang awam adalah Nokia Communicator dan Toyota Alphard. Kalau sudah menggenggam Nokia Communicator terbaru, kita lebih terlihat sebagai karyawan yang sukses. Ada beberapa perusahaan yang sampai mengganti semua handphone direksinya dengan Nokia Communicator yang baru. Ini dilakukan untuk ‘jaim’ (jaga image). Jangan sampai bos tampak kalah keren dengan manajernya. Kalau orang melihat direksi perusahaan menggunakan handphone model lama, itu artinya usahanya lagi ‘seret’. Begitu pula, jika seseorang sudah memakai Toyota Alphard, maka dia bisa tergolong orang yang sukses. Mungkin karena banyak artis yang menggunakannya, maka orang kaya pun harus memakai mobil yang sama supaya terlihat glamour. Itulah sebabnya Alphard menjadi simbol kesuksesan.

Excellent Customer Service Culture

Posted: Senin, 16 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

All business is a service business. So, treat your customer exactly like the way you want to be treated when you are someone else’s customer...

Misi setiap usaha, perusahaan, community brand ataupun personal brand adalah meraih kesetiaan setiap pelanggannya. Semua bisnis – mulai dari sebuah kantor dokter gigi di kota kecil sampai sebuah jaringan hotel internasional, dari sebuah toko kecil sampai sebuah bengkel – memerlukan satu hal yang sama, yaitu kesetiaan pelanggan. Dan kabar baik bagi Anda adalah bisnis Anda akan sukses jika Anda mengembangkan kesetiaan pelanggan. Tetapi, ada yang harus diperhatikan, lawan kesetiaan pelanggan bukanlah ketidaksetiaan, tetapi sikap apatis pelanggan. Pelanggan yang mempunyai keluhan atau lari ke toko lain untuk mendapat keuntungan dari pesaing Anda, bukanlah ancaman yang paling besar bagi Anda. Anda harus lebih khawatir terhadap semua yang dahulu menjadi pelanggan Anda tetapi sekarang sudah tidak lagi peduli dengan Anda.

Survei yang dilakukan oleh beberapa perusahaan menunjukkan angka yang mengejutkan, bahwa ternyata pelanggan berpaling dan meninggalkan kita karena ‘lemahnya’ pelayanan (service) kita. Kecenderungan yang terjadi di banyak perusahaan, termasuk juga credit union, standar pelayanan perusahaan biasanya rigid dan menciptakan budaya servis sebagai sebuah tugas bisnis, sebagai tugas terhadap penguatan brand Anda. Semestinya, jika servis telah menjadi sebuah budaya dalam perusahaan, servis tersebut berperan sebagai Service dalam huruf S besar. Bukan saja after service, before service atau product service tapi servis yang mampu menjadi solusi bagi pelanggan Anda. ‘… if you have problems, please come to me, I have solution’, kira-kira seperti ini yang akan Anda janjikan kepada pelanggan Anda. Solution is your positioning. Jika sudah seperti ini servis menjadi ‘panggilan jiwa’ bagi seluruh elemen perusahaan Anda.

Excellent People Excellent Business

Posted: Senin, 16 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0


Transformasi credit union sangat dipengaruhi oleh kemampuan human capital. Dengan pengembangan excellence human capital, paling tidak human capital credit union mampu menjalankan excellence business.

Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan pembukaannya di buku Excellent People, Excellent Business, menegaskan bahwa kemampuan aset manusia yang dimiliki oleh BUMN sangatlah besar untuk dikembangkan, dan diyakini mampu menghasilkan kinerja prima melalui pengembangan human capital yang berbasis kepada keunikan lokal Indonesia, yang dipercaya dapat menjadi pemicu kinerja excellent. Bagi saya ini menarik bila ‘ditransfomasikan’ pada credit union. Sekarang ini saat yang tepat bagi credit union untuk melakukan transformasi. Hilir dan hulunya adalah human capital ini. Kita punya begitu banyak keunggulan untuk melancarkan proses transformasi ini. bekerja sama, talenta gotong royong, mudah diajak kerja mungkin dapat digali lebih dalam dan ditambah dengan kejujuran, untuk benar-benar menjadi kekuatan human capital Indonesia.

Jujur saya sangat berharap, akan peran human capital dalam memajukan credit union, sehingga terwujud credit union yang world class company. Namun mimpi itu akan terwujud, apabila credit union mampu melakukan penataan kembali sistem pengelolaan dan pembinaan human capital yang ada di dalamnya selama ini.

Kita semua berharap agar credit union tidak sekadar menjadi kampiun di daerah-daerah tertentu. Tapi credit union dengan total aset yang sedemikian besar, mampu menjadi pemain dunia, yang didasarkan pada penggalian potensi-potensi human capital, yang berubah fungsinya. Tidak saja jadi alat, namun menjadi modal utama dalam mewujudkan tujuan perusahaan, dan ke depan human capital bisa menjadi andalan dalam penentuan daya saing credit union. Namun credit union harus mempunyai standarisasi kompetensi sumber daya manusia yang tepat terlebih dahulu.

Seperti yang dikatakan Pakar Manajemen Indonesia, Rhenald Kasali, bahwa harta perusahaan sesungguhnya bukan people, melainkan the right people. Mereka inilah yang menjadi motor penggerak, membawa perusahaan fit dengan beradaptasi menavigasi perusahaan ke masa depan. Diakui juga, dengan kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki, selama ini credit union telah memegang peranan penting dalam sektor perekonomian. Kontribusi credit union kepada negara memang masih sangat kecil, namun emotional dan functional benefit yang dirasakan dan diterima masyarakat bisa dijadikan acuan. Dan yang perlu diperhatikan dan dipahami, kontribusi yang ‘kecil’ kepada negara, jangan diukur dari besarnya devide dan pajak kepada negara, namun demikian besar peran credit union dalam mengurangi tingkat pengangguran dan penciptaan lapangan kerja.

Di tengah kiprahnya itu, credit union menghadapi berbagai tantangan berat, terutama tingkat persaingan bisnis yang demikian ketat. Oleh karena itu, peningkatan value menjadi suatu kebutuhan mendasar bagi credit union guna menghadapi persaingan global. Salah satu fondasi peningkatan credit union tersebut adalah perubahan sistem manajemen human capital credit union.