Regenerasi, Penipu, Pemimpin

Posted: Selasa, 17 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Penipu dan pemimpin bisa datang dari arena yang sama. Bedanya bisa dilihat setelah keduanya ‘pensiun’. Seorang pemimpin, kata Peter Drucker, akan meninggalkan organisasi dan melihat organisasi itu berjalan tetap sesuai dengan visi yang sudah ia pancangkan. Ia akan berubah menjadi penipu, jika organisasi tersebut hancur lebur setelah ia tinggalkan.

Peter Drucker, yang dijuluki ‘Bapak Teori Manajemen Modern’, tentu saja sedang mencemooh para pemimpin yang tidak bertanggung jawab, para pemimpin yang egois, mereka yang tidak segera menyiapkan pengganti menjelang masanya usai. Pemimpin yang menjadi penipu adalah mereka yang berpikir jangka pendek, hanya berpikir bagaimana organisasi di zamannya saja. Pemimpin yang begini biasanya visinya juga kacau dan tidak fokus. Ia mempraktekkan gaya kepemimpinan yang mendasarkan diri sepenuhnya kepada jabatan, pangkat, dan gelar.

Saya selalu menekankan, kata Ducker, pemimpin bukan jabatan, bukan pula pangkat, apalagi gelar. Pemimpin adalah tindakan. Karena itu basis kepemimpinan adalah individu dan kepercayaan. Kepemimpinan harus dimulai dari diri sendiri. Pemimpin itu adalah kita, bukan dia, atau mereka. Panutan, menjadi peran yang sangat sentral dari empat peran seorang pemimpin yang lain, yaitu penyelaras, pemberdaya, dan perumus visi.

Sementara kepercayaan menjadi perekat dan fondasi bagi seorang pemimpin. Kepercayaan itu gratis. Kepercayaan akan datang sendiri jika kita bisa menggabungkan komitmen, konsistensi, dan karakter yang kita miliki. Kita akan mendapat kepercayaan dari orang lain, karena kita memang dianggap layak dengan kemampuan kita. Meskipun gratis, kepercayaan juga sekaligus mahal. Ia tak akan mudah kembali jika sudah runtuh atau pergi.



Teori manajemen sudah mengakui mekanisme pasar adalah sebuah sarana menyaring seorang pemimpin. Demokrasi, karena itu, memungkinkan orang yang layak dipercaya oleh sebagian besar anggota organisasi tampil sebagai pemimpin. Tentu saja jika asosiasi pemimpin adalah mereka yang duduk di puncak. Walaupun yang duduk di bawah juga pada hakikatnya adalah pemimpin.

Dalam demokrasi, pemimpin yang tidak akan terpilih lagi. Tak heran jika ada yang mengatakan demokrasi sejenis hukum alam. Sistem ini ada sebelum Socrates berkeliling ke pojok-pojok Yunani mengenalkan sistem ini. Socrates hanya merumuskan dari apa yang sudah disediakan alam. Tunggu. Bukankah penelitian, research dalam bahasa Inggris, mengandung pengertian kembali? Kembali menemukan. Artinya, hal-hal yang baru itu sebetulnya sudah ada jauh sebelumnya. Manusia hanya merumuskan apa yang sudah ada itu.

Paradigmalah, di sini, yang berperan. Seorang pemimpin mampu membawa setiap orang di sekelilingnya melihat sesuatu dengan paradigma yang sesuai dengan visi yang sudah disepakato bersama. Jika ini sudah terjadi, siapapun yang menjadi pemimpin dari organisasi itu, setiap orang akan selalu menegakkan visi itu, apapun tantangan yang mereka hadapi.

Regenarasi menjadi penting. Pergantian kepemimpinan selalu membawa dampak pada organisasi. Peralihan tampuk selalu menimbulkan gejolak, baik itu gejolak yang bersifat positif dalam bentuk kemajuan, maupun negatif berupa kemunduran. Di sinilah pertaruhan seorang pemimpin.

Beberapa waktu lalu merebak wacana pemimpin muda. Tentua saja wacana ini bukan lahir karena ketidakpercayaan pada pemimpin-pemimpin berumur. Tapi lebih kepada regenerasi itu tadi. Regenerasi ini penting bukan saja soal pengalihan kepemimpinan, melainkan juga sebagai ujian sejauhmana kualitas para pemimpin generasi ‘tuwir’. Apakah mereka penipu ataukah pemimpin sejati.

Cara keluar dari gelanggan dengan elegan, kata Drucker, adalah menciptakan fondasi yang kokoh bagi organisasi yang sedang kita bangun. Sekali lagi, tanggung jawab! ■

0 komentar: