Meaning of Life

Posted: Jumat, 27 Februari 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Orang bijak akan selalu gembira dan senantiasa menularkan kegembiraannya kepada setiap orang yang dikenal.

Alkisah, ada seorang pemuda tampak mendatangi seorang tua bisa yang tinggal di sebuah desa yang begitu damai. Setelah menyapa dengan santun, si pemuda menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya. 'Paman, saya menempuh perjalanan jauh ini, sesungguhnya untuk menemukan jawaban, bagaimana caranya membuat diri sendiri selalu gembira dan bahagia? Dan, sekaligus pula bisa membuat orang lain selalu bergembira?'

Sesaat, si paman menatap sambil menilai kesungguhan raut wajah rupawan di hadapannya. Sambil tersenyum bijak, dia berkata, 'Anak muda, mengingat usiamu yang masih begitu muda, terus terang paman terkejut dan tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. Seusiamu punya keinginan begitu, sungguh tidak biasa. Orang banyak yang datang ke sini dan berumur lebih tua darimu saja, belum tentu mereka tahu tentang pertanyaan itu, apalagi untuk mengerti jawaban yang paman berikan. Tapi baiklah, untuk memenuhi keinginanmu agar kamu bisa selalu bergembira dan membuat orang lain juga gembira, maka paman akan memberimu empat kalimat. Perhatikan baik-baik ...'



Pertama, anggap dirimu sendiri seperti orang lain! Kemudian, si paman melanjutkan dengan pertanyaan, 'Anak muda, apakah kamu mengerti kalimat pertama ini? Coba pikir baik-baik dan beri tahu paman apa pengertianmu tentang hal ini?'
Sejurus kemudian, si pemuda dengan gembira menjawab, 'Aha ..., saya coba jawab ya paman, tapi tolong dikoreksi jika salah. JIka saya bisa menganggap diri saya seperti orang lain, maka saat saya menderita, sakit dan sebagainya, dengan sendirinya perasaan sakit itu akan jauh lebih berkurang. Begitu juga sebaliknya, jika saya mengalami kegembiraan yang luar biasa, maka kegembiraan itu tidak akan membuatku lupa diri. Apakah betul, paman?'

Dengan wajah senang si paman menganggukkan kepala dan melanjutkan perkataannya.
Kedua, anggap orang lain seperti dirimu sendiri!
Pemuda itu terliha berpikir sejenak. Kemudian, perlahan ia mengulangi kata-kata si paman, 'Anggap orang lain seperti diri kita sendiri ... Dengan menganggap orang lain seperti diri kita, maka saat orang lain sedang tidak beruntung, kita bisa berempati, bahkan, mengulurkan tangan untuk membantu. Kita juga bisa menyadari akan kebutuhan dan keinginan orang lain. Berjiwa besar serta penuh toleransi. Betul begitu, paman?'

Dengan raut wajah makin cerah, si paman kembali mengangguk-anggukkan kepala dan berkata, 'Lanjut ke kalimat ketiga'.

Anggap orang lain seperti diri mereka sendiri!
Si anak muda terlihat kembali berpikir. Tak lama, ia mengutarakan pendapatnya, 'Kalimat ketiga menunjukkan bahwa kita harus menghargai privasi orang lain, menjaga hak asasi setiap manusia dengan sama dan sejajar. Sehingga, kita tidak perlu saling menyerang wilayah dan menyakiti orang lain. TIdak saling mengganggu. Setiap orang berhak menjadi dirinya sendiri. Bila terjadi ketidakcocokan atau berbeda pendapat, masing-masing bisa saling menghargai dan menghormati perbedaan tersebut'.

Selesai berkata-kata, terdengar sang paman tertawa dan kemudian berkata, 'Bagus, bagus sekali! Ketiga kalimat telah kamu artikan dengan sangat baik. Nah, sekarang kalimat keempat'.
Anggap dirimu sebagai dirimu sendiri!
Paman telah menyelesaikan semua jawaban atas pertanyaan si pemuda. Si paman berkata, 'Kalimat yang terakhir memang sesuatu yang sepertinya tidak biasa. Karena itu, renungkan baik-baik'.

Sampai beberapa waktu, pemuda itu tampat kebingungan. Wajahnya berkerut, tanda bahwa ia berusaha mencari arti dari kalimat sang paman. Maka, ia pun kembali bertanya, 'Paman, setelah memikirkan keempat kalimat tadi, saya merasa ada ketidakcocokan, bahkan ada yang kontradiktif. Bagaimana caranya saya bisa merangkum keempat kelimat tersebut menjadi satu? Dan, perlu waktu berapa lama untuk mengerti semua kalimat itu sehingga aku bisa selalu bergembira dan sekaligus bisa membuat orang lain juga gembira?'
Spontan si paman menjawab, 'Mudah saja. Renungkan dan gunakan waktumu seumur hidup untuk belajar dan mengalaminya sendiri'.

Begitulah, kisah berlanjut dengan perputaran waktu yang berlalu dengan cepat. Si pemuda telah melanjutkan berkelana di kehidupannya. Ia kemudian mendapati dirinya makin berusia lanjut dan akhirnya meninggal. Sepeninggalnya, orang-orang sering menyebut namanya dan membicarakannya.

Sahabat-sahabatku sekalian, cerita tadi memang sesuatu yang biasa, namun kata-kata yang disampaikan oleh si paman sungguh luar biasa. Bukan sesuatu yang mudah untuk dimengerti, apalagi dipraktikkan.

Sebagai makhluk sosial, kita dituntut untuk belajar mencintai kehidupan dan belajar berinteraksi dengan manusia lain di muka bumi ini. Selama kita mampu menempatkan diri, tahu dan mampu menghargai hak-hak orang lain, serta mengerti pula keberadaan jati diri sendiri di setiap jenjang proses kehidupan, maka kita akan menjadi manusia yang lentur. Dengan begitu, kemanapun kita bergaul akan mendapat tempat dan selalu memberikan kehangatan, kedamaian, dan kegembiraan.

So, biarkan diri kita mengerjakan hal-hal yang dapat membangun pribadi kita dengan sendirinya, bukan yang menghabiskan pribadi kita, dan nikmati apa yang akan terjadi ...

0 komentar: