Definisi 'Orang Besar' Menurut Sebastianus Hayong

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Pengalaman saya berorganisasi sejak remaja sangat membantu dalam mengelola hidup saya, terutama pada saat awal menjadi konsultan. Papa saya yang karyawan biasa sebuah perusahaan otobis selalu menjadi contoh bagaimana dia suka beraktivitas sosial. Begitu pula, almarhum Bapak Mertua saya, yang pegawai negeri perantauan dari Larantuka Flores. Kami merupakan keluarga sederhana.

Masa kecil saya, saya habiskan di kota kecil, yang dalam sejarah gereja Katolik Indonesia dikenal sebagai Bethlehem van Java, ya Muntilan. Saya baru mulai merantau saat saya kuliah S-1 di Universitas Udayana, Bali.

Sejak kecil, saya selalu didoktrin oleh Papa saya bahwa saya adalah orang Tionghoa, tapi warga negara Indonesia, bukan warga negara Tiongkok. Juga sudah biasa mendengar suara azan karena ada langgar di kampung saya. Saya biasa aktif ikut kerja bakti dan jaga malam di kampung, karena Papa saya aktif di situ.

Corporate Culture = Diferensiasi Di Tingkat Organisasi

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label: ,
0

Apa yang membedakan sebuah credit union dari credit union dan perusahaan lain? Tentu saja jawabannya misi dan visinya. Kalau mau ekstrem, apa bedanya antara organisasi mafia dan red cross? Wow jauh sekali, kan?

Misi yang satu nggak peduli ‘kemanusiaan’, sedangkan yang lain sangat peduli. Visinya juga pasti berbeda. Yang satu, mungkin ingin ‘menguasai’ kota tertentu, sedangkan yang satunya lagi bagaimana ‘memanusiakan’ kota tertentu.

Tapi, selain misi dan visi, ada satu lagi yang biasanya gampang ‘dikenali’ orang luar. Misi dan visi suatu organisasi atau perusahaan biasanya hanya diketahui ‘orang dalam’, itu pun belum tentu. Tapi, kalau values atau nilai-nilai suatu organisasi sering ‘terbedakan’ dari corporate culture-nya.

Everyones Are (Must Be) Customers!

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Suatu kali saya pernah bercerita tentang core elements of SME. Bukan small medium enterprise. Melainkan, sustainable marketing enterprise sebagai the real marketing company! Di situ everyones are marketers! Tidak peduli apa pun fungsinya. Semua seolah-olah sudah punya invisible contract dengan pelanggan.

Terus terang, saya terinspirasi perusahaan Jepang di masa jayanya. Semua perusahaan besar di Jepang waktu itu selalu memilih dengan hati-hati calon karyawan masing-masing. Mereka biasanya merekrut fresh graduate pada saat yang sama.

Pakailah TOWS, Bukan SWOT!

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label: ,
0

Ketika menulis buku pertama dengan Mas Yuswohady pada 2007-2008, saya mendapat kesempatan memopulerkan Model Credit Union Marketing. Konsep 4C dan Sembilan Elemen Marketing sudah saatnya dimodifikasi supaya lebih praktis lagi.

Supaya lebih gampang dimengerti juga!
Kan tugas saya bukan 'mempersulit' sesuatu yang sebenarnya 'mudah'. Tapi, justru 'mempermudah yang susah'. Ada tiga hal yang saya lakukan untuk simplification itu.

Mochtar Riyadi: Entrepreneur, Financier, and Marketer!

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Saya selalu kagum pada Pak Mochtar Riyadi yang bos Lippo itu. Saya banyak belajar dari dia. Dialah yang membantu Om Liem untuk membesarkan Bank Central Asia atau BCA.

Waktu itu Mochtar Riyadi memelopori Tahapan. Sangat sukses!
Itu mengambil kesempatan ketika Tabanas yang punya pemerintah tidak menarik. Maka, dialah yang mulai dengan Tabungan dengan hadiah ‘besar’.

Kelihatan besar, tapi kecil secara persentasi ketika omzet sudah sangat besar.

Namun, dari permulaan, dia sudah yakin bahwa penabung Indonesia itu memang suka undian. Apalagi ketika itu banyak orang yang ‘mimpi jadi cepat kaya’ dan tidak sadar bahwa kemungkinan menangnya kecil.

Tapi, itulah ‘basic instinct’ orang Indonesia.

What They Teach Me at Harvard Business School

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Harvard Business School (HBS) punya kontribusi tersendiri bagi saya dalam membangun hidup saya. Saya bukan lulusan sekolah bisnis paling tenar di dunia itu. Saya pun baru sekali ke sana, itupun karena diundang untuk ikut Executive Education Program, ikut Program for Case Methodology and Participant Cantered Learning, sampai ke diskusi dan makan siang dengan beberapa profesor di sana.

Namun dari sana, saya jadi pernah ikut Alumni Conference mereka di Tokyo sekitar 2-3 tahun lalu. Saya bisa berada di forum itu karena pernah mengikuti program eksekutif dua minggu "Strategic Marketing Management". Smart, kan? Dengan melakukan seperti itu, saya bangga karena dianggap sebagai alumni Harvard, sehingga dapat image lebih hebat lagi.

'Benar-benar Beda' vs 'Berani Tampil Beda'

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Diferensiasi merupakan elemen yang sangat penting semua elemen yang ada dalam konsep marketing versi siapapun. Tanpa menggunakan diferensiasi, Anda bukan marketer. Marketer sesungguhnya selalu berpikir untuk mendiferensiasikan dirinya dari orang lain.

Selalu memikirkan apakah diferensiasinya masih ‘valid’ dengan customer. Selalu memikirkan apakah diferensiasinya sudah ‘diikuti’ pesaing? Selalu berpikir bagaimana ‘memperkuat’ diferensiasinya. Atau, bahkan mengubah diferensiasinya kalau diikuti pesaing.

Nah, kalau dikaitkan dengan pergeseran competitive setting dari 2C ke 4C dalam lima tahap, diferensiasi juga begitu. Pada situasi monopoli 2C, diferensiasi cukup yang good for company. Karena itulah, pada zaman Orde Baru dulu, perusahaan-perusahaan yang mendapat hak monopoli hanya mendiferensiasikan diri di bidang produksi atau operasional. Harus efisien dan memenuhi target kualitas yang diharapkan. Mereka tidak perlu memerhatikan pesaing atau pelanggan.

Eat, Sleep, and Dream with Your Business!

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Pada akhir 1980-an di Indonesia memang sudah terasa semakin kencangnya ‘arus globalisasi’. Jadi, hal itu bukan hanya karena buku-buku dunia menulis tentang hal itu. Pak Harto sendiri yang masih ‘sangat kuat’ setelah berkuasa sejak 1967 memberikan sinyal itu. ‘Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, Indonesia akan mengalami globalisasi.’ Seperti itu kira-kira ucapan Pak Harto yang berupaya untuk mengingatkan setiap pelaku pasar.

Inilah hebatnya Pak Harto sebagai the real businessman.

Keep It Simple Stupid!

Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Sejak dulu saya mengagumi Kehnichi Ohmae. Dia seorang doktor, tapi juga konsultan di McKinsey. Jadi, cara berpikirnya tidak mbulet dan complicated.

Seorang konsultan dilatih untuk berpikir practical karena klien minta sesuatu yang bisa dijalankan. Klien tidak butuh suatu penelitian yang ngawang dan tidak menghasilkan suatu rekomendasi yang konkret.

Apalagi kalau penelitian yang kemudian membutuhkan penelitian selanjutnya. Nanti waktunya habis bikin penelitian saja tanpa ada tindakan. Itu namanya paralysis by analysis. Jadi lumpuh karena terlalu banyak analisis! Hehehe…

Kehnichi Ohmae memengaruhi banyak cara berpikir saya. Please simplify the complex thing, do not complicate the simple thing! Di dalam buku Mind of a Strategist yang sangat memengaruhi konsep saya disebutkan TIGA C.

Ohmae menulis bahwa strategi sebuah perusahaan haruslah didasarkan pada tiga pilihan. Pertama, Company-based Strategy. Lihat apa strength and weakness Anda terlebih dulu. Lantas, bikinlah strategi berdasar pada kekuatan, jangan kelemahan. Jangan memaksakan diri ‘masuk’ ke suatu area yang Anda sebenarnya tidak punya kompetensi.

Kelihatan sederhana, kan? Tapi sangat benar adanya. Orang banyak ‘silau’ akan suksesnya orang lain di suatu bidang dan ikut-ikutan. Akhirnya, gagal! Ingat lho, peluang tidak pasti pas untuk semua orang.

Jangan ikut-ikutan! Contohnya gampang!