Perjalan Seribu Langkah Dimulai dari Langkah Pertama

Posted: Jumat, 25 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0



1 Mei 2010, pagi...
Hari itu, di Indonesia, sensus nasional yang dilakukan sepuluh tahun sekali dimulai. Presiden dan semua kepala daerah, disensus pertama kali pagi itu. Dari semua data yang dikumpulkan secara populasi di seluruh Indonesia, akan didapatkan gambaran manusia Indonesia pada awal dekade baru, yaitu 2010 sampai 2019!

Sementara itu, di Shanghai, hari itu juga berlangsung pembukaan Shanghai Expo selama enam bulan. Slogannya adalah Better City, Better Life. Dahsyat! Shanghai seolah menobatkan diri sebagai ibukota dunia baru dalam dekade 2010-2019 ini.

Spiritual, Seimbang, dan Komprehensif

Posted: Kamis, 24 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0



Model SME atau sustainable market-ing enterprise-nya Pak HK banyak menarik perhatian orang. Philip Kotler yang menjadi Guru Marketing dunia pun menyukai model tersebut, sampai-sampai dia mau menjadi endorser-nya.

Di versi Bahasa Indonesia, Pak HK menggambarkannya dalam sebuah 'roket diagram'. Bentuknya mirip dengan 'diagram pohon'. Ketika belajar di MIM dulu, saya ingat sekali (karena sangat menyukai bagian ini), SME bercabang tiga, yaitu S, M, dan E. Sustainability (S) bercabang tiga lagi, yaitu political, technical, dan cultural change. Sementara itu, market-ing (M) yang merupakan inti SME bercabang tiga, yaitu landscape, architecture, dan stakeholder.

Landscape bercabang tiga lagi, yaitu change, competitor/customer, dan company. Architecture bercabang menjadi strategy, tactic, dan value yang beranting lagi menjadi sembilan elemen. Stakeholder bercabang tiga, yaitu customer, capital, dan competency. Enterprise (E) bercabang menjadi inspiration, culture, dan institution.

Sepatu Raja

Posted: Kamis, 24 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Seorang raja berjalan kaki melihat-lihat keadaan ibu kota. Di jalan depan istana, kakinya terluka karena menginjak batu tajam. “Jalan di depan istana ini sangat buruk. Aku harus memperbaikinya,” begitu pikirnya. Maka, Sang Raja segera merumuskan proyek untuk memperbaiki jalan di depan istana itu. Ia ingin jalan itu dilapisi dengan kulit sapi terbaik, agar siapapun yang melewatinya tidak terluka. Persiapan mengumpulkan sapi-sapi di seluruh negeri dilakukan.

Di tengah kesibukan luar biasa itu, seorang pertapa menghadap raja dan berkata, “Wahai Paduka. Mengapa Paduka mengorbankan sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan tersebut, padahal yang Paduka perlukan hanya dua potong kulit sapi untuk sepatu yang berfungsi melapisi telapak kaki Paduka?”

Segmentasi yang Kreatif dan Benar

Posted: Rabu, 23 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0



Saya kembali mencoba membagikan pengalaman tentang bagaimana melakukan segmentasi pasar, terkait pertanyaan sahabat lama saya di credit union, via sms beberapa hari lalu. Saya melihat segmentasi memegang perang krusial bagi credit union karena beberapa alasan berikut. Pertama, secara umum, segmentasi memungkinkan kita lebih fokus dalam mengalokasikan sumber daya. Ini yang saya rasa belum maksimal dilakukan di credit union. Dengan secara kreatif membagi-bagikan pasar ke dalam segmen-segmen, kita akan dapat menentukan segmen-segmen dimana kita dapat memberi pelayanan terbaik, dan credit union memiliki keunggulan kompetitif yang paling besar. Dengan mengkonsentrasikan diri ke segmen-segmen yang kita bidik tersbeut, keseluruhan alokasi sumber daya credit union akan lebih fokus dan terarah. Kita juga memiliki kemampuan lebih baik dalam melayani dan memuaskan pelanggan, dan pada gilirannya, kita akan mampu mendominasi segmen tersebut. Di samping itu, segmentasi juga memungkinkan kita lebih jelas dalam melihat kompetisi dan menetapkan posisi pasar. Dengan kejelasan ini, kita pun akan memiliki kemampuan lebih baik dalam menjalankan seluruh strategi persaingan perusahaan. Ingat, segmentasi adalah simpul utama dari pemasaran.

Kedua, segmentasi merupakan simpul dari penentuan keseluruhan strategi, taktik, dan value credit union. Segmentasi yang diikuti oleh pemilihan segmen-segmen yang akan dijadikan target pasar credit union, menjadi acuan, dan landasan bagi penetapan positioning - kalau Pak HK sering menyebutnya dengan STP: segmentation, targeting, positioning. Penyusunan positioning credit union ini akan menjadi basis bagi credit union dalam mendiferensiasi produk dan servisnya terhadap produk dan servis kompetitor. Dan selanjutnya, penetapan diferensiasi ini akan menjadi dasar bagi penyusunan marketing-mix (product, pricing, channel distribution, dan promotion strategy) dan selling strategy. Setelah positioning, differentiation, marketing-mix, dan selling strategy ini dirumuskan, mereka kemudian menjadi acuan bagi penyusunan proses, servis, dan merek sebuah credit union.

Ketiga, dan terpenting, bahwa segmentasi dapat menjadi faktor kunci untuk memenangkan persaingan dengan melihat pasar dari sudut pandang yang unit dan dengan cara yang berbeda dari para pesaing. Sebuah credit union misalnya, mereka mampu memperkokoh persaingannya secara cepat karena mampu melihat dengan jeli dan kreatif bahwa pasarnya berbeda dengan komptetitornya dimana sebelumnya mereka sudah mapan dan memiliki posisi dominan di pasar keuangan. Anda mungkin butuh contoh ekstrem. Di tengah para produsen rokok melihat dan mensegmentasi pasarnya berdasarkan cita rasa rokok, tapi salah satu perusahaan rokok justru melihat dan mensegmentasi pasarnya berdasrkan perilaku kepedulian terhadap bahaya merokok yang kemudian menghasilkan kategori baru berupa rokok low tar dan low nikotin. Kembali ke credit union, ketika semua credit union dan lembaga keuangan sibuk dengan mensegmentasi pasar berdasarkan 'kemampuan finansial', ada baiknya credit union mensegmentasi pasar dengan lebih kreatif, mungkin berdasarkan kepedulian terhadap masalah trafficking atau global warming. Sehingga produk-produk yang kemudian akan diluncurkan bertitik berat pada segmentasi pasar ini.

Menjual Produk Sambil Mengamati Gaya Hidup

Posted: Rabu, 23 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0



'How many hours do you sleep each day?' Pertanyaan itu perlu saya ajukan bagi sahabat sekalian untuk mengetahui seberapa 'padat' dan 'sibuk' Anda menghabiskan waktu untuk sesuatu yang bisa berujung pada peningkatan pasar dan penjualan Anda. Itu jika Anda bersepakat untuk mengatakan, I LOVE SALE!

Saya akan berikan gambaran tentang aktivitas saya sehari-hari, khususnya dalam beberapa bulan terakhir. Tiap pagi saya rata-rata bangun paling telat pukul 05.30 pagi. Langsung 'setor' sambil baca koran - Jawa Pos dan Kompas, serta koran-koran daerah kalau sedang di luar Bali atau di kota lain.

Setelah itu saya mandi, tidak pakai bath-up, saya lebih suka dengan air yang keluar dari pancuran atau saya ambil dengan gayung (kesukaan saya sejak dulu), karena lebih punya taste. Sabunnya sudah pakai sabun cair, saya lebih suka Lux. Kemudian, menggosok badan sebentar dengan body cream Escape dari lotion Calvin Klein, dan membasuh muka dengan facial cream L'Oreal.

Soal tatanan rambut, saya suka menggunakan produk Johny Adrean. Soal berpakaian, sebagian besar celana saya lebih nyaman dengan merek St. Michael atau Stanley Adams (namun akhir-akhir saya lebih suka semi jeans buatan Levis), sedangkan baju kerja berganti-ganti merek. Mulai dari St.Yves, Arrow, Executive99, Stanley Adams (lebi karena istri saya fanatik dengan merek ini), dan satu dua dari Dior. Dasi favorit saya merek Efenzo Felini. Jas? Hampir semuanya tidak bermerek, karena saya minta tolong tukang jahit langganan keluarga, agar lebih pas di badan. Maklum, saya merasa tidak PD (percaya diri) menggunakan jas-jas yang dijual di mall, terasa kebesaran.

Brand-Positioning-Differentiation

Posted: Selasa, 22 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0



Dalam marketing sering terjadi salah kaprah. Slogan sering dianggap sebagai positioning, ikla bisa membentuk positioning, dan kreativitas selalu sama dengan efektivitas. Padahal, slogan sebenarnya adalah kalimat pendek yang diharapkan bisa merefleksikan positioning statement. Adapiun positioning merupakan elemen strategi pemasaran, agar pasar yang diutuju mempunyai persepsi yang dapat membedakan suatu produk dari para pesaing di benak target pasar.

Saya akan ambil contoh di credit union. Beberapa tahun lalu, WOCCU mengeluarkan theme yang menarik pada saat WOCCU Forum, together we are better, yang kemudian oleh sahabat-sahabat credit union sering diplesetkan menjadi to get her we are better. Wow? Saya tidak akan membahas plesetannya, namun bagi saya yang menarik adalah, theme ini bisa menjad positioning yang kuat dalam memarkan credit union, dan membentuk persepsi pelanggan akan credit union. Namun kenyataannya, meskipun pada akhirnya banyak yang menggunakan kalimat ini sebagai slogan bersamaan dengan slogan business with a heart, tetap saja mempunyai banyak kekurangan. Seperti kurang efektif. Problemnya kemudian menurut saya adalah bagaimana menentukan diferensiasi yang kuat untuk mendukung slogan tersebut menjadi sebuah positioning yang kuat pula.

Tanpa diferensiasi yang jelas, maka sama dengan kita tidak bisa memberikan perbedaan kita dibanding pesaing. Tanpa perbedaan yang jelas, suatu produk akan dianggap sama dengan pesaing. Kalau hal itu terjadi, satu-satunya senjata yang bisa dipakai bersaing adalah harga, terutama kalau tingkat penawaran jauh lebih besar dari tingkat permintaan.

Tak heran bila ada yang menyatakan, positioning sebenarnya the reason for being - alasan saya suatu produk boleh dilahirkan. Tanpa alasan yang tepat, suatu produk sebenarnya tidak boleh dilahirkan.

Mengapa Sulit Melihat ke Dalam Diri?

Posted: Selasa, 22 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Empat murid yang sedang belajar meditasi saling berjanji untuk menjalankan tujuh hari dalam keheningan. Pada hari pertama dan kedua semuanya diam. Meditasi mereka berlangsung khusyuk. Namun, ketika malam ketiga tiba dan nyala lampu menjadi remang-remang, salah seorang murid tak bisa menahan diri dan berseru kepada pelayan, ‘Tolong perbaiki lampu itu!’.

Murid kedua heran mendengar suara temannya. ‘Kita tidak boleh berbicara’, komentarnya. Melihat hal ini murid ketiga merasa jengkel, ‘Kalian bodoh. Mengapa berbicara?’ ia berbicara. ‘Sayalah satu-satunya yang tidak berbicara’, murid keempat menyimpulkan.

Pembaca yang budiman, apakah yang menarik dari cerita di atas? Ternyata melihat ke luar itu jauh lebih mudah dibandingkan dengan melihat ke dalam. Ini tentu saja tidak mengherankan, melihat ke luar hanya membutuhkan mata lahir, sedangkan melihat ke dalam membutuhkan mata batin. Melihat ke luar dapat kita lakukan di tengah kesibukan, sementara melihat ke dalam hanya bisa kita lakukan dalam keheningan, manakala kita melakukan dialog yang tak terputus dengan diri kita sendiri.

Belajar dari Bank Muamalat

Posted: Selasa, 22 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Salam Sukses!

Di sebuah negeri dengan penduduk hampir sebagian besar muslim, ternyata tidak bisa begitu saja membuat Bank Muamalat menjadi bank terbesar di negeri ini. Memang ada sejumlah faktor penyebabnya. Bank Muamalat bagaimanapun termasuk bank muda, karena baru muncul di tahun 90-an.

Meski masih muda, Bank Muamalat sebenarnya mempunyai peluang jauh lebih besar untuk cepat berkembang dibandingkan dengan bank-bank muda lainnya. Termasuk yang dilahirkan setelah Pakto 1988.

Kenapa? Karena Bank Muamalat ini memang beda dengan kebanyakan bank lainnya. Dulu, sebelum munculnya Bank Muamalat, hampir semua bank di Indonesia adalah bank konvensional. Alias bank yang menggunakan sistem bunga. Sementara, Bank Muamalat muncul dengan premis bahwa bunga bank adalah riba, yang hukumnya haram menurut Islam. Karena itu, dalam operasinya Bank Muamalat tidak menganut sistem bunga, tapi sesuai dengan syariah menganut sistem bagi hasil.

Sistem bagi hasil ini sangat menarik. Di Malaysia misalnya, bank yang menganut sistem bagi hasil ini ternyata bisa berkembang pesat. Karena, bisa memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan bank konvensional. Sayangnya, yang terjadi di Malaysia itu tidak terjadi di Indonesia. Sehingga, bank syariah di Indonesia tidak berkembang sepesat di Malaysia. Kenapa?

Sejak kemunculan Bank Muamalat tujuh tahun lalu, melalui sebuah publisitas yang bisa jadi sulit dicari bandingannya, ternyata respons target pasar tidak begitu bagus. Bukan hanya dalam jumlah nasabah yang masih biasa-biasa, tapi juga pemahaman terhadap praktek sistem syariah.

Betul, masyarakat sudah tahu bahwa bank syariah menerapkan sistem tanpa bunga atau sistem bagi hasil. Tapi, apa bentuknya dan apa saja layanan yang berlandaskan pada prinsip bagi hasil ternyata tidak banyak dikenal orang. Bahkan, karena tidak paham maksud prinsip bagi hasil, seringkali ditemui sejumlah calon nasabah tidak percaya bahwa layanan produk perbankan yang diberikan bank syariah sebenarnya tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Tabungan, deposito, dan giro ditawarkan juga oleh bank syariah. Yang menarik, karena berlandaskan pada prinsip syariah, produk perbankan dan keuangan yang bisa ditawarkan sebenarnya jauh lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional.

Transformasi Perusahaan Keluarga

Posted: Selasa, 22 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Salam Sukses!

Apa kabar sahabat?
Kali ini saya menjumpai sahabat sekalian dalam suatu artikel tentang bagaimana mentransformasi dan tetap mempertahankan perusahaan keluarga pada trek pertumbuhan yang benar dan terus bertumbuh. Mari kita simak, sahabat!

Perusahaan keluarga adalah sebuah entitas bisnis yang memiliki karakteristik unik yang tidak dimiliki oleh perusahaan pada umumnya. Karena karakteristik yang unik ini, pengelolaan dan transformasi perusahaan keluarga memiliki pola yang unik pula. Perusahaan keluarga umumnya memiliki visi jangka panjang yang solid karena adanya kepemilikan dan komitmen jangka panjnag yang jelas. Perusahaan keluarga umumnya juga memiliki fleksibilitas dan kecepatan pengambilan keputusan yang tinggi karena perusahaan dikelola oleh manajer-manajer yang sekaligus menjadi pemilik. Dan yang terakhir, loyalitas, kedekatan, dan kecintaan para pengelola kunci perusahaan keluarga umumnya demikian tinggi sehingga kohesivitasnya juga demikian tinggi.

Mengenai yang terakhir ini, barangkali menarik pernyataan yang dikemukakan Sigmund Freud, seorang psikolog terkemuka. Kata Freud, ada dua faktor kunci untuk mencapai hidup yang sempurna yaitu: 'to love' (lieben) dan 'to work' (arbeiten). Pernyataan tersebut juga bisa diartikan bahwa kesempurnaan hidup seseorang akan terwujud jika dua hal yaitu 'saling mencintai di dalam keluarga' dan 'bekerja' tersatukan. Kalau keluarga dan kerja adalah segalanya bagi hidup kita, bisa kita bayangkan betapa kokoh dan solidnya sebuah entitas yang mampu menggabungkan keduanya, dan entitas itu tak lain adalah perusahaan keluarga.

Passion. 'The Ultimate Ingredient of Success'

Posted: Selasa, 22 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
2

'Passionate people are risk-taking explorers driven by a desire to learn and drive performance to the next level...'John Hagel III - 'The Power of Pull'

Bagi saya kunci sukses seseorang bukanlah karena kepintarannya, bukan karena kecerdasannya, bukan pula karena bokap-nyokap kaya raya minta ampun. Siapa bilang pintar, cerdas, tajir tidak penting untuk kesuksesan. Itu semua penting, tapi tak menjamin sukses seseorang.

Saya berani bertaruh: kunci paripurna kesuksesan seseorang adalah PASSION, titik.

Sekitar 11 tahun lalu, saya kuliah di jurusan sejarah Universitas Udayana, Bali. Saya memilih kuliah (meski kedua orang tua saya sangat berat – tidak mampu membiayai), karena saya pikir waktu itu kuliah itu keren, paling bergengsi, dan paling cepat diterima kerja, serta yang paling utama adalah agar bisa mengubah nasib keluarga menjadi lebih baik. Tapi celaka, di bangku kuliah saya tidak terlalu betah belajar, terutama ketika berbenturan dengan idealisme yang ternyata lebih sering menimbulkan konflik. Dan parahnya konflik tersebut dengan dosen-dosen saya. Pelariannya, seringkali saya berbulan-bulan tidak kuliah, sibuk kerja sekaligus aktivis: luntang-lantung menjadi wartawan kampus dan demonstran.

Bukannya sibuk dengan diktat kuliah yang supertebal, saya justru menekuni dunia manajemen dan marketing secara otodidak. Saya ingat betul, saat itu waktu lebih banyak saya pakai mengunjungi perpustakaan fakultas ekonomi ketimbang sastra (kebetulan ada gadis idaman saya kuliah di fakultas ekonomi itu). Waktu lulus pun (puji Tuhan tetap di atas rata-rata) saya merasa lebih kompetitif bersaing dengan lulusan manajemen ketimbang sastra.

Bagaimana Mendapatkan Hasil Maksimal dari Sales Training? (3)

Posted: Selasa, 22 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

I LOVE SALE!

Salam Sukses!
Bagaimana hasil perenungan dan introspeksi sahabat credit union sekalian selama dua hari ini? Mari, kita bicara pada tahap konklusi.

Dalam artikel sebelumnya, saya sudah mendiskusikan beberapa situasi dimana ‘sales training’ untuk para staf bukanlah merupakan solusi, dan malah menjadi kegiatan yang hanya buang-buang waktu saja. Saya harap artikel tersebut bisa menyadarkan Anda serta perusahaan. Dalam artikel ini, kita akan mendiskusikan apa yang harus Anda perbuat untuk mendapatkan hasil maksimal dari sales training.

Bagaimana Mendapatkan Hasil Maksimal dari Sales Training? (2)

Posted: Selasa, 22 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

I LOVE SALE!

Salam Sukses!
Apa kabar? Mari kita langsung menikmati hasil analisis saya, kenapa kok ‘sales training’ yang Anda ikuti tidak maksimal! Pada tulisan sebelumnya, kita telah mendiskusikan kenapa memberikan training kepada para tenaga penjual belum tentu bisa memberikan solusi. Dalam tulisan ini, saya akan membeberkan beberapa poin lagi tentang mengapa sales training bukanlah jawaban yang tepat.

Bagaimana Mendapatkan Hasil Maksimal dari Sales Training? (1)

Posted: Senin, 21 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

I LOVE SALE!

Salam Sukses!
Apa kabar sahabat credit union sekalian? Semoga sapa saya menjumpai sahabat sekalian dalam kondisi yang penuh semangat dalam keinginan untuk menciptakan ‘customer satisfaction’. DAHSYAT!

Ini yang paling penting bagi saya, PASSION! So, karena passion itu pula saya akan membantu sahabat credit union sekalian untuk kembali melihat efektifitas training-traning yang Anda ikuti, khususnya ‘sales training’.

Sahabat credit union sekalian, saya sudah melakukan in-house training dan seminar untuk publik selama lebih dari 5 tahun dan begitu banyak orang, tenaga penjual, yang telah mengikutinya. Banyak dari mereka telah mengalami perkembangan pesat dalam performa mereka, menjadi tenaga penjual top, dan bahkan mendapatkan promosi. Beberapa yang lain lagi mengalami perkembangan sedang-sedang saja, sementara lainnya yang tidak mengalami perkembangan berarti, tetapi tetap merasa termotivasi segera setelah training. Mengapa hasilnya bervariasi? Training-nya sama, pelatihnya sama, materinya sama, bahkan harganya sama, namun kenapa hasilnya berbeda-beda? Mengapa?

Dalam artikel ini, saya akan berbagi pengalaman dan pengamatan pribadi saya dengan Anda mengenai kenapa beberapa perusahaan, termasuk credit union, bisa mendapatkan hasil yang begitu bagus dan mengalami perkembangan begitu pesat dalam performanya, sementara perusahaan lain sepertinya tidak mendapatkan benefit yang maksimal dari semua orang yang telah dikerahkan dan uang yang telah dikeluarkan.

Big Think Strategy

Posted: Kamis, 17 Juni 2010 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Salam Sukses, sahabat!
Apa kabar? Dua hari lalu, saya mendapatkan 'evaluasi' kalau tidak bisa dibilang sebagai kritik, dari seorang sahabat saya. Dia menilai, bahwa saya tidak lagi peduli dengan blog saya. Saya membiarkannya begitu saja, meski dia tahu bahwa saya juga tetap aktif menulis dan saya share dalam Credit Union Community melalui sebuah jejaring sosial.

Ah... saya tersadar! Sahabat saya benar juga!

EVALUASI... Inilah yang tidak saya temui selama ini. So, ketika saya tidak lagi menyapa melalui blog saya http://anangonmarketing.blogspot.com - ternyata ada yang memerhatikan.

Seperti biasa, saya kemudian teringat bahwa blog ini lahir dari sebuah impian dan gagasan besar. Apa itu?

KEINGINAN UNTUK BERBAGI DENGAN SAHABAT SEKALIAN!