Keep Your Focus!
Posted: Rabu, 08 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Management
0
Godaan untuk tidak focus dalam bisnis selalu datang,
terutama ketika Anda mulai sukses dalam mengembangkan bisnis pertama. Apalagi,
ada beberapa contoh perusahaan besar yang disebut konglomerat. Semua punya
mimpi bisa menjadi seperti itu.
Kwik Kian Gie bahkan pernah membuat buku ‘Mimpi
Jadi Konglomerat!’. Di buku itu, Kwik yang sangat nasionalis itu mengkritik
habis-habisan konglomerat Indonesia yang masuk di segala bidang. Bukan karena
kompetensi tapi lebih dari KKN! Karena ‘dekat’ dengan pengusaha, makanya dapat
‘privilege’ macam-macam.
Ini terjadi di zaman Pak Harto dulu. Tapi, Pak
Harto juga mempunyai alasan tersendiri. Untuk membangun negara di saat Orde
Baru yang masih compang-camping, lebih baik, peran untuk membuat komoditas vital
diberikan kepada pengusaha yang pasti bisa. Maksudnya bisa itu, punya akses ke
luar negeri. Untuk dapat teknologi, modal, dan manajemen.
Karena itulah, Salim Group lantas diberi ‘tugas’
untuk membuat tepung terigu Bogasari, bikin semen lewat Indocement, dan
sebagainya. Karena mengandung risiko, logikanya investasi harus dilindungi
dengan monopoli. Tapi, kemudian yang model seperti ini kan merambat
kemana-mana. Karena itu, waktu Orde Baru, Kwik menyebutnya sebagai bisnis untuk
‘family and friends’!
Putra-putri dari Cendana terus ikut join bersama
teman mereka, minta diberi tugas dengan perlindungan. Nah, model yang tadinya
baik jadi kebablasan ketika orang berpikir bahwa KKN ‘is the only way to grow!’ Tapi, itu kan tidak hanya terjadi di
Indonesia. Di Asia, yang kayak begitu terjadi dimana-mana dengan alasan
berbeda.
Karena itulah, ketika krisis Asia terjadi pada
1998, orang lantas menuding para konglomerat yang ber-KKN secara kebablasan
itulah penyebabnya. Nah, menarik melihat bagaimana ‘performance’ para konglomerat itu setelah krisis Asia?
Salim Group setelah melakukan banyak hal, termasuk
menyelesaikan utangnya, sekarang saya lihat sudah sehat kembali. Indofood
sebagai perusahaan publik bisa bersaing dengan baik dengan brand lain, walaupun ada Mie Sedap dari Wings Group Surabaya. BCA
memang ‘hilang’ dan masuk Djarum Group, tapi Bogasari menjadi sehat juga ketika
bersaing secara fair dengan produsen
lain, termasuk importer.
Selain itu, Salim sudah menjadi kelompok bisnis
regional yang kuat dengan bisnisnya di Australia, Filipina, Tiongkok, dan
lain-lain. Tapi, tidak demikian yang terjadi pada bisnis ‘putra-putri’ (Pak
Harto). Walaupun masih relatif besar, mereka kurang bersinar.
Di luar Indonesia, contoh bagus adalah Samsung.
Sebelum krisis Asia, Samsung adalah konglomerat yang masuk ke semua bidang
dengan KKN di Korea. Sekarang menjadi hebat dan bersinar ketika hanya fokus di
beberapa bidang, terutama di bidang elektronik dari hulu sampi hilir. Brand Samsung bahkan sudah mengalahkan
Sony yang dulu sangat perkasa itu! Hebatnya lagi, meski sedikit banyak dibantu
oleh booming K-Pop di seluruh Asis
dan meninggalnya Steve Job, Samsung yang saat ini fokus pada pengembangan gadget mampu menggilas Apple tidak saja
di pasar Asia. Dahsyat!
Siam Cement dari Thailand juga survive setelah
krisis Asia. Mereka bisa lebih fokus pada beberapa bidang bisnis, walaupun
tetap direstui Raja yang masih sangat ‘powerfull’. Beberapa konglomerat yang
berafiliasi dengan pemerintah di Malaysia tetap survive asal lebih fokus. Sedangkan
di Singapura, hampir semua ‘Government
Link Companies’ seperti Singapore Airlines memang masih hebat terus.
Jadi, sebenarnya bukan masalah KKN atau tidak. Ada
yang dulu dapat KKN, setelah hilang keistimewaannya, bisa Berjaya, tapi tidak
sedikit pula yang habis. Tapi, ada juga yang jelas-jelas dilindungi pemerintah
sampai sekarang pun tambah hebat! Kalau mau drastis, banyak orang swasta yang
tidak dapat KKN juga ingin merambah kemana-mana. Banyak yang berhasil, tapi
lebih banyak yang gagal!
GE atau General Electric adalah contoh konglomerat
yang ‘sadar’ ketika Jack Welch menjadi CEO. Dia dinobatkan menjadi CEO of the Century untuk abad lalu oleh
Time, karena berani lebih fokus. Dari lebih dari seratus perusahaan menjadi
‘hanya’ dua belas. ‘If we are not number
one or number two, it is better to fix, close or sell!’. Jadi, kalau tidak
jadi nomor satu atau nomor dua di bidangnya, lebih baik perusahannya didandani,
ditutup atau dijual!
Mengapa punya anak perusahaan banyak, tapi jelek
dan jadi beban! Apa gagahnya punya kartu nama ‘Group’ kalau perusahaannya
kecil-kecil dan pada tidak sehat! Selain itu, Jack Welch mengingatkan, ketika
itu, bahwa GE lebih baik fokus karena harus bersaing di pasar yang lebih
global.
GE harus menjadi perusahaan global, bukan
perusahaan Amerika. Waktu itu belum ada Tiongkok yang perkasa kayak sekarang.
Baru ada Jepang, Taiwan, dan Korea. Tapi, Jack sudah menutup bisnis White
Good-nya yang berjualan kulkas dan alat rumah tangga lain. Jack berpendapat
bahwa pasti GE akan kalah dari pemain Asia dalam bidang itu. Daripada kalah
nanti, lebih baik dijual sekarang!
Tapi, Jack lantas masuk di bisnis yang kira-kira di
Amerika bisa kompetitif. Karena itu, GE membeli bisnis ‘keuangan’ dan TV. GE
Money sekarang hebat begitu juga dengan NBC dengan CNBC-nya!
Jadi?
Fokus memang tidak harus satu saja, bisa beberapa.
Tapi, ada orang-orang yang fokus dan menghayati bidang masing-masing! Kalau
tidak ada orang yang mau fokus di bidang masing-masing dan terus menerus
memantau persaingan dan melakukan perubahan, ya anak perusahaan itu akan
menjadi beban!
Fenomena inilah yang saya lihat di banyak Puskopdit
atau BK3D di Indonesia dalam mengelola primer (CU anggotanya). Begitu banyak
CU-CU kecil yang stagnan pertumbuhannya karena kalah dalam persaingan, namun
tetap dipaksakan untuk tetap eksis demi menghargai nilai-nilai histories yang
ada di dalamnya. Paradigma mesti diubah. Kecil tidak selamanya indah,
pertumbuhan yang besar tentunya akan membawa lintasan histories yang lebih
besar. Ketidakmampuan bersaing, lebih sering lebih sering terjadi karena tidak
adanya fokus dalam menjalankan CU-CU kecil ini. Ambil contoh satu komponen
vital, manusia-nya. Begitu banyak sumber daya manusia di CU yang tidak fokus. Mulai
tidak fokus dalam bekerja, fokus dalam pelayanan kepada anggota, fokus pada
karier pribadi, fokus pada manajemen keuangan pribadi, hingga akhirnya bermuara
ketidakfokusan pada kompetensi diri. Sah-sah saja mempunyai fokus lebih dari
satu, asalkan ya itu tadi, Anda mesti berkompeten. Kalau satu saja tidak bisa
kenapa harus banyak?
Kita kembali ke GE! Di GE, setiap anak perusahaan
dipimpin orang-orang yang fokus di bidangnya. Di Indonesia pun, sekarang
keluarga Hartono dari Djarum Group menjadi keluarga terkaya versi Forbes selama
bertahun-tahun. Bukan karena hanya punya satu bisnis. Tapi, mereka mempunyai
berbagai bisnis yang nomor satu atau nomor dua! Djarum, BCA, dan Polytron
adalah tiga perusahaan dari banyak perusahaan yang lain dari grup ini yang
hebat karena ada orang-orang yang fokus! Tapi sekali lagi, kalau kita tidak
punya banyak orang yang berkompeten dan bisa fokus, ya lebih baik satu saja.
Tahu dirilah!
Seperti biasa, tulisan ini saya kembalikan lagi
sebagai bahan refleksi saya pribadi. Saya tahu limitasi saya. Saya juga tahu ‘calling’ saya sendiri! Saya tidak perlu
menjadi orang lain, asal saya menikmati apa yang saya kerjakan. Beberapa orang
mencibir dan mengatakan pada saya bahwa saya tidak bisa dan berani masuk ke
bisnis riil. Termasuk dalam karya di CU. Bahkan sampai hari ini pun masih
banyak yang mencibir saya, salah satunya dalam respon tulisan-tulisan saya.
Sebagian besar dari mereka mengatakan, bahwa saya beraninya cuma bisnis consulting! Sayangnya mereka lupa, bahwa
bisnis abstrak seperti ini jauh lebih sulit. Tidak kelihatan barangnya! Hehehe…
So, bagaikan di samudera luas tanpa batas, saya harus
menjadi kapal induk. Baik bagi pribadi saya, keluarga, maupun mereka-mereka
yang berkarya bersama saya. Saya berharap Puskopdit atau BK3D di setiap daerah
di Indonesia pun mampu menjadi kapal induk dalam persaingan yang semakin keras
dan hiper ini, bagi primer-primer anggotanya. Kalau memang tidak bisa lagi
bertumbuh, ya ‘dijual’ ke primer yang lebih besar sehingga pertumbuhan menjadi
lebih riil. Jangan terpaku pada laba setiap tahun yang ‘pasti’ dapat. Tapi laba
yang bisa menjadikan credit union itu grow
di tahun berikutnya. Itu baru namanya pertumbuhan.
Dan untuk hal itu, dibutuhkan orang-orang
berkompeten dan bisa fokus.
Apakah Anda adalah salah satu dari yang berkompeten
dan fokus?
Bagaimana pendapat Anda?
Semoga membawa kebaikan. We are Success!