2014, Salip Di Tikungan, Bro!
Posted: Minggu, 05 Januari 2014 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Marketing
0
Selamat Natal 2013 dan Selamat Tahun Baru 2014!
Tahun 2014 yang sudah kita
masuki beberapa hari ini adalah tahun yang penuh ranjau. Di bidang politik kita
tahu Pemilu (lengkap dengan money politic-nya)
bakal memicu instabilitas dan gerahnya suhu politik nasional. Dengan kondisi
yang kurang menentu, pelaku bisnis akan cenderung wait and see untuk mengurangi risiko usaha, setidaknya hingga akhir
tahun. Apalagi jika pelaku usaha percaya betul terhadap ramalan shio. 2014 ini
adalah shio kuda. Jadi mesti dikategorikan binatang yang setia, dan kuat, namun
sifat pengembara dan pengelananya menjadikan tahun 2014 ini menjadi tahun yang
paling tidak menentu. Ups...
Di bidang ekonomi
ranjaunya tak kalah gawat. Kita tahu rupiah terus terjun bebas, hingga akhir
tahun ini sudah menembus ambang batas Rp 12.000. Biangnya struktural, karena
impor kita yang jauh lebih perkasa ketimbang ekspor. Sudah 27 bulan kita
mengalami defisit neraca transaksi berjalan (saat ini 3,78% dari PDB), sebuah
rekor dalam sejarah perekonomian tanah air. Celakanya, perekonomian AS kian
menggeliat (AS mulai meluncurkan kebijakan tappering
off) sehingga dolar kian kokoh.
Untuk merespons
melemahnya rupiah, BI rate pun terus didongkrak, setidaknya hingga ke level 8%
tahun depan. Kalau sudah demikian maka semua sektor industri akan terpukul.
Ekspansi kredit akan diredam dan pertumbuhan ekonomi tak seperkasa tahun-tahun
sebelumnya (diperkirakan tak sampai 6%). Itu artinya, tahun depan adalah tahun
pengencangan ikat pinggang. Tahun prihatin. Tahun tiarap bagi para pebisnis.
Bagaimana menghadapi
tahun depan yang bakal diwarnai ketidakmenentuan (uncertainty) dan dihantui pelemahan ekonomi (economic downturn) ini? Ketika gambaran bisnis tahun depan demikian
suram, pertanyaannya, apakah kita para marketer harus ikutan suram dan pesimis?
No way!
Berikut ini adalah
kiat-kiat untuk survive di tahun
depan.
Paradox Thinking
Di tengah kondisi
bisnis yang penuh risiko, saya justru menganjurkan para marketer (terutama
teman-teman credit union) untuk berani take
risk dengan berpikir terbalik (paradox
thinking), alias berpikir berlawanan dengan arus pemikiran yang diambil
oleh kebanyakan pemain lain.
Maksudnya, kalau para
pemain lain cenderung wait and see menghadapi
kondisi bisnis yang tak menentu akibat gerah politik, Anda justru harus
proaktif merespons pasar dengan gerakan-gerakan yang agresif dan menggebrak
pasar. Kalau pemain lain cenderung tiarap, mengurangi budget pemasaran untuk menghindari risiko, Anda justru menaikkan budget untuk memanfaatkan momentum pasar
yang sedang sepi oleh gerak pesaing. Ingat, gerakan Anda yang agresif di tengah
pemain lain yang diam akan menghasilkan dampak kinerja yang jauh lebih impactful.
Kalau dianalogikan
dengan balapan MotoGP di sirkuit, saya menggambarkan tahun 2014 sebagai “tahun salip
di tikungan” yang penuh risiko. Ketika umumnya pemain bermain aman dengan
mengerem laju kendaraan, kita justru ngegas agar bisa menyalip pesaing di
tikungan. Ingat, pembalap umumnya bisa menyalip pesaing bebuyutannya justru
ketika berada di tikungan, bukan di trek sirkuit yang lurus.
Low Budget, High Impact
Ketika keadaan serba
sulit, maka efektivitas/produktivitas kampanye pemasaran menjadi demikian
krusial untuk memenangkan persaingan. Karena itu setiap rupiah yang Anda
keluarkan untuk membangun strategi haruslah menghasilkan dampak yang powerful.
Karena itu kreativitas untuk menghasilkan program-program pemasaran yang low budget high impact menjadi faktor
penentu kemenangan.
Berbicara mengenai low budget high impact, maka marketer
harus mengusung konsep program yang nyleneh
dan out of the box, dengan
memanfaatkan media-media yang murah (owned
dan earned media) seperti media sosial, komunitas, atau digital. Karena itu
di tahun depan, konsep kampanye pemasaran yang berbasis word of mouth (WOM), buzz,
atau viral di media sosial akan marak
dan menjadi pilihan yang kian diminati marketer.
Melihat kenyataan ini
saya berharap tahun 2014 merupakan momentum penting bergesernya orientasi
marketer kita dari promosi menggunakan paid
media (TV, koran, billboard) yang mahal, ke owned/earned media (website, blog, Twitter, Facebook, mobile site)
yang lebih murah dan efektif.
Value for Money
Di tengah kondisi
ekonomi yang sulit (rupiah melemah, BBM naik, inflasi tinggi, harga-harga naik,
gaji jalan di tempat), maka daya beli konsumen akan kian tergerus. Kalau sudah
demikian, maka konsumen akan mengurangi konsumsi atau bergeser membeli merek-merek
yang lebih murah dengan kualitas yang lebih rendah (brand shifting). Ini adalah perubahan perilaku konsumen yang umum
terjadi ketika ekonomi sedang lesu dan dirundung resesi.
Dalam kondisi seperti
itu, maka konsep value for money
menjadi senjata ampuh untuk memenangkan hati konsumen. Ketika kondisi ekonomi
sulit, maka konsumen menjadi lebih rasional dan kian njlimet membandingkan fitur/manfaat produk dengan harga yang
ditawarkan. Mereka akan memilih produk yang memberikan best value, yaitu produk yang memberikan manfaat tertinggi dengan
harga termurah (yup... midnight sale
atau late nite sale bakal tambah
marak nih!).
Karena itu, mulai saat
ini para marketer harus memeras otak untuk menghasilkan value formula terbaik untuk dapat menaklukkan hati konsumen yang
sangat value-oriented di atas. Anda
harus agresif menciptakan varian produk/layanan baru yang memberikan best value kepada konsumen yang sudah
berubah tersebut.
Mari kita masuki
“tahun salip di tikungan” ini dengan semangat empat lima! Manfaatkan dengan
cerdas setiap “tikungan” yang ada untuk menyalip pesaing bebuyutan Anda.
Selamat Tahun Baru 2014!