Belajar dari SpongeBob: Refleksi Akhir Tahun

Posted: Minggu, 01 Desember 2013 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Kepada anak-anak salah satu pertanyaan favorit yang sering dilontarkan adalah: “Mau jadi apa kelak?” Pertanyaan klise memang. Padahal kalau mau direnungkan pertanyaan itu menyentuh jati diri terdalam.

Bukankah pelbagai profesi yang kemudian disebutkan hanya pantulan dari apa yang terlihat oleh mata hati terhadap diri sendiri? Di cermin itu terlihat apa yang diperkirakan sebagai jati diri kita: bakat, minat, karakter, idealisme yang kemudian mengristal pada pilihan profesi yang akan mengisi hidup kita.


Sayangnya, kadangkala cermin itu kabur sehingga gambarnya tidak begitu jelas. Maklum saja, menilai dan melihat orang lain biasanya lebih gampang ketimbang diri sendiri. Untunglah dalam hidup yang ingar-bingar ini ada sosok-sosok manusia yang berhasil menampilkan dirinya sebagai pribadi yang bening dan menginspirasi. Kebeningan yang menghasilkan karya-karya yang juga jernih. Kebeningan yang membuat orang tahu siapa dirinya dan apa yang hendak dicapainya dalam hidup.

Maka seorang Oprah Winfrey, salah satu wanita tersukses di dunia, bisa dengan kalem mengatakan, ‘Gunanya sukses materi adalah membuat kita mampu berkonsentrasi pada hal-hal yang sungguh bermakna.’

Sungguh menginspirasi saya. Belum lagi jika kita menilai sebening apa sosok Horyu Matsuzaki, guru besar Kushin-Ryu Karate-Do, memandang jati diri dan kehidupannya, saat ia suatu kali mengatakan, ‘Karate itu bak pakaian dalam. Dia melekat pada diri tapi tak pantas terlihat, apalagi sengaja diperlihatkan.’

Kesederhanaan seorang maestro tenor sekaliber Luciano Pavarotti yang selalu menganggap bahwa meski dirinya bukan orang kaya, namun dirinya orang yang paling bahagia, justru membuat dirinya menjadi legenda yang menginspirasi. Kebeningannya dalam melihat potensi diri, telah berhasil membuat musik opera yang klasik menjadi lebih merakyat.

Bahkan tayangan televisi sekelas SpongeBob pun bisa menginspirasi lahirnya kebeningan jati diri kita. Boleh dibilang, salah satu kunci kesuksesan serial ini karena tokoh sentralnya, SponeBob justru digambarkan bukan sebagai tokoh sempurna yang menonjol, layaknya tokoh di serial televisi lainnya. SpongeBob adalah tokoh sederhana yang naïf tapi jujur. Ia berkali-kali dibohongi atau diperlakukan tidak adil oleh lingkungannya, tetapi selalu beruntung, karena ia baik hati.

SpongeBob mengajarkan pada kita toleransi, kejujuran, dan keadilan dengan caranya sendiri. Pendeknya, kehidupannya adalah gambaran kehidupan kita sehari-hari, masalah kita, namun dengan sudut panang yang kadang-kadang konyol dan terlalu naïf, sehingga penonton bisa mengidentifikasikan dirinya sendiri dengan sang SpongeBob yang lugu.

Masa Desember telah datang. Bulan terakhir dalam kalender hidup kita, dan masa adven bagi sahabat-sahabat Nasrani, seperti saya, sungguh menjadi masa yang sangat tepat untuk merefleksi diri tentang siapa diri kita, dan apa yang sudah kita berikan untuk dunia di sekitar kita. Masa dimana seharusnya mengantar kita ke kesadaran diri yang lebih bening dan inspiratif. Semoga Desember dan Natal kali ini tidak menjadi sekadar pesta, tapi juga membawa kelegaan bahwa kita telah lebih mengenal jati diri; karenanya kita menjadi lebih mantap menyongsong hari-hari di tahun baru nanti.

Jati diri semestinya memang milik pribadi, tapi menjadi lebih mulia bila jati diri kita bisa menginspirasi pribadi-pribadi lain untuk tidak saja mengenali, namun juga mengembangkan dan menumbuhkannya. Desember, dan akhir tahun adalah bukanlah waktu yang terlambat untuk mulai mengenali jati diri dan menginspirasi orang lain.


Semoga…

0 komentar: