Asal Bukan Saya
Posted: Kamis, 14 November 2013 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Life
0
Guyon
ini kerap tercetus. Ketika bau kentut merebak, orang Inggris yang kebetulan
‘membuang’-nya mengaku dengan bilang, “Pardon
me!” Tapi, kalau kebetulan orang Australia yang melakukannya, ia akan
berkata, “Forgive me!” Sedangkan
orang Amerika, “Execuse me!” Tapi,
apa kata orang Indonesia? “Not me!”
Pasti
ada keprihatinan yang dalam, sehingga kita begitu sinis kepada bangsa sendiri.
Ya,
barangkali.
Lalu
lintas jalan raya adalah wajah keprihatinan itu. Rangkaian sepeda motor bagai
tidak putus, mempersulit mobil yang akan membelok, bahkan ketika lampu sein
telah lama berkedip memberi isyarat. Para pengendara itu seolah bilang,
“Beloknya nanti saja, setelah saya lewat.” “Biar orang lain yang memberi jalan,
bukan saya.”
Herannya,
itu tak cuma terjadi di Jakarta atau kota besar lainnya. Iringan sepeda dan
becak di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, tak juga memberi kesempatan ketika
sesame pengguna jalan ingin memotong. Mereka tetap santai menggenjot, pelan,
tapi juga tidak mengerem, untuk memberi jalan. “Biar orang lain yang mengalah,
bukan saya.”
Kita
tak mau mengalah. Itu bagus kalau konteksnya tepat. Tapi saat harus memberi
kesempatan bagi orang yang (mungkin lebih) membutuhkan, semangat ogah mengalah
itu jelas salah.
Kalau
konteksnya adalah pemenuhan naluri egosentris, lagi-lagi jalan raya juga tak
kurang menyajikan bukti. Misalnya kecelakaan karena pelanggaran rambu, atau bus
penuh penumpang yang dihajar kereta api setelah menerobos palang pembatas.
Mental “Asal Bukan Saya” juga menjadi
pertanda lepas tanggung jawab. Atau pemalu. Bahkan pengecut. Kalau ada apa-apa,
biar orang lain saja.
Maka
di setiap seminar, pelatihan, atau rapat besar, kursi terdepan sering kosong
karena orang enggan menanggung risiko kalau ada apa-apa. Asal bukan saya.
Padahal
di saat lain, orang saling sodok di depan loket karcis, antre membeli gadget keluaran terbaru,
saling injak berebut kupon sedekah atau BLT. Di sini yang berlaku adalah, “Biar
saya duluan”, tak peduli orang lain kebagian atau tidak.
Ironis
ya?