8 Sosok Kelas Menengah Indonesia
Posted: Selasa, 03 Juli 2012 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Marketing
0
Bagaimana sosok kelas menengah Indonesia?
Apakah betul mereka hedonis?
Apakah betul mereka hanya peduli dengan urusan pribadi mereka?
Atau seperti banyak dilansir di surat kabar, apakah betul mereka acuh tak acuh dengan persoalan negaranya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, melalui tulisan ini saya akan tampilkan hasil riset Center for Middle Class Studies (CMCS) - lembaga riset yang dirintis oleh Guru Marketing saya, Yuswohady. Hasil riset ini sempat kami diskusikan beberapa hari lalu melalui twitter. Ini merupakan studi kualitatif untuk memotret sosok mereka. Hasilnya adalah 8 sosok konsumen kelas menengah Indonesia seperti digambarkan dalam diagram segmentasi berikut (lihat gambar). Bagaimana karakteristik dari 8 sosok tersebut? Berikut ini uraiannya.

#Performer adalah kalangan professional dan entrepreneur yang memiliki ambisi luar biasa untuk membangun kompetensi diri. Mereka adalah self-achiever yang menggunakan kompetensi dan ketrampilan sebagai alat untuk mendongkrak tingkat ekonomi. Karena itu mereka selalu meng-update informasi, mengadopsi teknologi, dan terus belajar untuk meng-improve diri. Karena memegang informasi dan teknologi, mereka cenderung melihat persaingan (dengan rekan-rekan kerja) secara positif. Performer lebih selfish dengan misi hidup mencapai kebebasan keuangan (financial freedom). Ya, karena mereka belum puas dengan tingkat kehidupan ekonomi saat ini.
#Aspirator adalah performer yang sudah mapan dan cukup puas dengan kondisi ekonomi saat ini. Mereka juga open mind terhadap globalisasi dan dan mengadopsi nilai-nilai universal. Karena sudah merasa cukup, maka orientasi hidup mereka tidak lagi selfish. Ia mulai memikirkan hal-hal di luar dirinya: mulai peduli dengan anggota DPR yang hobi korupsi; mulai peduli pesawat kok jatuh melulu; mulai peduli dengan pemanasan global atau hutan Kalimantan yang dibabat habis. Ia punya harapan menjadi influencer bagi masyarakat, lingkungan, dan negaranya. Jadi tidak benar, seluruh kelas menengah Indonesia itu acuh tak acuh terhadap negaranya.
#Expert kebanyakan adalah profesional di berbagai bidang mulai dari dokter, arsitek, konsultan, atau pengacara yang selalu berupaya menjadi ekspert di bidang yang digelutinya. Setiap hari mereka sibuk menekuni bidang profesinya dari pagi hingga larut malam. Dokter yang sudah laku misalnya, harus mengurusi pasien-pasiennya dari pagi hingga dini hari. Hidupnya cenderung rutin dan monoton, tapi mereka menikmatinya, karena semua pekerjaan itu dilakukan dengan passionate. Karena “tertawan” oleh pekerjaan, mereka tidak memiliki cukup waktu luang untuk anak-anak, jalan-jalan di mal, atau menghadiri acara-acara keluarga/kerabat. Karena itu lingkungan pergaulan mereka juga terbatas, melulu di lingkungan profesinya. Intinya, “their life is their career”.
#Climber adalah para pegawai pabrik (blue collar), salesman, supervisor, dan sebagainya yang berupaya keras membanting-tulang untuk menaikkan status ekonominya. Harapan utama mereka adalah mendongkrak karir dan menaikkan taraf kehidupan menjadi lebih baik. Karena umunya masih mengawali karir, mereka masih suka pindah-pindah kerja (job-hunter), risk-taker dalam karir, dan cenderung melihat bahwa “career is a journey”. Seperti halnya Expert, mereka memiliki sedikit waktu luang karena pagi-pagi harus berangkat ke kantor atau pabrik dan lepas Mahgrib baru bisa pulang ke rumah dalam kondisi capek. Umumnya mereka memiliki family-values yang tinggi dan bekerja keras melulu untuk keluarga. Karena itu mereka adalah sosok “hero of their family”.
#Follower umumnya adalah kalangan muda (SMA dan kuliah) yang membutuhkan panutan (role model) untuk menemukan dan menunjukkan eksistensinya. Kenapa butuh panutan? Ya karena mereka masih mencari jati diri, belum punya banyak pengalaman, dan wawasannya masih terbatas (short-term vision, less sense of purpose). Mereka adalah generasi galau (ababil: “ABG labil”). Karena hal ini pula, tangible aspect seperti tampilan fisik, kepemilikan barang mahal, atau citra diri menjadi sesuatu yang penting. Bagi mereka teman adalah segalanya (friends are everything) dan diterima di lingkungan teman merupakan sesuatu yang penting untuk menunjukkan eksistensi mereka. Koneksi dengan teman (connecting with friends) mereka lakukan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter.
#Trend-setter memiliki daya beli yang lebih tinggi (more resources) dibanding follower. Karena lebih mampu, mereka ingin menjadi panutan dalam gaya hidup (peripheral lifestyle) seperti fesyen, gaya selebriti, gadget, dan sebagainya) bagi teman-temannya. They are victim of trends. Mereka menemukan eksistensinya ketika diikuti dan menjadi center of attention di lingkungan teman-temannya. Untuk bisa terus mengikuti tren dan isu-isu terbaru, mereka aktif berkoneksi di lingkungan teman-temannya menggunakan Facebook atau Twitter. Dengan karakteristik seperti itu, tak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang narsis (narcissist) dan cenderung self-centered.
#Flow-er adalah sosok yang tidak puas dengan tingkat kehidupan ekonominya saat ini, namun mereka tak tahu harus bagaimana untuk merubahnya. Karena tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas, mereka cenderung kurang meng-update informasi dan mengadopsi teknologi sehingga wawasan dan visi hidupnya terbatas. Dengan keterbatasan itu, hidup mereka cenderung pasrah dan mengalir (flow) di tengah perubahan kehidupan (teknologi, informasi, sosial, politik, dsb) yang cepat dan bergolak. Keluarga dan (terutama) anak adalah aset terbesar yang mereka miliki. Di tengah pergolakan hidup yang cepat pegangan mereka hanya satu, yaitu keyakinan agama (high spiritual values). Karena itu mereka cenderung menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.
#Settler adalah Flow-er yang sudah memiliki kemapanan hidup. Sosok ini merintis warung atau punya lahan luas hasil warisan yang menghasilkan sumber keuangan cukup besar bagi kehidupan ekonomi. Mereka tidak lagi memiliki keresahaan hidup dari sisi ekonomis. Hanya saja, berbeda dengan Aspirator atau Performer, mereka bukanlah sosok yang knowledgeable, bisa jadi cuma lulus SD atau SMP. Karena tingkat pengetahuan yang terbatas, maka mereka cenderung memegang nilai-nilai tradisional dan fobia terhadap perkembangan informasi, teknologi, dan globalisasi. Karena sudah puas dengan sukses yang dicapai saat ini, mereka cenderung tidak belajar dan mengembangkan diri. They are at the comfort zone.
Kalau Anda sudah masuk kalangan kelas menengah, saya pengin tahu, kira-kira Anda termasuk sosok yang mana? Silahkan terka. Jangan sampai Anda masuk di #Gen-G alias Generation Galau.
Think Big (Different) Start Small...
Apakah betul mereka hedonis?
Apakah betul mereka hanya peduli dengan urusan pribadi mereka?
Atau seperti banyak dilansir di surat kabar, apakah betul mereka acuh tak acuh dengan persoalan negaranya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, melalui tulisan ini saya akan tampilkan hasil riset Center for Middle Class Studies (CMCS) - lembaga riset yang dirintis oleh Guru Marketing saya, Yuswohady. Hasil riset ini sempat kami diskusikan beberapa hari lalu melalui twitter. Ini merupakan studi kualitatif untuk memotret sosok mereka. Hasilnya adalah 8 sosok konsumen kelas menengah Indonesia seperti digambarkan dalam diagram segmentasi berikut (lihat gambar). Bagaimana karakteristik dari 8 sosok tersebut? Berikut ini uraiannya.

#Performer adalah kalangan professional dan entrepreneur yang memiliki ambisi luar biasa untuk membangun kompetensi diri. Mereka adalah self-achiever yang menggunakan kompetensi dan ketrampilan sebagai alat untuk mendongkrak tingkat ekonomi. Karena itu mereka selalu meng-update informasi, mengadopsi teknologi, dan terus belajar untuk meng-improve diri. Karena memegang informasi dan teknologi, mereka cenderung melihat persaingan (dengan rekan-rekan kerja) secara positif. Performer lebih selfish dengan misi hidup mencapai kebebasan keuangan (financial freedom). Ya, karena mereka belum puas dengan tingkat kehidupan ekonomi saat ini.
#Aspirator adalah performer yang sudah mapan dan cukup puas dengan kondisi ekonomi saat ini. Mereka juga open mind terhadap globalisasi dan dan mengadopsi nilai-nilai universal. Karena sudah merasa cukup, maka orientasi hidup mereka tidak lagi selfish. Ia mulai memikirkan hal-hal di luar dirinya: mulai peduli dengan anggota DPR yang hobi korupsi; mulai peduli pesawat kok jatuh melulu; mulai peduli dengan pemanasan global atau hutan Kalimantan yang dibabat habis. Ia punya harapan menjadi influencer bagi masyarakat, lingkungan, dan negaranya. Jadi tidak benar, seluruh kelas menengah Indonesia itu acuh tak acuh terhadap negaranya.
#Expert kebanyakan adalah profesional di berbagai bidang mulai dari dokter, arsitek, konsultan, atau pengacara yang selalu berupaya menjadi ekspert di bidang yang digelutinya. Setiap hari mereka sibuk menekuni bidang profesinya dari pagi hingga larut malam. Dokter yang sudah laku misalnya, harus mengurusi pasien-pasiennya dari pagi hingga dini hari. Hidupnya cenderung rutin dan monoton, tapi mereka menikmatinya, karena semua pekerjaan itu dilakukan dengan passionate. Karena “tertawan” oleh pekerjaan, mereka tidak memiliki cukup waktu luang untuk anak-anak, jalan-jalan di mal, atau menghadiri acara-acara keluarga/kerabat. Karena itu lingkungan pergaulan mereka juga terbatas, melulu di lingkungan profesinya. Intinya, “their life is their career”.
#Climber adalah para pegawai pabrik (blue collar), salesman, supervisor, dan sebagainya yang berupaya keras membanting-tulang untuk menaikkan status ekonominya. Harapan utama mereka adalah mendongkrak karir dan menaikkan taraf kehidupan menjadi lebih baik. Karena umunya masih mengawali karir, mereka masih suka pindah-pindah kerja (job-hunter), risk-taker dalam karir, dan cenderung melihat bahwa “career is a journey”. Seperti halnya Expert, mereka memiliki sedikit waktu luang karena pagi-pagi harus berangkat ke kantor atau pabrik dan lepas Mahgrib baru bisa pulang ke rumah dalam kondisi capek. Umumnya mereka memiliki family-values yang tinggi dan bekerja keras melulu untuk keluarga. Karena itu mereka adalah sosok “hero of their family”.
#Follower umumnya adalah kalangan muda (SMA dan kuliah) yang membutuhkan panutan (role model) untuk menemukan dan menunjukkan eksistensinya. Kenapa butuh panutan? Ya karena mereka masih mencari jati diri, belum punya banyak pengalaman, dan wawasannya masih terbatas (short-term vision, less sense of purpose). Mereka adalah generasi galau (ababil: “ABG labil”). Karena hal ini pula, tangible aspect seperti tampilan fisik, kepemilikan barang mahal, atau citra diri menjadi sesuatu yang penting. Bagi mereka teman adalah segalanya (friends are everything) dan diterima di lingkungan teman merupakan sesuatu yang penting untuk menunjukkan eksistensi mereka. Koneksi dengan teman (connecting with friends) mereka lakukan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter.
#Trend-setter memiliki daya beli yang lebih tinggi (more resources) dibanding follower. Karena lebih mampu, mereka ingin menjadi panutan dalam gaya hidup (peripheral lifestyle) seperti fesyen, gaya selebriti, gadget, dan sebagainya) bagi teman-temannya. They are victim of trends. Mereka menemukan eksistensinya ketika diikuti dan menjadi center of attention di lingkungan teman-temannya. Untuk bisa terus mengikuti tren dan isu-isu terbaru, mereka aktif berkoneksi di lingkungan teman-temannya menggunakan Facebook atau Twitter. Dengan karakteristik seperti itu, tak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang narsis (narcissist) dan cenderung self-centered.
#Flow-er adalah sosok yang tidak puas dengan tingkat kehidupan ekonominya saat ini, namun mereka tak tahu harus bagaimana untuk merubahnya. Karena tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas, mereka cenderung kurang meng-update informasi dan mengadopsi teknologi sehingga wawasan dan visi hidupnya terbatas. Dengan keterbatasan itu, hidup mereka cenderung pasrah dan mengalir (flow) di tengah perubahan kehidupan (teknologi, informasi, sosial, politik, dsb) yang cepat dan bergolak. Keluarga dan (terutama) anak adalah aset terbesar yang mereka miliki. Di tengah pergolakan hidup yang cepat pegangan mereka hanya satu, yaitu keyakinan agama (high spiritual values). Karena itu mereka cenderung menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.
#Settler adalah Flow-er yang sudah memiliki kemapanan hidup. Sosok ini merintis warung atau punya lahan luas hasil warisan yang menghasilkan sumber keuangan cukup besar bagi kehidupan ekonomi. Mereka tidak lagi memiliki keresahaan hidup dari sisi ekonomis. Hanya saja, berbeda dengan Aspirator atau Performer, mereka bukanlah sosok yang knowledgeable, bisa jadi cuma lulus SD atau SMP. Karena tingkat pengetahuan yang terbatas, maka mereka cenderung memegang nilai-nilai tradisional dan fobia terhadap perkembangan informasi, teknologi, dan globalisasi. Karena sudah puas dengan sukses yang dicapai saat ini, mereka cenderung tidak belajar dan mengembangkan diri. They are at the comfort zone.
Kalau Anda sudah masuk kalangan kelas menengah, saya pengin tahu, kira-kira Anda termasuk sosok yang mana? Silahkan terka. Jangan sampai Anda masuk di #Gen-G alias Generation Galau.
Think Big (Different) Start Small...