Brand 'Indonesia'

Posted: Minggu, 12 Februari 2012 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Beberapa tahun silam saya di ajak Mas Siwo ikutan nimbrung menyusun strategi branding Yogyakarta ber-tagline Jogja Never Ending Asia”. Saya masih ingat, waktu itu terjadi diskusi seru menyangkut bagaimana memosisikan Yogya di benak konsumen yaitu trader, tourists, dan investor (TTI). Opsinya adalah apakah Yogya dilekatkan ke Indonesia atau Asia. Setelah melalui perdebatan panjang akhirnya diputuskan Asia, bukan Indonesia. Makanya tagline yang kemudian muncul adalah: “Jogja Never-Ending Asia”, bukan “Jogja Never-Ending Indonesia”.

Kenapa? Karena image Indonesia waktu itu memang masih compang-camping. Begitu mendengar kata “Indonesia”, maka yang muncul di benak nggak jauh-jauh dari kerusuhan, penjarahan, dan korupsi. Ya, memang waktu itu Indonesia sedang marak-maraknya kerusuhan dan penjarahan akibat krisis ekonomi 1998. Kalau image Indonesia amburadul, bagaimana trader, tourist, dan investor mau membanjiri Yogya?

Inilah hebatnya country brand. Merek jam begitu dilekatkan dengan negeri Swiss akan langsung terdongkrak ekuitasnya. Merek mobil begitu dilekatkan dengan negeri Jerman akan terdogkrak ekuitasnya. Produk elektronik begitu dilekatkan dengan negeri Jepang akan terdongkrak ekuitasnya. Waktu itu, kalau Yogya dilekatkan ke Indonesia, maka ekuitasnya akan ikut-ikutan amburadul. Bagi Yogya, Indonesia waktu itu bukanlah asset, tapi liabilities.



#Indonesia Bangkit
Tapi itu adalah cerita beberapa tahun lalu saat Indonesia tengah terpuruk dihajar krisis. Kini kondisinya sudah banyak berubah. Lebih setahun lalu, untuk pertama kalinya GDP perkapita Indonesia menembus ambang batas $3000 itu artinya kita merayap menjadi negara maju. Kelas menengah (middle-class consumers) kita cukup solid mencapai 54% dari total jumlah penduduk. Menurut Goldman Sach, tahun 2050 Indonesia merupakan ekonomi terbesar ke-11 di dunia beda tipis dengan Perancis, Inggris, dan Jerman.

Saya menggambarkan Indonesia sebagai “gadis desa” yang sedang ranum-ranumnya di lirik seluruh dunia. Di tengah mendung krisis Eropa saat ini kita justru mendapatkan status investment grade dari lembaga bergengsi Fitch dan Moody’s. Ketika pasar kita demikian besar dengan 240 juta penduduk, maka investor dari manapun berduyun-duyun datang ke sini. Energi positif melingkupi negeri ini karena seluruh anak negeri optimis menyongsong Indonesia menjadi ekonomi utama dunia menyusul Cina dan India.

Kalau sudah demikian, apa akibatnya ke brand Indonesia? Indonesia sebagai country brand pun pasti ikutan terkerek naik. Beberapa tahun terakhir saya melihat tren produk-produk (tak hanya lokal tapi juga global) sudah mulai confident mengusung citra Indonesia. Merek-merek seperti Sido Muncul, Kapal Api, Martha Tilaar, Telkomsel, Pertamina, hingga Multiply atau Chevron mulai tak malu-malu lagi menggunakan simbol-simbol kebanggaan Indonesia dalam komunikasi merek.

Kapal Api misalnya mengusung tagline baru “Secangkir Semangat Untuk Indonesia”. Sido Muncul sejak lama menggunakan tema nasionalisme dan cinta produk Indonesia dalam kampanye mereknya. Multiply bahkan memindahkan kantor pusatnya dari Florida ke Jakarta. Muncul tren yang makin menguat bahwa merek-merek kita mulai confident, tidak malu lagi, melekatkan diri ke brand hebat baru bernama: Indonesia.

#Merangkak
Jangan dikira produk elektronik atau otomotif Jepang memperoleh status brand hebat seperti sekarang ini dengan mudah. Jalannya cukup panjang dimulai sejak tahun 1950-an. Kala itu produk Jepang selalu identik dengan citra produk kelas kambing. Tapi berkat rintisan dari merek-merek pionir seperti Sony, Toyota, atau Panasonic pelan-pelan brand Jepang di pasar dunia mulai terdongkrak naik.

Di tahun 1980-an, hal yang sama dilakukan Korea. Kala itu merek-merek seperti Samsung, Hyundai, atau Kia dianggap sebagai merek-merek nomor buncit dengan kualitas asal-asalan. Tapi karena terus memperbaiki diri, merek-merek itu akhirnya mulai diperhitungkan di dunia, dan ujung-ujungnya Korea sebagai country brand menjadi harum namanya. Kini giliran Cina dan India berpacu untuk mendongkrak country brand-nya menjadi kekuatan baru seperti pendahulunya Jepang, Hong Kong, dan Korea.

Pertanyaannya, kapan giliran Indonesia? Jawabnya adalah sekarang!
Ya, karena saat inilah momentum yang tepat di tengah kebangkitan Indonesia menjadi negara maju baru. Karena itu saya berharap makin banyak merek-merek hebat lokal yang dengan kebesaran hati mendorong country brand Indonesia persis seperti yang dilakukan Sony di Jepang atau Samsung di Korea. Produk-produk kita tak boleh malu atau minder lagi menggunakan atribut “Indonesia” dalam melakukan brand-building. Ya, karena Indonesia sedang melaju menjadi negeri kelas kakap, bukan kelas teri.

Saya bermimpi 10 tahun lagi atau paling lama 20 tahun lagi dari sekarang brand Indonesia sudah menjadi seperti raja Midas, apapun yang disentuh bakal menjadi emas. Saya bermimpi, apapun merek lokal ketika ditempeli label “Indonesia” akan laris manis selaris iPad.

Dan tentu impian saya terbesar adalah Credit Union menjadi aktor intelektual di balik tumbunya brand Indonesia!

Bagaimana pendapat Anda?

0 komentar: