Principle 3. Love Is Listening
Posted: Senin, 20 Juni 2011 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Credit Union
0
Ini adalah hari keempat saya menulis seri tulisan Credit Union Marketing Is Love Marketing, sebuah konsep mengenai pemasaran melalui CU. Melalui konsep ini saya ingin mangatakan bahwa strategi pemasaran Anda di CU akan sukses kalau Anda terus menebar cinta kepada pelanggan Anda di CU. Seperti telah saya uraikan sebelumnya, konsep ini mengandung 8 prinsip cinta yaitu: memberi (giving), ngobrol (conversation), mendengar (listening), berbagi (sharing), peduli (caring), empati (empathy), kepercayaan (trust), pertemanan (friendship). Hari ini giliran saya mengulas prinsip yang ketiga, yaitu: ‘Love Is Listening’.
Perbedaan utama media horisontal seperti Twitter dengan media vertikal seperti TV, radio, atau majalah adalah bahwa media baru ini dapat mendengar (listening). Televisi dan radio adalah ‘kotak bebal’ yang tidak bisa mendengar. Televisi, radio, koran, bahkan billboard di pinggir-pinggir jalan adalah media yang piawai dalam ngomong, tapi tak memiliki kemampuan sedikitpun untuk mendengar.
Sama halnya dengan kita di CU, apa jadinya Anda jika bisanya cuma ngomong doang tanpa bisa dan tanpa pernah mau mendengarkan? Anda akan menjadi ‘vampire’ yang tak punya emosi, tak pernah bisa mengerti, dan tak mampu berempati. Kalau sudah begitu maka kita menjadi mahluk yang tak punya ‘hati’. Kita akan kehilangan harta karun paling berharga: sisi kemanusiaan kita.
Maukah brand Anda dicap dan dipersepsi oleh konsumen sebagai ‘vampire’ yang tak punya empati dan tak pernah peduli? Maukah brand Anda dicap dan dipersepsi oleh konsumen sebagai ‘tembok yang bebal dan dungu’? Kalau tidak mau, berlatihlah dan berusaha keraslah untuk terus mendengar pelanggan Anda. ‘LISTENING IS YOUR JOB #1’. Masih ingat iklan Prudential, kan? ‘Always listening, Always understanding!’ Tidak mungkin Anda bisa mengerti persoalan pelanggan, tanpa mendengarkan omongan pelanggan.
The Power of Listening
Menurut survei, persoalan utama para suami-istri yang menjalin cinta-kasih di dalam biduk rumah tangga adalah masalah komunikasi di antara mereka: karena merek tidak mampu berkomunikasi secara baik dan harmonis. Celakanya, ketidakmampuan berkomunikasi tersebut sebagian besar disebabkan ketidakmampuan mereka dalam mendengarkan. Mereka merasa kurang didengarkan oleh pasangannya.
Karena kenyataan itu saya berani mengatakan bahwa mendengar adalah esensi dari cinta. LOVE IS LISTENING. Mendengar adalah rahasia cinta yang kekal dan tak lekang ditelan jaman. Ya, karena didengarkan adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Kata seorang pakar, ‘one of the GREATEST gifts and loving acts you can give your partner is to LISTEN to them’. Dengan terus-menerus mendengar, maka cinta kita akan terus berbunga-bunga. ‘Listening with an empathetic and caring heart would help you sustain a loving relationship over time’.
Karena saya mengatakan ‘Credit Union Marketing Is Love Marketing’, maka mendengar merupakan elemen kunci kesuksesan kita memasarkan ‘brand’ kita melalui CU. Perbanyaklah mendengar keluhan dari pelanggan dan orang-orang yang Anda kenal. Dengan bayak mendengar maka kita akan tahu keluh-kesah mereka. Dengan banyak mendengar kita akan memiliki kepekaan terhadap orang-orang di luar kita. Dengan banyak mendengar kita akan banyak belajar. Ingat, mendengar adalah titik awal kita bisa peduli dan berempati. Sebaliknya, ketika kita tak pernah mendengar, maka ini adalah awal mula munculnya penyakit kronis di jagad CU yaitu: arogansi, kesombongan, dan kebebalan.
Be a Good Listener
Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana agar kita menjadi pendengar yang baik di CU? Apakah kita menjadi pendengar yang baik atau tidak di jagad CU akan terefleksi dari pola interaksi-transaksi yang kita lakukan. Ketika kita tidak banyak mengajak orang untuk menjadi pelanggan atau anggota (yup… ‘celebrity tweep’) maka tentu saja besar kemungkinan kita kurang banyak mendengarkan. Atau ketika kita tidak pernah me-‘resend’, memberikan ‘mention’, atau merespons problem dari pelanggan, maka besar kemungkinan kita juga kurang mendengar.
Karena itu saya mengatakan, CU yang ‘sehat’ adalah jika sebagian besar dari interaksi-transaksi kita merupakan kombinasi antara resend, mention, dan respons ke pelanggan. Kenapa saya sebut ‘sehat’? Karena kombinasi itu merefleksikan pola interaksi-transaksi kita yang tak hanya ‘talking’, tapi juga ‘listening’ dan ‘responding’. Jadi siklus ‘LISTENING-TALKING-RESPONDING’ haruslah tercermin dalam interaksi-transaksi kita. Dengan komposisi ‘listening-talking-responding’ yang baik maka ‘relationship’ dan ‘emotional connection’ dengan pelanggan akan terbangun. Ini pada gilirannya akan membentuk sebuah komunitas pelanggan yang solid dan menjadi embrio terbentuknya komunitas ‘evangelist’ bagi brand kita.
Kalau dikatakan bahwa mendengar di CU itu sangat krusial, lalu apa saja yang harus kita dengarkan? Rumusnya sederhana, yaitu ‘5W: Who, What, Where, When, dan Why’. Pertama Who, yaitu siapa-siapa ‘stakeholders’ di CU yang harus kita monitor dan dengarkan. Mereka bisa pelanggan, ‘influencer’, kompetitor, atau mungkin partner. Kedua What, yaitu apa saja yang mereka bicarakan tentang CU, baik maupun buruk. Ketiga Where, yaitu dimana dan dalam suasana apa mereka membicarakan brand CU kita: mereka sedang kopdar dengan teman-teman, sedang sendiri, atau sedang mengikuti event tertentu. Keempat When, yaitu kapan mereka membicarakan brand CU kita. Dan terakhir Why, yaitu kenapa mereka membicarakan brand CU kita. Ingat, mengetahui latar belakang kenapa pelanggan membicarakan kita akan memberikan ‘insight-insight’ yang berharga.
Apapun suara-suara pelanggan di atas bisa dengan mudah kita dapatkan di jagad CU, dengan menggunakan alat-alat monitor CU (CU monitoring tool/CU analitic), semacam KPI (Key Performance Indicators). Ingat, media sosial merupakan media yang terukur karena semua omongan di CU-land bisa dilacak dan ditelusur. Banyak sekali ‘CU monitoring tool’ yang bisa digunakan untuk mendengar pelanggan, baik yang gratis maupun berbayar. Yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah LKSB (Laporan Keuangan dan Statistik Bulanan) untuk menelusur pertumbuhan pelanggan CU. Tapi bagi saya, LKSB saja tidak cukup. Saya selalu membayangkan dan memimpikan di CU ada yang namanya: CU Browser untuk mengetahui koneksi yang dimiliki oleh manajemen terhadap pelanggan atau anggota tertentu. CU-stats untuk mengetahui statistik pembicaraan dari manajemen terhadap seorang pelanggan atau anggota tertentu. Atau CU-twendz yang mampu mengendus sentimen atau topik-topik tertentu dari pembicaraan di antara pelanggan atau anggota CU terhadap brand CU kita.
Mulailah menjadi pendengar yang baik di CU. Ingat satu hal ini, ‘The better you listen the better you are connected… and the better your love relationship with the customers.’
Bagaimana pendapat Anda? Terima kasih.
Perbedaan utama media horisontal seperti Twitter dengan media vertikal seperti TV, radio, atau majalah adalah bahwa media baru ini dapat mendengar (listening). Televisi dan radio adalah ‘kotak bebal’ yang tidak bisa mendengar. Televisi, radio, koran, bahkan billboard di pinggir-pinggir jalan adalah media yang piawai dalam ngomong, tapi tak memiliki kemampuan sedikitpun untuk mendengar.
Sama halnya dengan kita di CU, apa jadinya Anda jika bisanya cuma ngomong doang tanpa bisa dan tanpa pernah mau mendengarkan? Anda akan menjadi ‘vampire’ yang tak punya emosi, tak pernah bisa mengerti, dan tak mampu berempati. Kalau sudah begitu maka kita menjadi mahluk yang tak punya ‘hati’. Kita akan kehilangan harta karun paling berharga: sisi kemanusiaan kita.
Maukah brand Anda dicap dan dipersepsi oleh konsumen sebagai ‘vampire’ yang tak punya empati dan tak pernah peduli? Maukah brand Anda dicap dan dipersepsi oleh konsumen sebagai ‘tembok yang bebal dan dungu’? Kalau tidak mau, berlatihlah dan berusaha keraslah untuk terus mendengar pelanggan Anda. ‘LISTENING IS YOUR JOB #1’. Masih ingat iklan Prudential, kan? ‘Always listening, Always understanding!’ Tidak mungkin Anda bisa mengerti persoalan pelanggan, tanpa mendengarkan omongan pelanggan.
The Power of Listening
Menurut survei, persoalan utama para suami-istri yang menjalin cinta-kasih di dalam biduk rumah tangga adalah masalah komunikasi di antara mereka: karena merek tidak mampu berkomunikasi secara baik dan harmonis. Celakanya, ketidakmampuan berkomunikasi tersebut sebagian besar disebabkan ketidakmampuan mereka dalam mendengarkan. Mereka merasa kurang didengarkan oleh pasangannya.
Karena kenyataan itu saya berani mengatakan bahwa mendengar adalah esensi dari cinta. LOVE IS LISTENING. Mendengar adalah rahasia cinta yang kekal dan tak lekang ditelan jaman. Ya, karena didengarkan adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Kata seorang pakar, ‘one of the GREATEST gifts and loving acts you can give your partner is to LISTEN to them’. Dengan terus-menerus mendengar, maka cinta kita akan terus berbunga-bunga. ‘Listening with an empathetic and caring heart would help you sustain a loving relationship over time’.
Karena saya mengatakan ‘Credit Union Marketing Is Love Marketing’, maka mendengar merupakan elemen kunci kesuksesan kita memasarkan ‘brand’ kita melalui CU. Perbanyaklah mendengar keluhan dari pelanggan dan orang-orang yang Anda kenal. Dengan bayak mendengar maka kita akan tahu keluh-kesah mereka. Dengan banyak mendengar kita akan memiliki kepekaan terhadap orang-orang di luar kita. Dengan banyak mendengar kita akan banyak belajar. Ingat, mendengar adalah titik awal kita bisa peduli dan berempati. Sebaliknya, ketika kita tak pernah mendengar, maka ini adalah awal mula munculnya penyakit kronis di jagad CU yaitu: arogansi, kesombongan, dan kebebalan.
Be a Good Listener
Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana agar kita menjadi pendengar yang baik di CU? Apakah kita menjadi pendengar yang baik atau tidak di jagad CU akan terefleksi dari pola interaksi-transaksi yang kita lakukan. Ketika kita tidak banyak mengajak orang untuk menjadi pelanggan atau anggota (yup… ‘celebrity tweep’) maka tentu saja besar kemungkinan kita kurang banyak mendengarkan. Atau ketika kita tidak pernah me-‘resend’, memberikan ‘mention’, atau merespons problem dari pelanggan, maka besar kemungkinan kita juga kurang mendengar.
Karena itu saya mengatakan, CU yang ‘sehat’ adalah jika sebagian besar dari interaksi-transaksi kita merupakan kombinasi antara resend, mention, dan respons ke pelanggan. Kenapa saya sebut ‘sehat’? Karena kombinasi itu merefleksikan pola interaksi-transaksi kita yang tak hanya ‘talking’, tapi juga ‘listening’ dan ‘responding’. Jadi siklus ‘LISTENING-TALKING-RESPONDING’ haruslah tercermin dalam interaksi-transaksi kita. Dengan komposisi ‘listening-talking-responding’ yang baik maka ‘relationship’ dan ‘emotional connection’ dengan pelanggan akan terbangun. Ini pada gilirannya akan membentuk sebuah komunitas pelanggan yang solid dan menjadi embrio terbentuknya komunitas ‘evangelist’ bagi brand kita.
Kalau dikatakan bahwa mendengar di CU itu sangat krusial, lalu apa saja yang harus kita dengarkan? Rumusnya sederhana, yaitu ‘5W: Who, What, Where, When, dan Why’. Pertama Who, yaitu siapa-siapa ‘stakeholders’ di CU yang harus kita monitor dan dengarkan. Mereka bisa pelanggan, ‘influencer’, kompetitor, atau mungkin partner. Kedua What, yaitu apa saja yang mereka bicarakan tentang CU, baik maupun buruk. Ketiga Where, yaitu dimana dan dalam suasana apa mereka membicarakan brand CU kita: mereka sedang kopdar dengan teman-teman, sedang sendiri, atau sedang mengikuti event tertentu. Keempat When, yaitu kapan mereka membicarakan brand CU kita. Dan terakhir Why, yaitu kenapa mereka membicarakan brand CU kita. Ingat, mengetahui latar belakang kenapa pelanggan membicarakan kita akan memberikan ‘insight-insight’ yang berharga.
Apapun suara-suara pelanggan di atas bisa dengan mudah kita dapatkan di jagad CU, dengan menggunakan alat-alat monitor CU (CU monitoring tool/CU analitic), semacam KPI (Key Performance Indicators). Ingat, media sosial merupakan media yang terukur karena semua omongan di CU-land bisa dilacak dan ditelusur. Banyak sekali ‘CU monitoring tool’ yang bisa digunakan untuk mendengar pelanggan, baik yang gratis maupun berbayar. Yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah LKSB (Laporan Keuangan dan Statistik Bulanan) untuk menelusur pertumbuhan pelanggan CU. Tapi bagi saya, LKSB saja tidak cukup. Saya selalu membayangkan dan memimpikan di CU ada yang namanya: CU Browser untuk mengetahui koneksi yang dimiliki oleh manajemen terhadap pelanggan atau anggota tertentu. CU-stats untuk mengetahui statistik pembicaraan dari manajemen terhadap seorang pelanggan atau anggota tertentu. Atau CU-twendz yang mampu mengendus sentimen atau topik-topik tertentu dari pembicaraan di antara pelanggan atau anggota CU terhadap brand CU kita.
Mulailah menjadi pendengar yang baik di CU. Ingat satu hal ini, ‘The better you listen the better you are connected… and the better your love relationship with the customers.’
Bagaimana pendapat Anda? Terima kasih.