Become a Boss

Posted: Senin, 09 November 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Tes awal kepemimpinan kita terjadi pada saat kita mendapatkan tugas untuk mengatur orang lain. Hampir semua manajer baru mengalami kegagalan pada tes ini dikarenakan banyak pengertian yang salah mengenai arti memimpin. Walaupun bagi individu yang paling berbakat sekalipun, proses menjadi seorang pemimpin merupakan suatu proses yang sulit, sebuah proses pengembangan diri secara terus menerus.

Organisasi mengalami kerugian finansial yang cukup besar, ketika seseorang yang dipromosikan, karena performa individu yang baik sekali dan berkualifikasi tapi tidak mampu beradaptasi dalam mengambil tanggung jawab manajemen. Kegagalan demi kegagalan tidaklah mengejutkan, mengingat transisi yang harus dialami merupakan transisi yang sulit. Rasanya terlalu besar bagi siapapun juga untuk menanganinya. Dan apapun juga jenis pengalaman para pemimpin, yang pasti pengalama-pengalaman mereka tidak seperti ada hubungannya dengan kepemimpinan.

Namun yang cukup mengejutkan adalah begitu sedikit perhatian yang diberikan mengenai pengalaman-pengalaman para manajer baru dan tantangan-tantangan yang mereka hadapi. Untuk menolong para manajer baru melewati ujian pertama mereka, kita perlu membantu mereka untuk mengerti apa sesungguhnya arti memimpin. Kebanyakan dari mereka memandang dirinya sebagai manajer dan sekaligus pemimpin; mereka menggunakan kepemimpinan dalam kata-kata; dan mereka pasti merasakan beban besar dari kepemimpinan.



Mengapa Belajar untuk Memimpin begitu Sulit?
Satu dari beberapa hal yang ditemukan oleh para manajer baru adalah, keterampilan dan metode yang digunakan untuk keberhasilan sebagai individu dan yang diperlukan seorang manajer sangatlah berbeda. Pada pekerjaan mereka yang sebelumnya, kesuksesan mereka tergantung pada keahlian yang dimilikinya dan tindakannya. Sebagai manajer, mereka bertanggung jawab untuk membuat dan mengimplementasikan agenda untuk seluruh grup, suatu hal yang belum disiapkan oleh performer perorangan dalam karirnya.

Mempelajari kepemimpinan merupakan sebuah proses belajar dengan melakukannya. Hal ini merupakan keterampilan yang didapatkan melalui pengalaman kerjanya itu sendiri. Kebanyakan individu yang cemerlang belum banyak membuat banyak kesalahan, jadi hal ini merupakan pengalaman baru bagi mereka.

Apa yang saya temukan adalah bahwa tahap transisi sering menjadi tahap yang lebih sulit dari yang seharusnya, dikarenakan salah pengertian mengenai peran mereka. Dengan menyadari adanya kesalahpahaman berikut ini, para manajer baru memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses.

A. Manajer Memiliki Otoritas yang Signifikan
Para manajer baru biasanya berfokus pada apa yang menjadi hak dan keuntungan yang bisa didapatkan dari menjadi seorang bos. Mereka berasumsi bahwa menjabat sebagai manajer akan memberinya otoritas dan kebabasan lebih serta otonomi, untuk melakukan apa yang mereka pikir terbaik bagi perusahaan. ‘Pada kenyataannya, kita sesungguhnya tidak memiliki kendali atas apapun juga’, kata seorang manajer. ‘Satu-satunya waktu dimana saya memegang kendali adalah ketika saya menutup pintu ruangan saya dan kemudian saya merasakan bahwa saya tidak sedang melakukan pekerjaan sebagaimana biasanya, yaitu bekerja sama dengan orang lain’.

Orang-orang yang dapat membuat kehidupan seorang manajer menjadi lebih sulit adalah orang-orang yang tidak termasuk dalam otoritas formalnya, seperti para supplier dan manajer dari devisi lain serta para pemilik modal. Menjadi seorang manajer tidak sama dengan menjadi seorang bos. Menjadi seorang manajer lebih seperti menjadi seorang tawanan. Kecuali mereka membangun hubungan yang efektif dengan orang-orang kunci. Jika tidak, maka sebuah tim akan kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan tugasnya.

B. Otoritas Berasal dari Posisi sebagai Manajer
Para manajer baru biasanya berpikir bahwa kekuasaan mereka berdasarkan otoritas formal yang datang seiring dengan posisi mereka. Manajer baru lambat laun belajar bahwa ketika bawahannya diperintahkan untuk melakukan sesuatu, bukan berarti mereka akan merespons. Kenyataannya, semakin berbakat seorang bawahan, maka semakin sulit untuk mengikuti perintah. Otoritas akan tumbuh dari kredibilitas yang dibangun oleh sang manajer dengan bawahannya, rekan kerjanya, dan atasannya.

Banyak para manajer baru terkejut dengan betapa sulitnya mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan dari orang lain. Mereka merasa terhina bahwa kemampuan dan catatan prestasinya tidak dipandang sama sekali. Riset yang saya lakukan menunjukkan bahwa kebanyakan manajer tidak menyadari mengenai kualitas-kualitas diri yang membangun kredibilitas. Sama dengan pembangunan sebuah brand, jika kemampuan diri ini tidak mampu memperkuat dan meningkatkan kredibilitas para manajer baru ini, maka otoritas yang diharapkannya akan semakin sulit untuk terwujud.

Para Manajer Harus Mengontrol Bawahan
Hampir semua manajer baru merasakan ketidaknyamanan dalam perannya yang baru, sehingga berusaha keras untuk membuat bawahannya hormat dan menurut. Mereka biasanya takut jika mereka tidak membentuknya dari awal, maka bawahannya akan tidak menaruh hormat dan patuh kepadanya. Untuk mendapatkan kendali, mereka seringkali bertumpu pada otoritas formal, yaitu suatu cara yang keefektifannya sangat layak untuk dipertanyakan.

Semakin besar kekuasaan yang diberikan kepada bawahan, semakin berpengaruh pula para manajer dalam memimpin. Ketika mereka memimpin dengan cara yang membuat bawahan mampu mengambil inisiatif, mereka secara utuh telah membangun kredibilitasnya sebagai seorang manajer. Menjadi manajer bukan sebatas dituruti perintahnya, tapi dihormati dan disegani karena kredibilitasnya.

Manajer Harus Fokus pada Pembentukan Hubungan Baik Seorang Individu
Selama tahun pertama, banyak manajer baru yang tidak menyadari pentingnya membangun sebuah tim yang baik. Mereka hanya memerhatikan performa individu dan sedikit kurang atau tidak ada perhatian pada budaya tim dan performanya. Mereka jarang sekali bertumpu pada forum grup untuk menentukan dan menyelesaikan masalah. Beberapa diantara manajer baru terlalu sering menghabiskan waktunya dengan sejumlah bawahan yang dipercaya, dan seringkali dengan orang-orang yang terlihat paling mendukungnya.

Ketika manajer baru hanya berhubungan dengan salah satu anggota timnya, mereka mengabaikan aspek fundamental dalam kepemimpinan yang efektif, yaitu membuka kekuatan kolektif sebuah grup untuk meningkatkan performa individu dan komitmen. Para manajer baru biasanya memang mempunyai kecenderungan untuk menciptakan hubungan hanya dengan beberapa individu dalam timnya, hal inilah yang suatu saat akan menjadi umpan balik bagi kredibilitasnya sebagai seorang manajer.

Manajer Harus Memastikan Situasi Berjalan dengan Mulus
Memastikan sebuah pekerjaan berjalan dengan mulus merupakan tugas yang amat berat. Para manajer baru perlu menciptakan perubahan, baik di dalam dan di luar tanggung jawab mereka, untuk memastikan kesuksesan timnya. Mereka perlu bekerja untuk perubahan dengan kemampuan timnya dan tidak memikirkan kekurangan otoritas formal. Sudut pandang yang lebih luas ini lebih menguntungkan organisasi dan sekaligus para manajer baru.

Ketika seorang manajer dapat membangun suatu hubungan baik dengan atasannya, hal tersebut akan menciptakan perbedaan besar. Banyak karyawan merasa lega setelah mengetahui bahwa atasannya lebih menghormati pertanyaan-pertanyaan dan kesalahan dari yang mereka kira. Menyukseskan seorang manajer baru bukan hanya menguntungkan individu tersebut, tetapi juga kesuksesan organisasi secara keseluruhan.


Jadi, ketika kita menjadi seorang manajer, maka bukan otomatis kita akan menjadi seorang leader, kecuali secara formal kelembagaan. Maka belajar dan teruslah belajar untuk membangun kredibilitas kita sebagai seorang manajer untuk membawa kita menjadi seorang leader yang tidak saja diikuti, dihormati, atau disegani namun juga seorang leader yang personal brand-nya dibangun oleh community brand kita. ■

______________________________________________________

Materi kuliah Manajemen Personalia, Linda A. Hill adalah seorang profesor Business Administration Harvard Business School di Boston dan juga seorang pengarang buku ‘Becoming a Manager: How Manager Master the Challenge of Leadership’, yang dipublikasikan oleh Harvard Business School Press pada tahun 2003.

0 komentar: