Good Boss @ Bad Time
Posted: Minggu, 25 Oktober 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Leadership
0
Dunia bisnis selalu dalam siklus, ada masa baik, ada masa sulit...
Kita baru saja melewati masa sulit yang merupakan imbas dari kesulitan keuangan dunia. Kebanyakan perusahaan di Indonesia sudah mulai bangkit, setelah sebagian melewati masa sulit bahkan harus melakukan PHK. Namun dari pengalaman, kita tahu bahwa masa sulit tidak pergi selamanya, tetapi merupakan suatu hal yang berulang dan wajar terjadi, sama seperti datangnya malam. Suatu hal yang seringkali ditinggalkan oleh kita di saat kesulitan sudah berlalu (sementara), adalah meluangkan waktu untuk melakukan evaluasi mengambil pelajaran dari masa sulit tersebut, untuk bekal di masa depan, sehingga ketika hal tersebut terjadi lagi, seringkali kita mengulangi kesalahan yang sama. Salah satu pelajaran yang bisa diambil adalah bagaimana menjadi bos yang baik di masa-masa sulit.
Dua Sisi yang Bersatu
Tidak mudah menjadi bos yang baik, bahkan di masa yang baik sekalipun. Secara alami, orang yang mempunyai kekuasaan cenderung makin egois, dan kurang merasakan apa yang dibutuhkan, dilakukan, dan dikatakan oleh orang lain. Hal ini diperparah oleh sisi lain, bahwa bawahan cenderung memerhatikan bos-nya lebih cermat dibandingkan orang lain, sehingga seringkali hal-hal negatif dari bos cepat ditangkap oleh bawahan. Sehingga kecenderungan dari dua sisi ini, bisa menyebabkan masalah, terutama di masa-masa sulit, karena di masa sulit berikutnya kecenderungan tersebut terjadi makin kuat.
Jadi bagaimana caranya kita bisa menjadi seorang bos yang baik, menyadari kenyataan bahwa hal-hal di atas wajar terjadi? Untuk menjadi seorang bos yang baik kita perlu mengetahui empat kebutuhan bawahan kita yang menjadi sangat penting, terutama di masa sulit, yaitu: antisipasi, pengertian, kontrol, dan empati.
Membantu Antisipasi
Dalam masa sulit, orang lain ingin sebisa mungkin mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang, agar bisa mengantisipasinya. Ketidakpastian akan membuat orang gelisah karena tidak tahu bagaimana mengantisipasinya. Demikian pula dalam kondisi sulit di organisasi, seperti PHK. Jika kita memberikan informasi sebanyak dan sedapat mungkin tentang apa yang akan terjadi kepada mereka sebagai individu, kepada kelompok mereka, dan kepada organisasi secara keseluruhan, serta kapan hal itu akan terjadi, mereka akan bersiap sedapat mungkin sehingga penderitaan mereka akan berkurang. Contoh dalam hal ini adalah CEO yang menghadapi masa sulit perusahaannya, memutuskan untuk menulis memo kepada selurouh stafnya. Dalam memonya, ia menjelaskan skenario terburuk yang mungkin dihadapi oleh perusahaan tersebut dalam beberapa bulan ke depan. Tetapi, walaupun ia mempersiapkan stafnya untuk kemungkinan terburuk (PHK) di masa mendatang, ia juga membuat komitmen bahwa ia tidak akan melakukan PHK paling tidak dalam 3 bulan ke depan. Dengan demikian, ia memberikan kepastian kepada stafnya, paling tidak untuk 3 bulan ke depan.
Meningkatkan Pengertian
Jika mengantisipasi memerlukan informasi apa yang akan terjadi dan kapan, pengertian adalah tentang mengapa dan bagaimana. Hal ini didasarkan pada riset psikologi, bahwa orang bereaksi negatif terhadap kejadian yang tidak terjelaskan. Efek ini begitu kuatnya sehingga lebih baik memberikan penjelasan yang tidak mereka sukai dibandingkan tidak ada penjelasan sama sekali.
Bos yang baik mengerti bahwa komunikasi harus berulang untuk membuat semua mengerti benar maksudnya. Mantra yang harus digunakan untuk mengomunikasikan petunjuk yang penting adalah ''sederhana, konkrit, dan berulang. Mungkin kelihatannya bodoh dan membosankan, tetapi kita harus menyadari bahwa orang berbeda-beda dalam menangkap pesan. Sebagian orang mungkin baru menangkap suatu pesan sesudah ia mendengarnya sepuluh kali.
Memperkenankan Kontrol
Sebagai seorang bos dalam keadaan sulit, mungkin kita tidak dapat memberikan kontrol kepada staf kita atas apa yang terjadi, tetapi penting bahwa mereka diberi kesempatan untuk memilih bagaimana dan kapan itu akan terjadi.
Seorang bos sebuah perusahaan yang sedang dalam kesulitan meluncurkan program sales yang sangat menentukan, jika berhasil maka bisa meningkatkan gaji dari para pegawai, tetapi jika gagal maka bisa menyebabkan PHK massal atau mungkin kebangkrutan. Agar para pegawainya tidak ketakutan, maka ia mengumpulkan mereka dan meminta mereka menuliskan tugas-tugas yang harus dilakukan, dan mengelompokkan ke dalam kategori 'mudah' dan 'susah'. Kemudian ia membagi tugas 'mudah' dulu, dan meminta agar setiap tugas tersebut terlaksana, dilaporkan ke seluruh tim melalui email. Selanjutnya, terlaksananya tugas-tugas mudah memberikan rasa percaya diri kepada semua orang, dan menekan rasa cemas yang sangat tinggi pada awalnya.
Menunjukkan Empati
Suatu riset yang dilakukan oleh Jerald Greenberg, seorang profesor manajemen pada Ohio State University, menunjukkan bahwa jika seorang bos pada kondisi sulit tidak menungkapkan empati kepada pegawainya, maka akan lebih banyak pegawainya yang menjadi tidak senang dan berusaha melakukan hal-hal yang merugikan perusahaannya sebagai balas dendam.
Seringkali tidak bisa kita sadari bahwa sebagai bos, kita lebih dahulu menyadari kesulitan yang terjadi, sehingga telah melewati proses terkejut, marah, kesal, dan mengatasinya, sebelum bicara kepada bawahan kita. Hal itu bisa menyebabkan ketika kita bicara kepada bawahan kita, kita tidak menyadari bahwa mereka belum melewati proses tersebut, mereka masih pada tahap terkejut, marah, dan kesal, sehingga kita bisa tampak seakan-akan kita tidak merasakan apa yang mereka rasakan.
Tanda-tanda Seorang Bos yang Baik
Bos yang terhadap bawahannya bisa membantu antisipasi, meningkatkan pengertian, memperkenankan kontrol, dan menunjukkan empati, akan bisa membantu mereka mencapai yang terbaik pada saat kecemasan terjadi, dan akan mendapatkan kesetiaan mereka. Bos tersebut akan dipersepsikan sebagai 'melindungi punggung orang lain'. Hal ini sangat berarti bagi bawahan kita yang sedang dalam perasaan rentan, karena mereka akan merasa lebih tentram dengan mengetahui apa yang akan kita lakukan, baik langkah besar maupun kecil. Apapun yang akan terjadi, apakah akhirnya perusahaan kita berhasil atau gagal melewati masa sulit tersebut, apabila bawahan kita percaya bahwa kita selalu berpihak pada mereka, mereka akan selalu berusaha menolong kita.
Tetapi apabila mereka merasa bahwa kita mengkhianati mereka, hati-hatilah di kemudian hari.
Kita baru saja melewati masa sulit yang merupakan imbas dari kesulitan keuangan dunia. Kebanyakan perusahaan di Indonesia sudah mulai bangkit, setelah sebagian melewati masa sulit bahkan harus melakukan PHK. Namun dari pengalaman, kita tahu bahwa masa sulit tidak pergi selamanya, tetapi merupakan suatu hal yang berulang dan wajar terjadi, sama seperti datangnya malam. Suatu hal yang seringkali ditinggalkan oleh kita di saat kesulitan sudah berlalu (sementara), adalah meluangkan waktu untuk melakukan evaluasi mengambil pelajaran dari masa sulit tersebut, untuk bekal di masa depan, sehingga ketika hal tersebut terjadi lagi, seringkali kita mengulangi kesalahan yang sama. Salah satu pelajaran yang bisa diambil adalah bagaimana menjadi bos yang baik di masa-masa sulit.
Dua Sisi yang Bersatu
Tidak mudah menjadi bos yang baik, bahkan di masa yang baik sekalipun. Secara alami, orang yang mempunyai kekuasaan cenderung makin egois, dan kurang merasakan apa yang dibutuhkan, dilakukan, dan dikatakan oleh orang lain. Hal ini diperparah oleh sisi lain, bahwa bawahan cenderung memerhatikan bos-nya lebih cermat dibandingkan orang lain, sehingga seringkali hal-hal negatif dari bos cepat ditangkap oleh bawahan. Sehingga kecenderungan dari dua sisi ini, bisa menyebabkan masalah, terutama di masa-masa sulit, karena di masa sulit berikutnya kecenderungan tersebut terjadi makin kuat.
Jadi bagaimana caranya kita bisa menjadi seorang bos yang baik, menyadari kenyataan bahwa hal-hal di atas wajar terjadi? Untuk menjadi seorang bos yang baik kita perlu mengetahui empat kebutuhan bawahan kita yang menjadi sangat penting, terutama di masa sulit, yaitu: antisipasi, pengertian, kontrol, dan empati.
Membantu Antisipasi
Dalam masa sulit, orang lain ingin sebisa mungkin mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang, agar bisa mengantisipasinya. Ketidakpastian akan membuat orang gelisah karena tidak tahu bagaimana mengantisipasinya. Demikian pula dalam kondisi sulit di organisasi, seperti PHK. Jika kita memberikan informasi sebanyak dan sedapat mungkin tentang apa yang akan terjadi kepada mereka sebagai individu, kepada kelompok mereka, dan kepada organisasi secara keseluruhan, serta kapan hal itu akan terjadi, mereka akan bersiap sedapat mungkin sehingga penderitaan mereka akan berkurang. Contoh dalam hal ini adalah CEO yang menghadapi masa sulit perusahaannya, memutuskan untuk menulis memo kepada selurouh stafnya. Dalam memonya, ia menjelaskan skenario terburuk yang mungkin dihadapi oleh perusahaan tersebut dalam beberapa bulan ke depan. Tetapi, walaupun ia mempersiapkan stafnya untuk kemungkinan terburuk (PHK) di masa mendatang, ia juga membuat komitmen bahwa ia tidak akan melakukan PHK paling tidak dalam 3 bulan ke depan. Dengan demikian, ia memberikan kepastian kepada stafnya, paling tidak untuk 3 bulan ke depan.
Meningkatkan Pengertian
Jika mengantisipasi memerlukan informasi apa yang akan terjadi dan kapan, pengertian adalah tentang mengapa dan bagaimana. Hal ini didasarkan pada riset psikologi, bahwa orang bereaksi negatif terhadap kejadian yang tidak terjelaskan. Efek ini begitu kuatnya sehingga lebih baik memberikan penjelasan yang tidak mereka sukai dibandingkan tidak ada penjelasan sama sekali.
Bos yang baik mengerti bahwa komunikasi harus berulang untuk membuat semua mengerti benar maksudnya. Mantra yang harus digunakan untuk mengomunikasikan petunjuk yang penting adalah ''sederhana, konkrit, dan berulang. Mungkin kelihatannya bodoh dan membosankan, tetapi kita harus menyadari bahwa orang berbeda-beda dalam menangkap pesan. Sebagian orang mungkin baru menangkap suatu pesan sesudah ia mendengarnya sepuluh kali.
Memperkenankan Kontrol
Sebagai seorang bos dalam keadaan sulit, mungkin kita tidak dapat memberikan kontrol kepada staf kita atas apa yang terjadi, tetapi penting bahwa mereka diberi kesempatan untuk memilih bagaimana dan kapan itu akan terjadi.
Seorang bos sebuah perusahaan yang sedang dalam kesulitan meluncurkan program sales yang sangat menentukan, jika berhasil maka bisa meningkatkan gaji dari para pegawai, tetapi jika gagal maka bisa menyebabkan PHK massal atau mungkin kebangkrutan. Agar para pegawainya tidak ketakutan, maka ia mengumpulkan mereka dan meminta mereka menuliskan tugas-tugas yang harus dilakukan, dan mengelompokkan ke dalam kategori 'mudah' dan 'susah'. Kemudian ia membagi tugas 'mudah' dulu, dan meminta agar setiap tugas tersebut terlaksana, dilaporkan ke seluruh tim melalui email. Selanjutnya, terlaksananya tugas-tugas mudah memberikan rasa percaya diri kepada semua orang, dan menekan rasa cemas yang sangat tinggi pada awalnya.
Menunjukkan Empati
Suatu riset yang dilakukan oleh Jerald Greenberg, seorang profesor manajemen pada Ohio State University, menunjukkan bahwa jika seorang bos pada kondisi sulit tidak menungkapkan empati kepada pegawainya, maka akan lebih banyak pegawainya yang menjadi tidak senang dan berusaha melakukan hal-hal yang merugikan perusahaannya sebagai balas dendam.
Seringkali tidak bisa kita sadari bahwa sebagai bos, kita lebih dahulu menyadari kesulitan yang terjadi, sehingga telah melewati proses terkejut, marah, kesal, dan mengatasinya, sebelum bicara kepada bawahan kita. Hal itu bisa menyebabkan ketika kita bicara kepada bawahan kita, kita tidak menyadari bahwa mereka belum melewati proses tersebut, mereka masih pada tahap terkejut, marah, dan kesal, sehingga kita bisa tampak seakan-akan kita tidak merasakan apa yang mereka rasakan.
Tanda-tanda Seorang Bos yang Baik
Bos yang terhadap bawahannya bisa membantu antisipasi, meningkatkan pengertian, memperkenankan kontrol, dan menunjukkan empati, akan bisa membantu mereka mencapai yang terbaik pada saat kecemasan terjadi, dan akan mendapatkan kesetiaan mereka. Bos tersebut akan dipersepsikan sebagai 'melindungi punggung orang lain'. Hal ini sangat berarti bagi bawahan kita yang sedang dalam perasaan rentan, karena mereka akan merasa lebih tentram dengan mengetahui apa yang akan kita lakukan, baik langkah besar maupun kecil. Apapun yang akan terjadi, apakah akhirnya perusahaan kita berhasil atau gagal melewati masa sulit tersebut, apabila bawahan kita percaya bahwa kita selalu berpihak pada mereka, mereka akan selalu berusaha menolong kita.
Tetapi apabila mereka merasa bahwa kita mengkhianati mereka, hati-hatilah di kemudian hari.