Your Customers Are Evangelists. They Are Your Voluntary Sales Force
Posted: Kamis, 19 Maret 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Management
0
Robert T. Kiyosaki bilang: 'Jangan Anda bekerja keras untuk mendapatkan uang, uang-lah yang seharusnya bekerja keras untuk Anda'
Saya bilang: 'Janganlah Anda bekerja keras untuk (mendapatkan pelanggan), pelanggan-lah yang harus bekerja keras untuk Anda'
Pelanggan bekerja keras untuk Anda? Apa tidak keliru?
TIDAK
Kalau Anda piawai menerapkan hukum-nya Yuswohady, E = wMC2, Anda akan mampu menjadikan para pelanggan Anda sebagai salesman sejati Anda. Merekalah yang akan bekerja super keras untuk mendapatkan pelanggan-pelanggan lain. Mereka bakal menjadi sales force team terbaik Anda.
Mau bukti?
Siapa salesman sejati film Ayat-ayat Cinta?
PELANGGAN ... para penontonnya
Siapa salesman sejati klub bola Manchester United?
PELANGGAN ... para suporter fanatiknya
Siapa salesman sejati pelatihan spiritual ESQ?
PELANGGAN ... para alumni yang telah tercerahkan
Siapa salesman sejati buku dan film Harry Potter?
PELANGGAN ... para pembaca dan penonton setianya
Ayat-ayat Cinta piawai menerapkan E=wMC2. Film ini mencapai rekor jumlah penonton yang tak tertandingi oleh film manapun dalam sejarah perfilman tanah air. Di Indonesa sebuah film bisa dikatakan box office jika ia bisa mengumpulkan setengah juta penonton. Harap tahu saja, sampai saat ini Ayat-ayat Cinta sudah ditonton oleh sekitar 6-7 juta penonton.
Kenapa film ini menuai sukses luar biasa?
Jawabannya akan menarik kalau dikaitkan dengan hukum E=wMC2.
Saya bisa pastikan, film ini tak akan bisa sefantastis itu tanpa kehadiran social media seperti blog, friendster, facebook, yahoogroups, atau youtube. Kenapa rupanya? Karena melalui media baru itu buzz dan viral dari film tersebut 'merambat' secepat kilat dari satu konsumen ke konsumen berikutnya.
Awalnya seorang cewek ABG nonton begitu 'trenyuh' - sampai menangis - menuliskan kesan di blog-nya. Tulisan itu dibaca 10 teman satu kelasnya. Karena penasaran, masing-masing 10 teman tersebut langsung 'ngacir' ke gedung bioskop ikutan nonton. Begitu nonton, kejadian yang sama berulang. Masing-masing 10 teman itu pun trenyuh dan menuangkannya ke blog mereka masing-masing. Berikutnya, tulisan di blog itu dibaca 10 orang teman yang lain lagi. Demikian seterusnya, viral itu merambat demikian cepat sehingga dalam waktu singkat promosi murah dari mulut ke mulut (word of mouth) menyebar begitu cepak bak wabah kolera.
Itu artinya, tapa sadar Ayat-ayat Cinta telah menciptakan dan menggerakkan para EVANGELIST untuk mempromosikannya. Customer evangelist tak lain adalah pelanggan yang dengan sukarela 'memberitakan kabar baik' dan mempromosikan produk ke pelanggan yang lain. Mereka memberikan referal dan rekomendasi produk ke pelanggan yang lain.
Ingat! referal dan rekomendasi dari customer memiliki kekuatan seribu bahkan sejuta kali lebih hebat dibanding ocehan salesman.
Saya sendiri sudah hampir sepuluh tahun terakhir ini tidak pernah nonton film. Sekitar dua minggu setelah Ayat-ayat Cinta tayang di gedung-gedung bioskop, untuk pertama kalinya saya akhirnya nonton film lagi. Kenapa rupanya? Alasannya sederhana saja, karena saya mendengar dari istri saya bahwa Pak Din Syamsuddin, Ketua PB Muhammadiyah, nonton film ini dua kali.
Dua minggu setelah saya nonton film tersebut, Pak Presiden SBY, senasib dengan saya, akhirnya 'nggak tahan' ikut-ikutan nonton karena penasaran dengan film ini. Nontonnya pak presiden menjadi dramatis dan sangat emosional layaknya sinetron-sinetron kita karena pakai acara nangis segala. Memang, berkat Ayat-ayat Cinta acara nonton sambil nangis menjadi tren yang lagi hot di kalangan selebriti politik kita menjelang 2009.
Tanpa ia sadari, sejak itu Pak SBY punya 'profesi baru' di samping presiden.
Apa profesi baru Pak SBY?
SALESMAN!!!
Lho kok bisa?
Ya, menjadi salesman-nya Ayat-ayat Cinta.
Dan keampuhan salesmanship Pak SBY rupanya tidak perlu diragukan lagi, karena jualannya laris manis bak jualan pisang goreng. Begitu malam melakukan aksi nangisnya, sontak besoknya orang-orang seantero tanah air berlomba-lomba menyerbu gedung-gedung bioskop menonton Ayat-ayat Cinta. Saking larisnya, MD Pictures, produser Ayat-ayat Cinta, tak tanggung-tanggung langsung melipatgandakan target jualannya dari 3 juta menjadi 6 juta penonton.
Oops, diurus dulu...
Presiden beralih profesi menjadi salesman, apa tidak sala, tuh?
Tidak ada yang salah. Itulah hebatnya word of mouth atau promosi dari mulut ke mulut. Yaitu promosi dimana konsumenlah yang menjadi kekuatan utama dalam menjual produk, dimana CUSTOMER IS THE TRULLY SALESMAN!!
Bukannya Pak SBY melamar menjadi salesman MD Pictures, tapi aksi 'menangis di gedung bioskop' pak presiden serta merta menjadi perbincangan masyarakat, dan dampaknya bisa ditebak, semua orang penasaran ingin menonton film ini.
Anda tahu apa kekuatan utama word of mouth marketing?
Kekuatannya terletak pada peran konsumen sebagai salesman seperti yang dilakukan Pak SBY itu tadi. Kalau salesman beneran yang ngotot menawarkan produk, maka semakin tidak percaya dan enggan si konsumen untuk membelinya, apalagi kalau yang menjual adalah salesman asuransi atau kartu kredit. Semakin si salesman getol menawarkan, semakin ngacir si konsumen.
Hal sebaliknya terjadi kalau yang menawarkan adalah konsumen sendiri, apalagi setelah si konsumen puas menggunakan produk. Cukup sekali saja si konsumen ngomong mengenai kehebatan produk, tak perlu ngotot, tak perlu memaksa, konsumen-konsumen lain yang mendengarnya langsung 'klepek-klepek, kepincut' pada produk tersebut.
Dalam kasus Ayat-ayat Cinta di atas, bahkan Pak SBY 'nggak' ngomong sedikit pun mengenai kehebatan film yang ditontonnya. Kedatangan Pak SBY di gedung bioskop saja sudah sukup untuk membuat kita klepek-klepek, kepincut sama film ini, apalagi ada bumbu-bumbu nangis segala.
Sebelum aksi nangis Pak SBY, promosi dari mulut kemulut film karya agung Habiburrahman El-Shirazy ini sesungguhnya sudah mewabah. Dari awal memang film ini punya 'bakat' untuk diperbincangkan karena mengambil tema yang inovatif dan kontroversial, karena mengangkat isu poligami yang selalu menebar pro-kontra di negeri yang 90% warganya muslim ini. Topik novel ini begitu seru didiskusikan di kalangan sastrawan komunitas pecinta buku, dan kampus-kampus.
Karena temanya yang kontroversial, film ini kemudian menyebar di lingkungan ibu-ibu dan bapak-bapak. Ia menjadi bahan gosip yang seru di lingkungan ibu-ibu pengajian dan ibu-ibu arisan. Gosip tentu saja juga menerpa kalangan bapak-bapak karena dalam diskursus poligami selalu saja mereka menempati posisi sebagai 'obyek penderita' alias sasaran tembak ibu-ibu.
Selanjutnya, virus Ayat-ayat Cinta meluas begitu cepat ke semua kalangan masyarakat mulai dari ibu-ibu rumah tangga, anak-anak ABG, karyawan-karyawati di kantor-kantor, lingkungan birokrasi dan pejabat pemerintahan, bahkan sampai ke wakil rakyat di gedung MPR/DPR dan para menteri.
Ingat!!
Janganlah Anda bekerja keras untuk mendapatkan pelanggan, pelangganlah yang harus bekerja keras untuk Anda ...!!!
Saya bilang: 'Janganlah Anda bekerja keras untuk (mendapatkan pelanggan), pelanggan-lah yang harus bekerja keras untuk Anda'
Pelanggan bekerja keras untuk Anda? Apa tidak keliru?
TIDAK
Kalau Anda piawai menerapkan hukum-nya Yuswohady, E = wMC2, Anda akan mampu menjadikan para pelanggan Anda sebagai salesman sejati Anda. Merekalah yang akan bekerja super keras untuk mendapatkan pelanggan-pelanggan lain. Mereka bakal menjadi sales force team terbaik Anda.
Mau bukti?
Siapa salesman sejati film Ayat-ayat Cinta?
PELANGGAN ... para penontonnya
Siapa salesman sejati klub bola Manchester United?
PELANGGAN ... para suporter fanatiknya
Siapa salesman sejati pelatihan spiritual ESQ?
PELANGGAN ... para alumni yang telah tercerahkan
Siapa salesman sejati buku dan film Harry Potter?
PELANGGAN ... para pembaca dan penonton setianya
Ayat-ayat Cinta piawai menerapkan E=wMC2. Film ini mencapai rekor jumlah penonton yang tak tertandingi oleh film manapun dalam sejarah perfilman tanah air. Di Indonesa sebuah film bisa dikatakan box office jika ia bisa mengumpulkan setengah juta penonton. Harap tahu saja, sampai saat ini Ayat-ayat Cinta sudah ditonton oleh sekitar 6-7 juta penonton.
Kenapa film ini menuai sukses luar biasa?
Jawabannya akan menarik kalau dikaitkan dengan hukum E=wMC2.
Saya bisa pastikan, film ini tak akan bisa sefantastis itu tanpa kehadiran social media seperti blog, friendster, facebook, yahoogroups, atau youtube. Kenapa rupanya? Karena melalui media baru itu buzz dan viral dari film tersebut 'merambat' secepat kilat dari satu konsumen ke konsumen berikutnya.
Awalnya seorang cewek ABG nonton begitu 'trenyuh' - sampai menangis - menuliskan kesan di blog-nya. Tulisan itu dibaca 10 teman satu kelasnya. Karena penasaran, masing-masing 10 teman tersebut langsung 'ngacir' ke gedung bioskop ikutan nonton. Begitu nonton, kejadian yang sama berulang. Masing-masing 10 teman itu pun trenyuh dan menuangkannya ke blog mereka masing-masing. Berikutnya, tulisan di blog itu dibaca 10 orang teman yang lain lagi. Demikian seterusnya, viral itu merambat demikian cepat sehingga dalam waktu singkat promosi murah dari mulut ke mulut (word of mouth) menyebar begitu cepak bak wabah kolera.
Itu artinya, tapa sadar Ayat-ayat Cinta telah menciptakan dan menggerakkan para EVANGELIST untuk mempromosikannya. Customer evangelist tak lain adalah pelanggan yang dengan sukarela 'memberitakan kabar baik' dan mempromosikan produk ke pelanggan yang lain. Mereka memberikan referal dan rekomendasi produk ke pelanggan yang lain.
Ingat! referal dan rekomendasi dari customer memiliki kekuatan seribu bahkan sejuta kali lebih hebat dibanding ocehan salesman.
Saya sendiri sudah hampir sepuluh tahun terakhir ini tidak pernah nonton film. Sekitar dua minggu setelah Ayat-ayat Cinta tayang di gedung-gedung bioskop, untuk pertama kalinya saya akhirnya nonton film lagi. Kenapa rupanya? Alasannya sederhana saja, karena saya mendengar dari istri saya bahwa Pak Din Syamsuddin, Ketua PB Muhammadiyah, nonton film ini dua kali.
Dua minggu setelah saya nonton film tersebut, Pak Presiden SBY, senasib dengan saya, akhirnya 'nggak tahan' ikut-ikutan nonton karena penasaran dengan film ini. Nontonnya pak presiden menjadi dramatis dan sangat emosional layaknya sinetron-sinetron kita karena pakai acara nangis segala. Memang, berkat Ayat-ayat Cinta acara nonton sambil nangis menjadi tren yang lagi hot di kalangan selebriti politik kita menjelang 2009.
Tanpa ia sadari, sejak itu Pak SBY punya 'profesi baru' di samping presiden.
Apa profesi baru Pak SBY?
SALESMAN!!!
Lho kok bisa?
Ya, menjadi salesman-nya Ayat-ayat Cinta.
Dan keampuhan salesmanship Pak SBY rupanya tidak perlu diragukan lagi, karena jualannya laris manis bak jualan pisang goreng. Begitu malam melakukan aksi nangisnya, sontak besoknya orang-orang seantero tanah air berlomba-lomba menyerbu gedung-gedung bioskop menonton Ayat-ayat Cinta. Saking larisnya, MD Pictures, produser Ayat-ayat Cinta, tak tanggung-tanggung langsung melipatgandakan target jualannya dari 3 juta menjadi 6 juta penonton.
Oops, diurus dulu...
Presiden beralih profesi menjadi salesman, apa tidak sala, tuh?
Tidak ada yang salah. Itulah hebatnya word of mouth atau promosi dari mulut ke mulut. Yaitu promosi dimana konsumenlah yang menjadi kekuatan utama dalam menjual produk, dimana CUSTOMER IS THE TRULLY SALESMAN!!
Bukannya Pak SBY melamar menjadi salesman MD Pictures, tapi aksi 'menangis di gedung bioskop' pak presiden serta merta menjadi perbincangan masyarakat, dan dampaknya bisa ditebak, semua orang penasaran ingin menonton film ini.
Anda tahu apa kekuatan utama word of mouth marketing?
Kekuatannya terletak pada peran konsumen sebagai salesman seperti yang dilakukan Pak SBY itu tadi. Kalau salesman beneran yang ngotot menawarkan produk, maka semakin tidak percaya dan enggan si konsumen untuk membelinya, apalagi kalau yang menjual adalah salesman asuransi atau kartu kredit. Semakin si salesman getol menawarkan, semakin ngacir si konsumen.
Hal sebaliknya terjadi kalau yang menawarkan adalah konsumen sendiri, apalagi setelah si konsumen puas menggunakan produk. Cukup sekali saja si konsumen ngomong mengenai kehebatan produk, tak perlu ngotot, tak perlu memaksa, konsumen-konsumen lain yang mendengarnya langsung 'klepek-klepek, kepincut' pada produk tersebut.
Dalam kasus Ayat-ayat Cinta di atas, bahkan Pak SBY 'nggak' ngomong sedikit pun mengenai kehebatan film yang ditontonnya. Kedatangan Pak SBY di gedung bioskop saja sudah sukup untuk membuat kita klepek-klepek, kepincut sama film ini, apalagi ada bumbu-bumbu nangis segala.
Sebelum aksi nangis Pak SBY, promosi dari mulut kemulut film karya agung Habiburrahman El-Shirazy ini sesungguhnya sudah mewabah. Dari awal memang film ini punya 'bakat' untuk diperbincangkan karena mengambil tema yang inovatif dan kontroversial, karena mengangkat isu poligami yang selalu menebar pro-kontra di negeri yang 90% warganya muslim ini. Topik novel ini begitu seru didiskusikan di kalangan sastrawan komunitas pecinta buku, dan kampus-kampus.
Karena temanya yang kontroversial, film ini kemudian menyebar di lingkungan ibu-ibu dan bapak-bapak. Ia menjadi bahan gosip yang seru di lingkungan ibu-ibu pengajian dan ibu-ibu arisan. Gosip tentu saja juga menerpa kalangan bapak-bapak karena dalam diskursus poligami selalu saja mereka menempati posisi sebagai 'obyek penderita' alias sasaran tembak ibu-ibu.
Selanjutnya, virus Ayat-ayat Cinta meluas begitu cepat ke semua kalangan masyarakat mulai dari ibu-ibu rumah tangga, anak-anak ABG, karyawan-karyawati di kantor-kantor, lingkungan birokrasi dan pejabat pemerintahan, bahkan sampai ke wakil rakyat di gedung MPR/DPR dan para menteri.
Ingat!!
Janganlah Anda bekerja keras untuk mendapatkan pelanggan, pelangganlah yang harus bekerja keras untuk Anda ...!!!