Demokrasi Pasar di Republik Facebook
Posted: Jumat, 20 Maret 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Management
0
'Seperti dalam tai chi, cara terbaik melayani gerakan lawan bukanlah dengan langkah surut, tapi dengan mengiringi gerakannya itu, memanfaatkannya demi keuntungan sendiri, persis seperti rehat sejenak sebelum menempuh tahap selanjutnya.'
Siapa di antara Anda yang belum punya account di Facebook (atau di Friendster, Linkedln, dan lain-lain)? Kalau belum, ya tidak apa-apa juga, Anda tidak akan ditangkap KPK atau petugas pajak yang akhir-akhir ini amat sangat aktif kejar target. Hanya saja - virtually speaking - you are out of the new-world's orbit!
Utamanya sebagai pebisnis, Anda bisa kehilangan kontak dengan salah satu indikator denyut nadi komunitas pasar yang sedang berkembang pesat sekali. Konon, pengguna Facebook di Indonesia sudah menembus 1 juta! Inilah bentuk republik (virtual) yang paling demokratis di dunia! Setiap kita bebas menentukan, mau berpatisipasi (add/confirm) atau keluar (remove/delete) dari 'negara kota' (polis) ini.
Ketika Thomas Friedman dalam bukunya The World is Flat melansir 10 kecenderungan perataan dunia, kita diingatkan kembali akan apa yang dulu pernah diwanti-wanti oleh Alvin Toffler dalam triloginya: Future Shock, Third Wave, dan Power Shift tentang 3 change drivers yang bakal memacu dan memicu perubahan: teknologi, ekonomi dan sosial. Tatkala terjadi intervensi teknologi, maka ia akan mendorong perubahan ekonomi (oikos-nomos, pengaturan rumah tangga) dan ini pada gilirannya akan mendorong perubahan sosial, gaya hidup (lifestyle). Dan bagi para pebisnis, perubahan gaya hidup berarti perubahan pasar!
Kesepuluh tren itu: robohnya tembok berlin (serentak dengan munculnya teknologi Windows oleh Microsoft); go public-nya Netscape yang menandai merebaknya internet sampai menembus titil critical-mass; teknologi workflow-software; opensourcing; offshoring; supply-chaining; insourcing; in-forming dan the steroids, yaitu semacam pil doping yang mengakselerasi kesembilan tren tadi, bentuknya; digitalisasi-mobilisasi-personalisasi-virtualisasi. Mereka saling bereaksi kimia satu sama lain dan tadaaa... lahirlah dunia baru, a whole new world!
Pemikir marketing Indonesia, Yuswohady dalam bukunya Crowd, Marketing Becomes Horizontal secara cerdik mengadopsi formula Einstein untuk menggambarkan betapa dahsyatnya dampak kerumunan komunitas virtual yang difasilitasi platform web 2.0. Dengan mengajukan rumus E=wMC2 ia ingin mengatakan bahwa energi marketing (E) yang mahadahsyat(bahkan sedahsyat bpm nuklir) bisa diperoleh jika mampu memanfaatkan word of mouth (wM) atau rekomendasi pelanggan, yang dilipatgandakan oleh customer dan community (C2), baik offline maupun online.
Dengan semakin terfasilitasinya customer untuk saling berinteraksi langsung satu sama lain secara pribadi, maka efek saling memengaruhi menjadi sangat tinggi. Dan, para pemasar tahu persis bahwa referral adalah senjata promosi terampuh untuk mengubah opini pelanggan.
Ada 11 manifesto dalam pasar yang semakin horisontal seperti ini: 1) Net telah melepaskan potensi kekuatan pelanggan yang ada dalam jejaring; 2) pelanggan Anda adalah evangelist, relawan yang siap dan setiap membantu; 3) your core competence is connecting your customers; 4) perlakukan pelanggan Anda sebagai member, temukan identitas kolektif mereka, juga purpose and passion-nya; 5) orang butuh mengomunikasikan dirinya dan mengekspresikan aspirasinya, dan di atas Web 2.0 pasar jadi makin manusiawi lantaran bisa memfasilitasi hasrat narsistik setiap orang;
6) Anda adalah fasilitator bagi para pelanggan Anda dalam rangka memenuhi kebutuhan (dan keinginan) mereka. Selanjutnya manifesto 7) otentisitas adalah differentiator Anda, hal yang bisa terus menerus membuat Anda bisa tampil beda, dan jadilah diri sendiri; 8) your brand is a cult, create ideology around it and spread to your believers; 9) your product and services should be contagious, mesti ada bakat untuk diperbincangkan pelanggan karena keunikannya; 10) trust is the real currency, diskursus mesti berlandas kejujuran, alih-alih menolak members memperbincangkan dan mengaduk-aduk isi perut organisasi, kita malah mesti berpartisipasi dan memelihara dialog jujur dan transparan demi membangun kepercayaan (the strongest currency in the new world!); dan 11) libatkan pelanggan yang paling passionate untuk bersama Anda menciptakan solusi. Komunitas pelanggan yang semakin luas dan terfragmentasi adalah sumber mata air ide-ide produk dan servis yang kreatif.
Berhadapan dengan teknologi, seolah kita ada dalam dilema: di satu sisi ia membongkar kebudayaan termasuk nilai-nilai dan tradisi etis, namun di sisi lain kita sekarang - de facto - tidak bisa hidup tanpa teknologi. Prof. Franz Magnis Suseno dalam Teknologi dalam Tayangan Filosofi menegaskan, karena tanpa teknologi modern, kita tidak dapat menjamin pemenuhan kebutuhan dasar seluruh masyarakat. Juga, karena teknologi bagaimanapun juga tidak dapat ditolak, kemenangan budaya berdasarkan teknologi sudah tidak dapat digagalkan lagi.
Sehingga, mengikuti alur pikiran Michael Foucault di atas, seperti dalam pertandingan kung fu, tak ada lagi pilihan selain masuk sepenuhnya dalam teknologi, mempelajarinya dan menguasainya lalu memanfaatkannya dalam banyak bidang kehidupan demi memecahkan pelbagai masalah di depan kita.
Demokrasi pasar di Republik Facebook ini menembus batasan ruang, dan waktu. Maka, hai para laggards teknologi komunikasi bertobatlah! Segeralah kembali ke jalan yang benar!