Darimana Datangnya Kegagalan?
Posted: Selasa, 10 Maret 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Life
0
Gagal dalam berusaha seringkali berujung pada usaha mencari kambing hitam persoalan. Tapi, sudahkah kita benar-benar belajar dan mencari sumber kegagalan itu?
Suatu ketika, dalam sebuah mailing list saya, terdapat sebuah surat bernada keluhan. Inti surat itu kurang lebih berbunyi begini: 'Saya sudah berusaha berkali-kali menanamkan sikap tidak takut gagal, hingga menjalankan berbagai konsep sukses dari para mentor dan guru sukses yang saya ikuti seminarnya dan baca bukunya. Tapi, sampai saat ini, jika dihitung-hitung, saya sudah tertipu dan gagal beberapa kali. Saya sudah coba usaha yang lain dan gagal lagi. Sampai saat ini, saya bahkan sudah minus. Berapa kali kegagalan itu sebenarnya harus kita alami sebelum mencapai sukses yang kita inginkan?'
Berbagai jawaban mengalir. Ada yang mencoba menghibur. Ada yang menyarankan untuk ganti usaha yang lebih minim risiko. Ada pula yang mengatakan bahwa memang kegagalan itu sudah jadi kudapan bagi pengusaha. Namun, tidak ada satupun yang memberikan jawaban pasti tentang berapa kali kegagalan itu mesti dialami dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sukses sebenarnya.
Gagal memang sering jadi momok bagi banyak orag, dalam berbagai kondisi dan dalam aneka profesi. Padahal sehari-hari, kita sebenarnya sudah sangat akrab dengan yang namanya kegagalan, meski kadang tidak kita sadari. Contoh sederhana, saat bangun pagi. Berapa kali kita ingin bangun pagi, membunyikan alarm, tapi hanya bangun untuk mematikannya? Itu salah satu bentuk kegagalan dalam mengalahkan nafsu dalam diri.
Kegagalan lain sering juga kita alami saat tanpa sadar kita tidak bisa memenuhi janji. Sayangnya, saking seringnya terjadi, kita tak merasa ini sebagai sebuah kegagalan. Misalnya, saat kita mengatur jadual waktu meeting dengan orang lain. Kadang, dengan berbagai alasan kita datang terlambat. Padahal, itu adalah salah satu bentuk kegagalan dalam mengemban amanah untuk datang tepat waktu sesuai janji. Kegagalan seperti ini, sering berujung pada ketidakpuasan orang lain terhadap komitmen kita. Soal ketepatan waktu, konon proklamator dan mantan wakil presiden kita, Bung Hatta, sering menutup pintu bagi orang yang datang terlambat untuk bertemu dengan beliau meski hanya terlambat dalam hitungan kurang dari lima menit!
Jadi sebenarnya, berapa kali kegagalan yang kita alami, sangat mungkin ditentukan oleh diri sendiri. Inilah yang justru acap jadi masalah. Yakni, tanpa disadari (tak mau kita sadari?), kegagalan kita ciptakan sendiri. Tapi, kita merasa bahwa penyebabnya karena faktor di luar diri, misalnya ditipu orang, peraturan yang merugikan, pajak yang menjerat, distribusi yang kacau, promosi yang kurang, anak buah yang kurang bekerja maksimal, birokrasi yang rumit, hingga berbagai alasan yang ujungnya - melahirkan tuduhan bahwa kesalahan berasal dari faktor di luar kendali. Padahal, jika mau lebih diselami, banyak hal yang bisa diperbaiki dari dalam diri untuk bisa mengatasi kegagalan-kegagalan tadi.
Dalam sebuah pesan bijak singkat, AA Gym mengatakan, 'Kita sering kali mencoba dan berusaha untuk mengubah dunia dan orang lain. Tetapi, jauh lebih penting adalah kita mengubah dunia yang ada dalam diri kita sendiri'. Intinya, mulailah dari diri sendiri!
Begitu juga saat mengalami kegagalan. Bisa jadi, kegagalan itu - ternyata - kita ciptakan sendiri. Tidak menepati janji sesuai komitmen pada rekan usaha, belum memberikan kualitas yang terbaik pada produk yang kita buat, belum memberikan layanan prima pada pelanggan, hingga hal-hal kecil yang kadang kita anggap remeh seperti ketepatan waktu, kecepatan respon, dan senyuman kepada pelanggan. Jika kita mampu mengevaluasi mulai dari dalam diri, pasti akan ditemukan banyak hal yang bisa kita perbaiki untuk usaha kita. Dengan begitu, saat mengalami kegagalan berkali-kali, kita justru bisa melakukan perbaikan-perbaikan berkali-kali pula. Ujungnya, usaha kita makin matang dan mantap di jalur yang telah kita kembangkan.
Banyak entrepreneur dunia menyebut bahwa kegagalan adalah masa pembelajaran untuk meraih keberhasilan. Dan, diri kita sendirilah yang pada akhirnya menentukan. Mary Kay Ash, pendiri raksasa kosmetik Mary Kay Cosmetic pernah mengatakan: 'Jika kamu menghadapi rintangan (kegagalan), ubahlah itu menjadi sebuah kesempatan. Kamulah yang harus menentukan, karena kamu sendirian. Maka, pilihan itu ada di tanganmu, apakah kamu akan menjadi pemenang atau memilih menjadi seorang pecundang.' Pesan dari Mary Kay Ash jelas, bahwa diri sendirilah yang sebenarnya menjadi penentu. Bagaimana kita seharusnya bersikap dalam menghadapi kegagalan, bagaimana evaluasi dan perbaikan harus segera dilakukan, dan bukannya sibuk mencari-cari kesalahan.
Itulah mengapa, jika ada yang bertanya berapa kali kita harus mengalami kegagalan, yang bisa menjawab sejatinya hanyalah diri kita sendiri. Cobalah 'berkawan' dengan kegagalan mulai dari diri sendiri. Mencoba lebih tepat waktu, memegang komitmen, selalu memberikan yang terbaik, dan selalu berusaha memberikan kepuasan pada 'pelanggan' kita.
Suatu ketika, dalam sebuah mailing list saya, terdapat sebuah surat bernada keluhan. Inti surat itu kurang lebih berbunyi begini: 'Saya sudah berusaha berkali-kali menanamkan sikap tidak takut gagal, hingga menjalankan berbagai konsep sukses dari para mentor dan guru sukses yang saya ikuti seminarnya dan baca bukunya. Tapi, sampai saat ini, jika dihitung-hitung, saya sudah tertipu dan gagal beberapa kali. Saya sudah coba usaha yang lain dan gagal lagi. Sampai saat ini, saya bahkan sudah minus. Berapa kali kegagalan itu sebenarnya harus kita alami sebelum mencapai sukses yang kita inginkan?'
Berbagai jawaban mengalir. Ada yang mencoba menghibur. Ada yang menyarankan untuk ganti usaha yang lebih minim risiko. Ada pula yang mengatakan bahwa memang kegagalan itu sudah jadi kudapan bagi pengusaha. Namun, tidak ada satupun yang memberikan jawaban pasti tentang berapa kali kegagalan itu mesti dialami dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sukses sebenarnya.
Gagal memang sering jadi momok bagi banyak orag, dalam berbagai kondisi dan dalam aneka profesi. Padahal sehari-hari, kita sebenarnya sudah sangat akrab dengan yang namanya kegagalan, meski kadang tidak kita sadari. Contoh sederhana, saat bangun pagi. Berapa kali kita ingin bangun pagi, membunyikan alarm, tapi hanya bangun untuk mematikannya? Itu salah satu bentuk kegagalan dalam mengalahkan nafsu dalam diri.
Kegagalan lain sering juga kita alami saat tanpa sadar kita tidak bisa memenuhi janji. Sayangnya, saking seringnya terjadi, kita tak merasa ini sebagai sebuah kegagalan. Misalnya, saat kita mengatur jadual waktu meeting dengan orang lain. Kadang, dengan berbagai alasan kita datang terlambat. Padahal, itu adalah salah satu bentuk kegagalan dalam mengemban amanah untuk datang tepat waktu sesuai janji. Kegagalan seperti ini, sering berujung pada ketidakpuasan orang lain terhadap komitmen kita. Soal ketepatan waktu, konon proklamator dan mantan wakil presiden kita, Bung Hatta, sering menutup pintu bagi orang yang datang terlambat untuk bertemu dengan beliau meski hanya terlambat dalam hitungan kurang dari lima menit!
Jadi sebenarnya, berapa kali kegagalan yang kita alami, sangat mungkin ditentukan oleh diri sendiri. Inilah yang justru acap jadi masalah. Yakni, tanpa disadari (tak mau kita sadari?), kegagalan kita ciptakan sendiri. Tapi, kita merasa bahwa penyebabnya karena faktor di luar diri, misalnya ditipu orang, peraturan yang merugikan, pajak yang menjerat, distribusi yang kacau, promosi yang kurang, anak buah yang kurang bekerja maksimal, birokrasi yang rumit, hingga berbagai alasan yang ujungnya - melahirkan tuduhan bahwa kesalahan berasal dari faktor di luar kendali. Padahal, jika mau lebih diselami, banyak hal yang bisa diperbaiki dari dalam diri untuk bisa mengatasi kegagalan-kegagalan tadi.
Dalam sebuah pesan bijak singkat, AA Gym mengatakan, 'Kita sering kali mencoba dan berusaha untuk mengubah dunia dan orang lain. Tetapi, jauh lebih penting adalah kita mengubah dunia yang ada dalam diri kita sendiri'. Intinya, mulailah dari diri sendiri!
Begitu juga saat mengalami kegagalan. Bisa jadi, kegagalan itu - ternyata - kita ciptakan sendiri. Tidak menepati janji sesuai komitmen pada rekan usaha, belum memberikan kualitas yang terbaik pada produk yang kita buat, belum memberikan layanan prima pada pelanggan, hingga hal-hal kecil yang kadang kita anggap remeh seperti ketepatan waktu, kecepatan respon, dan senyuman kepada pelanggan. Jika kita mampu mengevaluasi mulai dari dalam diri, pasti akan ditemukan banyak hal yang bisa kita perbaiki untuk usaha kita. Dengan begitu, saat mengalami kegagalan berkali-kali, kita justru bisa melakukan perbaikan-perbaikan berkali-kali pula. Ujungnya, usaha kita makin matang dan mantap di jalur yang telah kita kembangkan.
Banyak entrepreneur dunia menyebut bahwa kegagalan adalah masa pembelajaran untuk meraih keberhasilan. Dan, diri kita sendirilah yang pada akhirnya menentukan. Mary Kay Ash, pendiri raksasa kosmetik Mary Kay Cosmetic pernah mengatakan: 'Jika kamu menghadapi rintangan (kegagalan), ubahlah itu menjadi sebuah kesempatan. Kamulah yang harus menentukan, karena kamu sendirian. Maka, pilihan itu ada di tanganmu, apakah kamu akan menjadi pemenang atau memilih menjadi seorang pecundang.' Pesan dari Mary Kay Ash jelas, bahwa diri sendirilah yang sebenarnya menjadi penentu. Bagaimana kita seharusnya bersikap dalam menghadapi kegagalan, bagaimana evaluasi dan perbaikan harus segera dilakukan, dan bukannya sibuk mencari-cari kesalahan.
Itulah mengapa, jika ada yang bertanya berapa kali kita harus mengalami kegagalan, yang bisa menjawab sejatinya hanyalah diri kita sendiri. Cobalah 'berkawan' dengan kegagalan mulai dari diri sendiri. Mencoba lebih tepat waktu, memegang komitmen, selalu memberikan yang terbaik, dan selalu berusaha memberikan kepuasan pada 'pelanggan' kita.