Blending Sales and Service

Posted: Minggu, 01 Maret 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label:
0

Salesman seringkali meletakkan kata service di belakang kata sales: after sales service. Dan itulah yang terjadi, service dimulai setelah proses penjualan selesai. Coba kita cermati ucapan Richard Santulli, CEO NetJets: 'Being able to offer nonstop service was a great selling point'. Apa artinya? Servis justru diberikan di awal, bahkan selama proses penjualan berlangsung. Sukses seorang salesman masa kini bukannya 'mendapatkan dan mempertahankan' semata-mata, melainkan 'memberi dan melayani'.



Why?
Banyak salesman keliru dalam menjawab pertanyaan yang satu ini. 'Apa yang selalu sama dan berbeda di dunia penjualan?' Jawabannya bisa beragam: target, produk, pelanggan, kompetisi, profit, hingga intensif. Tapi kalau kita telaah lebih lanjut, ternyata target selalu berubah, produk tidak selalu sama, kompetisi justru semakin parah, profit ditingkatkan terus, intensif jangan sampai lebih kecil ketimbang tahun sebelumnya.

Sebenarnya hanya ada satu jawaban, yang selalu sama dan berbeda di dunia penjualan hanyalah PERUBAHAN. Kisah yang selalu berulang adalah pada saat seorang salesman mendapatkan order pertamanya, pada saat itulah ia tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghasilkan sebuah order. Dan itulah yang ia lakukan berulang-ulang, tetapi justru kesulitan dan order semakin menurun.

Mengapa? Salesman tidak sadar bahwa situasi dan kondisi di sekitar kehidupannya sudah berubah total, sedangkan apa yang dilakukannya dalam berjualan tetaplah sama. Salesman tidak pernah menyangka bahwa di setiap penghujung tahun selalu ada perubahan, seperti krisis finansial, pasar saham goncang, dan daya beli menurun.

Diperlukan mind-set berbeda untuk menghadapi tantangan perubahan. Apa yang ada di benak seorang salesman akan sangat menentukan isi dompetnya. Mudahnya adalah
when you think big, you get big wallet
when you think small, you get smaller wallet
when you don't think ...
simak pendapat Peter Drucker: 'We cannot, by large, sell anymore ... we must market, we must create the desire to buy which we then can satisfy without a great deal of selling'.


Kata-kata we must create the desire to buy, jelas-jelas mengandung makna tentang servis yang harus dilakukan seorang salesman pada saat ia berhadapan dengan pelanggan. Simak lagi pendapat Jeff Immelt, CEO General Electrics: 'My notion is that selling is dead. These days (salespeople) have to be customer-productivity experts'. Kata-kaya selling is dead dan customer-productivity esperts semakin gamblang mengartikan makna service dalam sebuah proses penjualan, bukan sekadar di akhir proses penjualan. Kesuksesan seorang salesman justru pada saat dia lebih sering 'memberi dan melayani'. Dan bukankah cinta juga demikian?

What?
Nothing happens in the world of business until someone start selling, kata-kata yang selalu menyadarkan salesman mengenai betapa pentingnya peranannya dalam menopang keberhasilan perusahaan. Salesman sadar sesadar-sadarnya bahwa ia seorang VVIP di perusahaannya. Bicara tentang dunia bisnis dan peran salesman, tidak ada yang bisa menggambarkan secara tepat selain John Mackey: 'Business is simple. Management's job is to take care of employees (salesperson). The employees's job is to take care customers. Happy customers take care of the shareholders. It's a virtuous circle' dan Jody Hoffer Gittel: '...taking care of business literally means taking care of relationships ... they believe that to develop the company, they must constantly invest in these relationship'.

Apa artinya? Dalam bisnis ada dua hal yang harus menjadi fokus seorang salesman: 'take care your customer' dan 'take care your relationship'. Karena kedua hal itu menjadi landasan kuan dalam membangun relasi antara salesman, customer dan shareholders yang bersifat personal, positif, dan produktif. Harus diciptakan suatu chemistry yang merekatkan hubungan segitiga tersebut dalam jangka waktu yang panjang, dan di alam semesta ini tidak ada chemistry yang lebih dahsyat selain, CINTA.

Kekuatan cinta memberdayakan salesman untuk selalu memberi dan melayani. Cinta menjadikan proses penjualan tidak lagi bersifat satu arah, tetapi dua arah melalui proses pertukaran value dengan semangat kolaborasi, kooperasi dan partisipasi.

'To give and to serve' adalah media untuk mengkonversikan cinta menjadi service. Service menjadi sentra dari seluruh kegiatan penjualan, karena servis pada akhirnya membuat proses engagement dengan pelanggan menjadi sebuah proses yang equalizing.

Servis karena cinta memampukan salesman memiliki the body of an artist, yakni ia menggunakan seluruh indra agar selalu peka dan sensitif terhadap pelanggan, the mind of marketer, memiliki strategi kreatif untuk memenangkan persaingan bukan terjebak dalam price war, dan the soul of salesman mampu berpikir dan berperilaku sebagai seorang businessman pada saat ia berhadapan dengan businessman lainnya, yaitu pelanggan.

How?
Service karena cinta memampukan salesman mempunyai cara yang baru sama sekali, yang sekaligus menunjukkan perubahan dalam mind-set salesman. Berjualan bukan lagi sekadar komunikasi dalam membentuk relasi dengan pelanggan yang akhirnya menciptakan transaksi. Komunikasi salesman selalu menunjukkan kredibilitas salesman dalam membina relasi dengan para decision maker agar transaksi yang terjadi didasarkan pada value yang diinginkan pelanggan. Kredibilitas salesman menunjukkan bahwa ia memiliki leadership yang kuat yang membuat dirinya mempunyai diferensiasi di depan para decision maker.

Transaksi yang terjadi karena value yang diinginkan pelanggan adalah hasil kreativitas salesmannya. Semuanya diperlukan untuk membangun trust yang tinggi di mata pelanggan. Yaitu salesman yang mampu berperan sebagai trusted business advisor, yang mempunyai kemampuan menciptakan customized solution karena daya kreativitasnya yang tinggi.

Show up your power, credit union's salespeople !!!.

0 komentar: