Credit Union Marketing Is Love Marketing
Posted: Senin, 20 Juni 2011 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Credit Union
Sudah sekitar sepuluh tahun terakhir ini saya bergelut dengan credit union, baik langsung maupun tidak langsung. Yup… ‘leaving credit union with deep passion’. Kapanpun, dimanapun saya berbicara credit union. Pas lagi baca, pas lagi nulis, pas lagi nonton Glee, pas lagi meeting (huzzz.. kebiasaan buruk baru saya, karena tak menghargai rekan meeting), pas nglembur kerjaan sampai Subuh, bahkan sampai waktu nyetir curi-curi pikiran akan CU. Bahkan seringkali saya mimpi pun lagi nulis atau lagi bicara tentang CU. Hampir sama ¬kegilaan saya dengan ‘Ngetwit’. Sampai istri saya nanya, ‘Nggak takut ‘CU addict’’? Emang gua pikirin!!!
Menikmati, menyelami, menghayati CU demi CU saya selama beberapa tahun terakhir, akhirnya saya menemukan ‘roh’ dan ‘hakikat’ kenapa saya begitu ‘passionate’ untuk ‘bicara’ tentang CU. Saya mulai menemukan ‘reason for being’ kenapa saya begitu gila CU. Saya mulai menemukan ‘fundamental purpose’ kenapa saya gila CU. Saya menemukan ‘ultimate answer’ kenapa saya gila CU. Apa itu? Satu kata: CINTA.
Selama beberapa tahun terakhir juga saya serius mempelajari dan menekuni strategi pengembangan dan marketing untuk bisa diterapkan dan dimanfaatkan di dunia CU, atau sebaliknya. Saya bereksplorasi dan bereksperimen bagaimana strategi marketing CU bisa membantu manajemen membangun ‘relationship’ dan keintiman dengan pelanggan. Saya bereksperimen bagaimana strategi marketing CU bisa membantu ‘brand’ curhat dan dicurhati oleh konsumennya ‘around the clock’ 24/7 (24 jam sehari, tujuh hari seminggu). Apa jawaban paripurna yang saya peroleh? Sama. Satu kata: CINTA.
Karena itu saya sampai pada kesimpulan final bahwa: ‘Credit Union Marketing Is Love Marketing’.
Bagaimana Anda bisa meyakinkan komunitas pelanggan di CU untuk membeli produk Anda?
Bagaimana Anda bisa menjadikan komunitas pelanggan di CU sebagai ‘passionate evangelist’ Anda?
Bagaimana ‘brand’ Anda bisa punya hubungan emosional (bahkan spiritual) dengan komunitas pelanggan di CU?
Jawabnya cuma satu, yaitu jika Anda selalu (24/7) menebar CINTA di jagad CU.
Bagaimana Anda bisa menebar CINTA di CU-land?
Saya punya 8 prinsip bagaimana menjalankan ‘love marketing’ di CU-land. Mari kita simak satu persatu dan seperti biasa, semoga menginspirasi!
1. Love Is Giving
Cinta yang tulus adalah memberi bukan meminta. Karena itu kiat utama saya dalam nge-CU adalah ‘Give… and then Get’. Beri dulu, baru minta kepada para pelanggan kita. Semakin banyak Anda memberi, maka akan semakin banyak Anda mendapatkan dari pelanggan Anda. Belum apa-apa kok sudah minta pelanggannya banyak! Anda akan punya banyak pelanggan, hanya jika Anda banyak memberi kepada para pelanggan Anda: ‘CU is giving!!!’ Memberi apa? Konten. Itulah sebabnya saya sering mengatakan bahwa ‘cornerstone of CU marketing is content marketing’. Yaitu bagaimana Anda piawai mencari, memproduksi, dan membagikan konten-konten yang dibutuhkan oleh para pelanggan Anda. Saya punya konten marketing. Setiap saat saya membaca, mengamati, dan menganalisa apapun mengenai marketing; setelah itu hasil membaca, amatan, dan analisa itu saya jadikan konten yang kemudian saya ‘share’ kepada para pelanggan saya, yang kebetulan orang-orang CU. Bagi saya ‘CU marketing is spiritual’. Kenapa? Karena bagi saya ‘CU is giving’. Dan… ‘giving is very spiritual’.
2. Love Is Conversations
Cinta yang seutuhnya tidak akan bisa diraih secara sepihak dan satu arah. Cinta yang sesungguhnya hanya bisa digapai jika kita melakukan ‘conversation’ alias curhat-curhatan dua arah. Karena itu saya mengatakan komunikasi melalui media broadcast seperti TV, Radio atau surat kabar bukanlah komunikasi cinta. Karena TV hanyalah seonggok kotak kaca yang sangat angkuh untuk dicurhati pemirsanya. Komunikasi cinta hanya bisa diperoleh melalui medium dialog dan conversation seperti Twitter dan Facebook. Ajaklah konsumen Anda untuk bercurhat ria di CU Anda. Bebaskan mereka mencurahkan seluruh keluh-kesahnya, dan berikan bantuan jika mereka memerlukannya, apapun (tanpa syarat)! Ingat iklan Sariwangi! Hanya dengan banyak ‘ngomong’ cinta bisa bersemi kembali.
3. Love Is Listening
Perbanyaklah mendengar curhat-an dari pelanggan dan orang-orang yang Anda jadikan calon pelanggan. Dengan banyak mendengar, maka kita akan tahu keluh-kesah mereka. Dengan banyak mendengar kita akan memiliki kepekaan terhadap orang-orang di luar kita. Dengan banyak mendengar kita akan banyak belajar. Ingat, mendengar adalah titik awal kita bisa peduli dan berempati. Sebaliknya, ketika kita tak pernah mendengar, maka ini adalah awal mula munculnya penyakit kronis di jagad CU, yaitu: arogansi, kesombongan, dan kebebalan.
4. Love Is Sharing
Ketika kita punya sesuatu, dan sesuatu itu kita kangkangi, kita monopoli, dan tak sudi berbagi, maka itu sesungguhnya adalah puncak dari keegoisan kita. Cinta tak pernah egois, cinta adalah berbagi. Mother Teresa menjadi ikon cinta-kasih, karena ia ‘membagi’ hidupnya untuk kaum papa. Itu sebabnya kiat ampuh saya membangun brand di CU adalah tidak pelit untuk berbagi. Saya tak punya banyak duit, saya hanya punya banyak ilmu (yes.. ilmu marketing… maaf, kalau sombongnya keluar), karena saya banyak membaca dan sangat mencintai ilmu marketing. Apapun ilmu marketing yang saya dapatkan (dari membaca, dari ngobrol dengan klien, dari mengamati, dari berpikir dan menganalisa, etc.) saya selalu membaginya ke para pelanggan saya di Twitter atau Facebook. Sebuah kebahagian luar biasa jika para ‘followers’ saya mendapat kemanfaatan dari ilmu yang saya bagi. Ingat, ‘CU-land is a great place to share’!
5. Love Is Caring
Hakikat cinta adalah peduli. Ketika Anda tidak peduli kepada istri-suami, pacar, anak, kerabat, atau siapapun yang Anda cintai, maka sesungguhnya Anda tidak mencintai mereka. Begitupun jika Anda tidak peduli dengan pelanggan Anda di CU, maka sesungguhnya Anda tidak mencintai mereka. Banyak kalangan yang mengatakan ‘CU Marketing’ dikatakan sukses jika kita punya puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan pelanggan. Saya bilang salah besar! Tak ada gunanya kita punya ratusan ribu pelanggan, jika kita tak tahu siapa mereka, kita tak pernah curhat-curhatan dengan mereka, kita tak pernah mendengarkan mereka, dan tak pernah sedikitpun kita peduli kepada mereka.
Sama halnya dengan ‘followers’ Anda di Twitter, kalau Anda senang nge-twit. Banyaknya ‘followers’ di Twitter atau ‘friends’ di FB, tidak akan ada gunanya jika Anda tidak pernah peduli dengan mereka.
6. Love Is Empathy
Ketika Gunung Merapi meletus beberapa bulan lalu, warga Twitterland dengan sukarela dan ketulusan membuat hashtag #merapi dan #pedulimerapi untuk menyadarkan dan membangun empati masyarakat tentang bencana nasional tersebut. Melalui gerakan empati itu para tweeps juga menggalang sumbangan dari para donatur untuk membantu masyarakat yang terkena musibah. Ketika Jepang dilanda gempa-tsunami dahsyat berkekuatan 8,9 SR beberapa minggu lalu sekali lagi masyarakat Twitter di seluruh dunia memanfaatkan hashtag #helpjapan atau #prayforjapan untuk membangun empati dan menggalang bantuan untuk para korban gempa-tsunami.
Pertanyaannya, apakah CU menyediakan ‘ruang empati’ seperti ini selama ini?
7. Love Is Trust
Cinta haruslah dilandasi kejujuran, ketulusan, dan keterbukaan. Karena itu, janganlah Anda menggunakan medium CU untuk membohongi komunitas pelanggan Anda atau berlaku tidak jujur kepada mereka. CU itu layaknya Twitter atau Facebook, ia adalah media terbuka. Kita tak bisa menyembunyikan borok-borok kita, kebohongan-kebohongan kita, atau karakter culas kita di media transparan ini. ‘Be yourself!’ Dengan kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Katakan bagus kalau produk Anda bagus, dan katakan jelek kalau memang produk Anda jelek. Nabi Muhamad dikenal karena kejujurannya hingga mendapatkan julukan Al Amin (dapat dipercaya). Ingat, prinsip Al Amin-nya Muhamad ini kini kian-kian relevan di jagad CU.
8. Love Is Friendship
Ketika kita terus-menerus curhat-curhatan, mendengar, saling berbagi, saling peduli, saling berempati, terbangun saling percaya, maka akhirnya hubungan kita dengan pelanggan di CU menjadi hubungan yang spesial dalam bentuk pertemanan yang sejati. Tali pertemanan ini jika berlangsung lama dan terus dipupuk dari tahun ke tahun akan menciptakan hubungan emosional bahkan spiritual antara ‘brand’ Anda dengan pelanggan. Mereka tak hanya membeli dan meloyali ‘brand’ Anda, tapi lebih jauh lagi juga menjadi ‘passionate evangelist’ bagi ‘brand’ Anda.
Ketika CU dipenuhi dengan CINTA, maka saya meyakini CU-land adalah tempat terdamai di seantero jagat semesta. Ketika John Lennon memimpikan sebuah kehidupan yang damai tanpa perang, tanpa radiasi nuklir, tanpa Hitler, tanpa Khadafi, maka kehidupan penuh damai itu ada di CU-land. Mari ber-CINTA-CINTA-an di CU!
Anda setuju? Terima kasih.
Menikmati, menyelami, menghayati CU demi CU saya selama beberapa tahun terakhir, akhirnya saya menemukan ‘roh’ dan ‘hakikat’ kenapa saya begitu ‘passionate’ untuk ‘bicara’ tentang CU. Saya mulai menemukan ‘reason for being’ kenapa saya begitu gila CU. Saya mulai menemukan ‘fundamental purpose’ kenapa saya gila CU. Saya menemukan ‘ultimate answer’ kenapa saya gila CU. Apa itu? Satu kata: CINTA.
Selama beberapa tahun terakhir juga saya serius mempelajari dan menekuni strategi pengembangan dan marketing untuk bisa diterapkan dan dimanfaatkan di dunia CU, atau sebaliknya. Saya bereksplorasi dan bereksperimen bagaimana strategi marketing CU bisa membantu manajemen membangun ‘relationship’ dan keintiman dengan pelanggan. Saya bereksperimen bagaimana strategi marketing CU bisa membantu ‘brand’ curhat dan dicurhati oleh konsumennya ‘around the clock’ 24/7 (24 jam sehari, tujuh hari seminggu). Apa jawaban paripurna yang saya peroleh? Sama. Satu kata: CINTA.
Karena itu saya sampai pada kesimpulan final bahwa: ‘Credit Union Marketing Is Love Marketing’.
Bagaimana Anda bisa meyakinkan komunitas pelanggan di CU untuk membeli produk Anda?
Bagaimana Anda bisa menjadikan komunitas pelanggan di CU sebagai ‘passionate evangelist’ Anda?
Bagaimana ‘brand’ Anda bisa punya hubungan emosional (bahkan spiritual) dengan komunitas pelanggan di CU?
Jawabnya cuma satu, yaitu jika Anda selalu (24/7) menebar CINTA di jagad CU.
Bagaimana Anda bisa menebar CINTA di CU-land?
Saya punya 8 prinsip bagaimana menjalankan ‘love marketing’ di CU-land. Mari kita simak satu persatu dan seperti biasa, semoga menginspirasi!
1. Love Is Giving
Cinta yang tulus adalah memberi bukan meminta. Karena itu kiat utama saya dalam nge-CU adalah ‘Give… and then Get’. Beri dulu, baru minta kepada para pelanggan kita. Semakin banyak Anda memberi, maka akan semakin banyak Anda mendapatkan dari pelanggan Anda. Belum apa-apa kok sudah minta pelanggannya banyak! Anda akan punya banyak pelanggan, hanya jika Anda banyak memberi kepada para pelanggan Anda: ‘CU is giving!!!’ Memberi apa? Konten. Itulah sebabnya saya sering mengatakan bahwa ‘cornerstone of CU marketing is content marketing’. Yaitu bagaimana Anda piawai mencari, memproduksi, dan membagikan konten-konten yang dibutuhkan oleh para pelanggan Anda. Saya punya konten marketing. Setiap saat saya membaca, mengamati, dan menganalisa apapun mengenai marketing; setelah itu hasil membaca, amatan, dan analisa itu saya jadikan konten yang kemudian saya ‘share’ kepada para pelanggan saya, yang kebetulan orang-orang CU. Bagi saya ‘CU marketing is spiritual’. Kenapa? Karena bagi saya ‘CU is giving’. Dan… ‘giving is very spiritual’.
2. Love Is Conversations
Cinta yang seutuhnya tidak akan bisa diraih secara sepihak dan satu arah. Cinta yang sesungguhnya hanya bisa digapai jika kita melakukan ‘conversation’ alias curhat-curhatan dua arah. Karena itu saya mengatakan komunikasi melalui media broadcast seperti TV, Radio atau surat kabar bukanlah komunikasi cinta. Karena TV hanyalah seonggok kotak kaca yang sangat angkuh untuk dicurhati pemirsanya. Komunikasi cinta hanya bisa diperoleh melalui medium dialog dan conversation seperti Twitter dan Facebook. Ajaklah konsumen Anda untuk bercurhat ria di CU Anda. Bebaskan mereka mencurahkan seluruh keluh-kesahnya, dan berikan bantuan jika mereka memerlukannya, apapun (tanpa syarat)! Ingat iklan Sariwangi! Hanya dengan banyak ‘ngomong’ cinta bisa bersemi kembali.
3. Love Is Listening
Perbanyaklah mendengar curhat-an dari pelanggan dan orang-orang yang Anda jadikan calon pelanggan. Dengan banyak mendengar, maka kita akan tahu keluh-kesah mereka. Dengan banyak mendengar kita akan memiliki kepekaan terhadap orang-orang di luar kita. Dengan banyak mendengar kita akan banyak belajar. Ingat, mendengar adalah titik awal kita bisa peduli dan berempati. Sebaliknya, ketika kita tak pernah mendengar, maka ini adalah awal mula munculnya penyakit kronis di jagad CU, yaitu: arogansi, kesombongan, dan kebebalan.
4. Love Is Sharing
Ketika kita punya sesuatu, dan sesuatu itu kita kangkangi, kita monopoli, dan tak sudi berbagi, maka itu sesungguhnya adalah puncak dari keegoisan kita. Cinta tak pernah egois, cinta adalah berbagi. Mother Teresa menjadi ikon cinta-kasih, karena ia ‘membagi’ hidupnya untuk kaum papa. Itu sebabnya kiat ampuh saya membangun brand di CU adalah tidak pelit untuk berbagi. Saya tak punya banyak duit, saya hanya punya banyak ilmu (yes.. ilmu marketing… maaf, kalau sombongnya keluar), karena saya banyak membaca dan sangat mencintai ilmu marketing. Apapun ilmu marketing yang saya dapatkan (dari membaca, dari ngobrol dengan klien, dari mengamati, dari berpikir dan menganalisa, etc.) saya selalu membaginya ke para pelanggan saya di Twitter atau Facebook. Sebuah kebahagian luar biasa jika para ‘followers’ saya mendapat kemanfaatan dari ilmu yang saya bagi. Ingat, ‘CU-land is a great place to share’!
5. Love Is Caring
Hakikat cinta adalah peduli. Ketika Anda tidak peduli kepada istri-suami, pacar, anak, kerabat, atau siapapun yang Anda cintai, maka sesungguhnya Anda tidak mencintai mereka. Begitupun jika Anda tidak peduli dengan pelanggan Anda di CU, maka sesungguhnya Anda tidak mencintai mereka. Banyak kalangan yang mengatakan ‘CU Marketing’ dikatakan sukses jika kita punya puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan pelanggan. Saya bilang salah besar! Tak ada gunanya kita punya ratusan ribu pelanggan, jika kita tak tahu siapa mereka, kita tak pernah curhat-curhatan dengan mereka, kita tak pernah mendengarkan mereka, dan tak pernah sedikitpun kita peduli kepada mereka.
Sama halnya dengan ‘followers’ Anda di Twitter, kalau Anda senang nge-twit. Banyaknya ‘followers’ di Twitter atau ‘friends’ di FB, tidak akan ada gunanya jika Anda tidak pernah peduli dengan mereka.
6. Love Is Empathy
Ketika Gunung Merapi meletus beberapa bulan lalu, warga Twitterland dengan sukarela dan ketulusan membuat hashtag #merapi dan #pedulimerapi untuk menyadarkan dan membangun empati masyarakat tentang bencana nasional tersebut. Melalui gerakan empati itu para tweeps juga menggalang sumbangan dari para donatur untuk membantu masyarakat yang terkena musibah. Ketika Jepang dilanda gempa-tsunami dahsyat berkekuatan 8,9 SR beberapa minggu lalu sekali lagi masyarakat Twitter di seluruh dunia memanfaatkan hashtag #helpjapan atau #prayforjapan untuk membangun empati dan menggalang bantuan untuk para korban gempa-tsunami.
Pertanyaannya, apakah CU menyediakan ‘ruang empati’ seperti ini selama ini?
7. Love Is Trust
Cinta haruslah dilandasi kejujuran, ketulusan, dan keterbukaan. Karena itu, janganlah Anda menggunakan medium CU untuk membohongi komunitas pelanggan Anda atau berlaku tidak jujur kepada mereka. CU itu layaknya Twitter atau Facebook, ia adalah media terbuka. Kita tak bisa menyembunyikan borok-borok kita, kebohongan-kebohongan kita, atau karakter culas kita di media transparan ini. ‘Be yourself!’ Dengan kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Katakan bagus kalau produk Anda bagus, dan katakan jelek kalau memang produk Anda jelek. Nabi Muhamad dikenal karena kejujurannya hingga mendapatkan julukan Al Amin (dapat dipercaya). Ingat, prinsip Al Amin-nya Muhamad ini kini kian-kian relevan di jagad CU.
8. Love Is Friendship
Ketika kita terus-menerus curhat-curhatan, mendengar, saling berbagi, saling peduli, saling berempati, terbangun saling percaya, maka akhirnya hubungan kita dengan pelanggan di CU menjadi hubungan yang spesial dalam bentuk pertemanan yang sejati. Tali pertemanan ini jika berlangsung lama dan terus dipupuk dari tahun ke tahun akan menciptakan hubungan emosional bahkan spiritual antara ‘brand’ Anda dengan pelanggan. Mereka tak hanya membeli dan meloyali ‘brand’ Anda, tapi lebih jauh lagi juga menjadi ‘passionate evangelist’ bagi ‘brand’ Anda.
Ketika CU dipenuhi dengan CINTA, maka saya meyakini CU-land adalah tempat terdamai di seantero jagat semesta. Ketika John Lennon memimpikan sebuah kehidupan yang damai tanpa perang, tanpa radiasi nuklir, tanpa Hitler, tanpa Khadafi, maka kehidupan penuh damai itu ada di CU-land. Mari ber-CINTA-CINTA-an di CU!
Anda setuju? Terima kasih.
very inspiring...
Saya dulu juga aktivis CU....masalahnya ketiak CU masih kecil dan berjuang memang bagus...tetapi setelah tumbuh besar....tak jauh beda dengan bank atau bpr...filosofi CU perlu ditanamkan dan formalisasikan agar tak luntur dan terjaga...