Beda Itu Masalah, Masalah Itu Penting...
Posted: Kamis, 12 November 2009 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Life
0
Setiap perbedaan menjadikan pribadi kita sebagai persembahan terindah bagi karya kita dalam rencana Tuhan...
There's a place in your heart
And I know that it is love
And this place could be
Much brighter than tomorrow
And is you really try
You'll find there's, no need to cry
In this place you'll feel, there's no hurt or sorrow, there are ways to get there
If you care enough for the living
Make a better place...
Heal the world
Make it a better place, for you and for me, and the entire human race
There are people dying
If you care enough, for the living
Make a better place, for you and for me...
...
Beberapa waktu lalu, lagu Heal the World-nya Michael Jackson ini menjadi sangat 'meledak', terutama setelah meninggalnya The King of Pop itu. Menjadi sesauatu yang istimewa ketika kita nantinya mampu menjadi pribadi yang 'menyembuhkan' bagi dunia di sekitar kita.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sejauhmana kita menjadi pribadi yang mampu promote your-self? Ini penting, karena tanpa kita mampu mempromosikan diri kita, maka menjadi sebuah keniscayaan kita mampu menjadi 'obat' bagi dunia di sekitar kita.
Kesempatan ini akan saya bagikan cerita-cerita hidup yang mampu menginspirasi perjalanan kita sehari-hari...
Mungkin diantara kita pernah mendengar nama salah satu dewa yang sangat terkenal dalam mitologi Yunani, Narcissus. Suatu kali, Narcissus yang tengah mengambil air dari sebuah danau, terpesona oleh indahnya pantulan wajahnya di atas permukaan air. Ia begitu kagum dan terpesona oleh ketampanan wajahnya sehingga jatuh cinta pada dirinya sendiri. Sejak saat itu, Narcissus setiap hari berlutut di dekat sebuah danau untuk mengagumi dirinya sendiri. Ia begitu terpesona, hingga suatu pagi, ia jatuh ke dalam danau dan tenggelam. Ketika Narcissus mati, dewi-dewi hutan muncul dan mendapati danai tadi, yang semula berupa air segar, telah berubah menjadi danau air mata yang asin.
'Mengapa engkau menangis?', tanya dewi-dewi. 'Aku menangisi Narcissus', jawab danau. 'Oh, tak heranlah jika kau menangisi Narcissus', kata mereka. 'Sebab, walau kami selalu mencari dia di hutan, hanya kau saja yang dapat mengagumi keindahannya dari dekat.''Tapi,... indahkah Narcissus?', tanya danau. 'Siapa yang lebih mengetahuinya daripada engkau?', dewi-dewi bertanya heran. 'Di dekatmulah ia tiap hari berlutut mengagumi dirinya!' Danau terdiam beberapa saat. Akhirnya ia berkata, 'Aku menangisi Narcissus, tapi tidak pernah kuperhatikan bahwa Narcissus itu indah. Aku menangis karena, setiap ia berlutut di dekat tepianku, aku bisa melihat, di kedalaman matanya, pantulan keindahanku sendiri.'
Narcissus itulah yang kini menjadi sebutan, olok-olok, celaan, bahkan juga kebanggaan, yang ditujukan kepada seseorang yang suka memuja dirinya sendiri. Orang banyak menyebutnya dengan istilah NARSIS.
Tuhan menginginkan kita menjadi pribadi yang mempesona bagi orang-orang di sekitar kita. Jadi, buatlah orang lain terpesona dengan diri dan hati kita, karena kita memang mengindahkan diri dan hati kita untuk itu. Ketika kita menjadi pribadi yang mempesona, maka kita membuka jalan karunia Tuhan untuk masa depan kita.
Dan untuk menjadi pribadi yang mempesona, kita dimungkinkan oleh Tuhan untuk menjadi pribadi yang 'narsis'. Pribadi yang mampu mengenali diri sendiri, dan kemudian menggunakan kelebihan yang kita miliki sebagai bekal pelayanan kita dalam kehidupan.
Apa yang kemudian kita bisa refleksikan dari pelajaran hidup Narcissus di atas bagi hidup kita ke depan?
#1. Keep Smile and Say Well for Your Dream
Kita tidak akan pernah bisa terbang seperti rajawali,
jika kita masih menggunakan sayap kupu-kupu...
Jika yang kita inginkan itu besar,
maka besarkanlah kemauan dan kemampuan kita untuknya...
Poin ini sepertinya mudah, namun apakah benar demikian adanya? Saya mempunyai cerita yang akan menginspirasi sahabat sekalian, tentang Thomas A. Edison dan Rudy Hartono.
Thomas A. Edison sepanjang hidupnya menetapkan bagi dirinya sendiri tujuan yang ambisius, setiap enam bulan mendapatkan satu penemuan besar, dan satu penemuan kecil setiap harinya. Setelah ia wafat, ia memiliki 1.093 hak paten Amerika Serikat dan lebih dari dua ribu hak paten untuk negara-negara lain. Ia mewujudkan impian-impiannya dengan tetap setia melakukan apa yang terbaik dari dirinya.
Jika seseorang mempunyai talenta, dan tidak dapat menggunakannya, ia gagal.
Jika ia mempunyai talenta, dan hanya memakai setengahnya, maka ia selalu mempersiapkan separuh kegagalan dalam setiap usahanya.
Jika ia mempunyai talenta, dan akhirnya belajar menggunakan seluruhnya, ia berhasil dengan luar biasa, dan mendapatkan kepuasan serta kemenangan yang hanya akan dinikmati segelintir orang.
Jadi, mengapa kita membatasi apa yang mungkin bagi kita, karena itu akan membatasi apa yang akan kita lakukan, dan bahkan membatasi apa yang mungkin kita dapat capai.
Berapa banyak dari kita yang menginginkan naik kelas, tapi begitu banyak dari kita pula yang berlaku seperti mempertahankan kelasnya sekarang, dengan memanjakan kemalasan dan penundaan. Impiakn adalah langkah awal kita meraih kesuksesan. Tapi itu saja tidak cukup, kita butuh banyak memberikan kesempatan pada diri kita untuk memberikan ruang agar keberhasilan itu datang dengan ruang yang tepat.
Ada hukum kepantasan bagi segala sesuatu, maka kita yang rajin dan tekun memperbaiki, akan menjadi pantas bagi kehidupan yang kita perbaiki...
Impian yang besar kadang justru membelenggu kita, ketika semua itu tidak diikuti dengan kekuatan yang memampukan kita untuk meraih impian itu. Ada cerita menarik tentang sosok Rudy Hartono, legenda bulutangkis Indonesia dan bahkan dunia.
Saya yakin banyak orang ingin seperti Rudy Hartono, mungkin kita baru menyadari, tidak semua orang bisa seperti Rudy Hartono. Banyak di antara kita yang hanya melihat sang maestro sebagai juara All England delapan kali. Sebagai pahlawan bulutangkis Indonesia. Tetapi berapa banyak dari kita yang peduli bagaimana usaha keras yang dilakukan Rudy Hartono sebelum menjadi juara?
'Setiap hari, selama lima tahun, saya harus bangun pukul lima pagi, berlari puluhan kilometer, berlatih bulutangkis, baru kemudian berangkat sekolah', ujarnya. Di bawah bimbingan ayahnya yang 'bertangan besi', Rudy kecil digembleng spartan tanpa kenal lelah. Tidak ada waktu untuk mengeluh. Tidak ada waktu untuk bercengeng-cengeng ria. 'Waktu itu rasanya ingin berontak. Sebagai remaja, saya juga ingin bermain seperti teman-teman yang lain. Tetapi saya tidak bisa. Ayah saya menggembleng saya sangat keras', ungkap Rudy pada suatu acara talkshow di salah satu televisi swasta.
Pada usia 15 tahun, disiplin dan kerja keras itu mulai berbuah. Satu persatu prestasi bulutangkis mulai diraih. Sampai kemudian pada usia 18 tahun, usia yang terbilang sangat muda, Rudy berhasil mempersembahkan Piala All England bagi bangsa dan negara Indonesia. 'Saat itulah saya baru mensyukuri kerja keras dan disiplin yang diajarkan ayah saya.'
Sejak itu Rudy tidak terbendung. Tujuh kali berturut-turut dia mempertahankan Piala All England. Sekali kalah dari Svend Pri pada 1975, tetapi kemudian pada 1976 berhasil merebut juara All England untuk kedelapan kalinya setelah mengalahkan Liem Swi King di final. Suatu prestasi yang sampai saat ini belum tertandingi oleh pemain bulutangkis manapun.
Banyak dari kita ingin seperti Rudy Hartono. Tetapi berapa banyak di antara kita yang mau menjalani proses latihan yang berat, melelahkan, dan panjang? Kita ingin seperti Rudy Hartono, tetapi tidak siap ketika dihadapkan pada proses tadi. Kalau bisa prosesnya disingkat dan mudah. Bimsalabim, bangun pagi kita sudah menjadi juara. Tanpa harus 'menderita' setiap pagi bangun pukul lima dan bahkan berlatih selama lima tahun tanpa henti.
Dalam pekerjaan juga begitu. Kita sering ingin segera menduduki jabatan tinggi, tetapi enggan melalui proses jatuh bangun untuk mencapainya. Semua kalau bisa serba instan. Serba cepat. Kalau bisa potong kompas. Kita sering iri melihat seseorang yang mencapai sukses. Tetapi, ketika dia bercerita betapa suliutnya perjuangan untuk mencapai sukses itu, kita menutup mata, telinga, dan bahkan hati kita.
Di dalam pekerjaan, kita sering terperangkap dalam lingkaran setan. Antara kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan. Dalam bekerja, banyak di antara kita yang menuntut agar perusahaan memberi imbalan atau gaji yang 'pantas' terlebih dulu, baru kiyta mau mengerjakan tugas-tugas secara maksimal. Kalau tidak, kerja pas bandrol saja. 'Ngapain capek-capek!!'
Di lain pihak, manajemen berpikir sebaliknya. Karyawan dituntut memberikan yang terbaik dulu baru perusahaan memberikan imbalan yang 'pantas'. Maka jadilah lingkaran setan itu. Tidak tahu siapa yang harus memutus lingkaran ini. Masing-masing merasa benar. Cuma, kalau dibiarkan berlarut-larut, yang merugi biasanya karyawan. Perusahaan bisa kapan saja 'mendepak' karyawan yang dinilai tidak berprestasi dan menggantikannya dengan karyawan baru.
'Prinsip saya, berprestasi dulu baru penghargaan', ujar Rudy Hartono. Dia mengaku ketika berlatih dan bertanding, tidak ada sebersit pun dalam pikirannya bahwa apa yang dilakukannya itu untuk mendapatkan imbalan. 'Saya fokus untuk mencapai kemenangan demi kemenangan tanpa memperhitungkan apa yang akan saya dapatkan sebagai imbalan jika juara.'
Maka, ketika dia menjadi juara All England, penghargaan akhirnya datang dengan sendirinya. Dari mulai hadiah uang, mobil sampai rumah. Pada 1972, Rudy bertemu kembali dengan Svend Pri di final. Ini final yang paling menegangkan sepanjang penyelenggaraan All England. Pasalnya, saat itu Rudy Hartono sudah ketinggalan 1 lawan 14. Satu angka lagi Sven Pri akan juara.
Tetapi, sungguh sulit dipercaya ketika akhirnya justru Rudy yang tampil sebagai juara. Jarak skor 1 lawan 14 tidak membuatnya menyerah. Satu demi satu angka dia raih. Ketinggalan 13 poin bukan perkara gampang. Banyak pemain pada posisi ini sudah menyerah. Rasanya tidak mungkin bisa mengejar jarak yang begitu jauh.
Apa yang membuat Rudy bisa memenangi pertandingan saat itu? Ternyata dia mengikuti nasihat almarhum Ferry Sonneville. Waktu itu, menurut Rudy, Ferry Sonneville menasihati agar dia jangan terpengaruh pada apa yang dilakukan lawan. Jangan pedui pada angka dan taktik yang dikembangkan lawan. 'Dia diminta berkonsentrasi pada apa yang saya lakukan.' Rudy harus melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan dalam posisi tersebut.
Sebuah nasihat yang tentunya menohok perilaku banyak di antara kita. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam karya kita di berbagai bidang, kita sering lebih sibuk 'mengurusi' pekerjaan orang lain ketimbang pekerjaan kita sendiri. Kita lebih mau tahu urusan orang ketimbang mengurusi tugas-tugas kita. Akibatnya, kita lebih sering mengatur dan menyalahkan orang lain ketimbang introspeksi atas kekurangan kita. Dengan kata lain, kita jauh lebih mengenal orang lain dibanding diri kita sendiri. Aneh, kan?
Beruntung kita mengenal Rudy Hartono. Sang juara yang mampu mengingatkan kita kembali pada hal-hal yang sering luput dari perhatian kita. Sesuatu yang tampak sederhana, tetapi lebih sering kita abaikan. Termasuk satu prinsip dalam hidupnya, Jangan menyakiti orang lain! Mengapa? Karena mereka akan mendoakan kita yang jelek-jelek.
Jadi, mulailah di tempat kita berada sekarang, maka impian itu akan datang di waktu yang kita harapkan...
Sahabat sekalian...
Mulailah untuk terus menyimpan impian, dan jagalah impian itu dengan senyuman serta tindakan... Karena itu yang akan memungkinkan kita mengalahkan segala rintangan yang menghalangi jalan kita meraih impian kita. Dan selalu say well akan segala hal tentang impian kita.
#2. Bersetialah pada Impian dan Harapan Kita
Marilah belajar untuk menjadi pribadi yang setia, yang mampu secara konsisten 'menemani' setiap impian kita. Sahabat sekalian, ada sebuah cerita monumental yang sangat terkenal di Jepang. Cerita tentang sebuah kesetiaan... Hachiko.
Kesetiaan kadang dilalui tidak dengan kebahagiaan, tapi pasti berakhir dengan kebahagiaan...
Ini sebuah kisah nyata yang dapat menginspirasi kita semua...
Hachiko adalah seekor anjing yang lahir di sekitar bulan November 1923 di Odate, Jepang. Ia pindah ke Tokyo, saat majikannya pindah ke sana. Pemilik anjing itu bernama Eisaburo Ueno. Eisaburo adalah seorang tua yang tinggal sendirian di rumahnya, istrinya sudah meninggal dan anak-anaknya sudah menikah dan tidak tinggal di sana lagi. Eisaburo Ueno bekerja di sebuah universitas di dekat Tokyo sebagai seorang dosen.
Sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi orang tua itu untuk menaiki kereta listrik di Stasiun Shibuya untuk bekerja. Ia berangkat sekitar jam 8 pagi, dan biasanya ia pulang dan tiba di stasiun itu kembali sekitar jam 5 sore.
Hachiko, si anjing itu, sangat setia menemani tuannya. Setiap pagi ia berjalan bersama tuannya menuju ke Stasiun Shibuya. Setelah 'melepas kepergian' tuannya, anjing itu pulang sendiri ke rumah. Dan uniknya, tepat sebelum jam 5 sore, anjing itu sudah datang kembali ke stasiun untuk menjemput tuannya.
Kebiasaan ini dilakukannya setiap hari selama beberapa tahun, dan orang-orang di sekitar sana sudah mulai hapal dengan tingkah anjing (dan pemiliknya) itu. Para petugas stasiun piun selalu tersenyum ramah saat melihat anjing itu berlari-lari kecil menjemput tuannya setiap sore.
Tapi malang, pada suatu siang, Eisaburo mendapatkan serangan jantung di universitas tempatnya bekerja. Ia meninggal sebelum mendapatkan perawatan medis dari rumah sakit. Segenap keluarganya langsung dihubungi oleh universitas untuk menjemput jenazah Eisaburo.
Lalu bagaimana dengan anjing itu? Ternyata, pada sore harinya anjing itu tetap datang ke stasiun untuk menjemput tuannya, tapi hingga larut malam menunggu, ternyata tuannya tidak datang. Anjing itu pulang kembali ke rumah.
Besok seoranya, anjing itu kembali datang ke stasiun - dan sekali lagi - ia pulang dengan 'tangan hampa'. Kebiasaan ini ia lakukan setiap hari. Para petugas stasiun dan orang-orang di sana sangat bersimpati dan kadangkala memberinya makan saat 'menjemput tuannya'.
Beberapa kerabat Eisaburo pun sebenarnya sudah berusaha untuk memelihara dan merawat anjing itu, tetapi tetap saja, setiap sore anjing itu nekat berlari menuju ke Stasiun Shibuya.
Tak terasa 11 tahun sudah berlalu, dan anjing itu tetap melakukan aktivitas hariannya menunggu tuannya di stasiun tiap sore hingga larut malam, bahkan kadang baru pulang besok paginya setelah pulas tertidur di stasiun.
Setelah berumur 15 tahun, anjing itu akhirnya meninggal dalam kesetiaannya, tepat dimana ia biasa menunggu tuannya. Untuk memuji dan menghargai anjing itu, orang-orang membangun sebuah patung Hachiko di Stasiun Shibuya. Patung anjing itu masih berdiri kokoh hingga saat ini, sebagai sebuah inspirasi kesetiaan bagi orang-orang yang melewatinya.
Lalu bagaimana dengan kita? Relakah kesetiaan kita akan Tuhan atau pekerjaan atau orang-orang yang kita sayangi, dikalahkan oleh anjing? Relakah kita akan segala impian kita dikalahkan oleh seekor anjing?
#3. Jadilah Keajaiban dalam Setiap Karya Kita
Kita sebagai manusia seringkali mengharapkan kehadiran keajaiban dalam hidup ini. Kita berharap, menunggu, dan lebih sering kecewa karenanya. Kenapa? Karena kita tidak mengikhlaskan diri kita untuk menjadi keajaiban itu sendiri. Ada sebuah inspirasi bagi kita semua akan arti sebuah keajaiban... Be The Miracle
Suatu malam, pulang bekerja, penat usai deadline, saya segera meluncur ke rumah untuk menikmati aksi konyol Jim Carey dalam film Bruce Almighty adalah opsi yang sulit untuk dilewatkan. Sebenarnya film ini pernah saya tonton, hanya saja saya tidak tahu kenapa ingin sekali lagi menontonnya.
Ternyata saya tidak hanya diajak tertawa terpingkal-pingkal, tetapi juga disadarkan oleh sebuah frase yang berbunyi be the miracle. Tokoh Bruce (yang diperankan oleh Carey) diceritakan sedang marah besar dan akhirnya mengumpat saat menantang Tuhan karena hidupnya berantakan. Akibatnya, Morgan Freeman (yang memerankan tokoh God) memutuskan turun ke dunia untuk menemui Bruce dan memberinya kesempautan untuk menjadi diri-Nya.
Bruce girang bukan kepalang, karena bisa melakukan apa saja sesukanya. Membelah sup di meja, mengambil sendok dari mulutnya, bahkan mengeluarkan monyet dari - maaf - pantat preman yang memukulinya.
Semudah itukah? Salah! Ulah Bruce menarik bulan lebih dekat ke bumi untuk menyenangkan hati pacarnya berujung bencana alam yang menelan banyak korban jiwa. Niat Bruce untuk membahagiakan semua orang - dengan mengabulkan doa mereka - berujung petaka. Ribuan warga kota Buffalo merusak kota karena secara bersamaan memenangkan undian berhadiah.
'Itulah manusia. Mereka pikir mudah menjadi Tuhan. Mereka menyalahkan Tuhan jika keajaiban yang mereka minta tidak dipenuhi. Padahal, keajaiban tidak selalu datang dari atas. Seorang ibu yang bekerja tapi masih bisa mengantarkan anaknya ke sekolah, itulah keajaiban. Seorang pacar yang tidak menuntut banyak dan selalu mengerti akan apa yang dialami oleh kekasihnya, itulah keajaiban. Manusia bisa menciptakan keajaibannya sendiri. Be the miracle!' Begitu kira-kira jawaban God ketika Bruce menyerahkan dan mengembalikan kuasa-Nya kepada yang berhak.
What a speech!
Saya - dan mungkin semua yang pernah menonton film itu - seperti dicubit dan diingatkan untuk memaknai keajaiban dalam kacamata pandang yang baru. Sebenarnya banyak contoh kecil yang bisa disebutkan. Misalnya, seorang teman yang bekerja pada sebuah perusahaan, yang menduduki posisi manajer marketing pernah secara tidak langsung mengeluh dengan saya. Jujur dia merasa bingung dengan posisinya, satu sisi dia merasa yakin bisa mengemban tanggung jawab itu dengan segala keyakinan akan kompetensinya. Sementara sisi yang lain, dia menginginkan posisi yang lebih tinggi, karena menganggap posisi yang dipercayakan kepadanya saat ini - marketing - bukanlah posisi ideal bagi orang seperti dia.
Bagi teman saya ini, posisi manajer adalah keajaiban bagi dirinya. Sayang, dia tidak pernah mengetahui dan mau belajar lebih jauh tentang posisinya dia sekarang.
Bila kita belum menemukan pekerjaan yang sesuai dengan bakat kita, bakatilah apapun pekerjaan kita sekarang. Maka, kita akan tampil secemerlang mereka yang berbakat...
Keajaiban ada dimana-mana. Benar kata Morgan Freeman, kita - manusia - kadang terlalu cengeng menjalani hidup dan kehidupan. Sedikit saja ada yang tidak beres, mudah sekali menyalahkan Tuhan. Padahal, siapa tahu justru kita yang belum berusaha keras keluar dari kemelut dan permasalahan yang ada. Sebaliknya, di sisi lain, kita mudah melupakan kerja keras sendiri jika meraih prestasi besar yang selama ini kita anggap keajaiban itu sendiri. Padahal, siapa tahu semua rasa - sedih, senang, kecewa hingga bangga - sebagian besar ditentukan oleh upaya kita sendiri.
Ternyata keajaiban ada dimana-mana. Ada di sekitar kiyta, bahkan boleh jadi ada juga dalam diri kita masing-masing. So, let's be the miracle!
#4. Bersyukurlah dengan Keikhlasan Kita, dan Think Big Start Small
Poin ini yang kadang kita lupakan karena sulit kita lakukan.
Ada sebuah cerita hidup yang dapat menginspirasi kita bersama... Andai Dia Duduk di Kursi Itu
Waktu saya bersekolah di sebuah SMU negeri di Magelang, dalam sebuah acara retret selama satu minggu yang diadakan oleh teman-teman beragama Katholik di Yogyakarta, seorang guru menuturkan pengalaman uniknya. Kisah yang sangat berkesan bagi cowok-cowok yang selalu terbelalak matanya jika mendengar apapun soal lawan jenisnya.
Di masa mudanya, guru saya itu rajin ke gereja. Sambil berdoa, dia tidak bisa menutupi keinginannya untuk mengagumi seorang gadis yang tiap Minggu dilihatnya. Dasar pemalu, keterpesonaannya hanya disimpan di dalam hati. Tak ada keberanian untuk mendekati pun menyapanya.
'Suatu hari...', tuturnya, 'Saya sengaja menunggunya. Jantung saya berdebar ketika melihat dia datang, duduk di tempat favoritnya, berlutut, dan mengatupkan kedua tangannya untuk berdoa. Ah... indah sekali. Saya ragu-ragu mau duduk di bangku sebelahnya yang kebetulan kosong. Ketika keberanian saya muncul... bangku itu sudah terisi orang lain. Andai saja hari itu saya duduk di sampingnya, belum tentu hari ini saya bisa berdiri di sini sebagai pastor kalian.'
Sang guru sebenarnya mau mengatakan bahwa kegagalan bisa dimaknain dari beragam sisi. Dia memang gagal berkenalan dengan gadis impiannya. Perkenalan yang siapa tahu bakal menjadikannya seorang suami dan bapak. Namun, peristiwa itu toh bisa dimaknai sebagai awal perjalanannya untuk mengabdi kepada Tuhan dan agamanyah. Menjadi seorang pastor, gembala umat Katholik yang memilih hidup selibat (tidak beristri) sepanjang hidupnya.
Kita tidak pernah tahu dengan apa yang akan terjadi di depan nanti. Kadang hasil akhir ditentukan oleh bagaimana kita memaknai peristiwa-peristiwa kecil. kegagalan tidak layak disesali berlama-lama, sementara keberhasilan tak seharusnya dinikmati berkepanjangan. Maknailah semua peristiwa dalam keseharian kita supaya hidup menjadi lebih bermakna, lebih berarti, dan tidak pernah berhenti mengalir.
Saya berterima kasih kepada almarhum Romo Guido Sabdo Utomo, guru sekaligus inspirator yang saya ceritakan di atas. Pastor enerjik yang mengajarkan bagaimana caranya memaknai peristiwa kecil untuk menjalani keseharian dengan sikap optimis, hingga akhirnya menjadi kenangan besar.
'Beruntung' dia tidak jadi duduk di bangku samping gadis incarannya dulu. Kalau tidak, cerita yang sarat makna ini pasti tidak bisa saya dengar dan mustahil saya ceritakan ulang dalam kesempatan ini untuk bersama-sama kita ambil hikmahnya.
Kadang impian kita membawa kita dalam sebuah pelajaran berharga yang bernama kegagalan. Seringkali kita berhenti karena begitu beratnya kita menyikapi dan bangkit dari kegagalan. Maka, kita tidak akan diperkenankan Tuhan menikmati kesuksesan. Tuhan selalu memberikan rencana yang indah akan impian-impian kita, selanjutnya kita yang menentukan apakah diri dan hati kita memampukan kita untuk menerima rencana indah Tuhan...
So, think big and start small...
#5. Kembali Menjadi Pribadi yang Super
Di awal tulisan ini, saya mengajak kita semua menjadi pribadi yang narsis. Untuk apa? Semuanya untuk 'kebaikan' kita menyiapkan diri kita menjadi pribadi yang super, kokoh, dan tidak rapuh. Belajarlah dari inspirasi ini... Bukan Tidak Bisa, Tapi Tidak Biasa
Saya mau bercerita sedikit tentang teman saya sewaktu di SMU dulu. Sebutlah namanya Joko. Dia punya segalanya untuk sombong: tampang oke, gaya keren, otak encer, berasal dari keluarga berada. Di kelas, dia anak terpandai yang disenangi seluruh guru. Di lapangan basket, dia shooting guard andalan. Di lapangan hijau, tak sekalipun pelatih tim sekolah saya berani mencadangkannya. Reputasinya di dunia asmara pun tidak kalah mentereng: playboy papan atas.
Cowok petualang yang tak gampang didebat ini sangat percaya diri. Mungkin karena apa yang diinginkannya nyaris selalu terpenuhi. Buat Joko, yang rambutnya gondrong, nyaris tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Tidak ada rintangan yang tidak bisa terlewati.
Benar begitu? Begini suatu kali dia berujar, 'Aku bukannya tidak bisa atau tidak pernah gagal dan kalah, tapi aku tidak biasa gagal dan kalah. Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik. Menjadi nomor satu!'
Ternyata, prinsip yang sepintas arogan itu menjadi modal untuk meraih sukses dalam banyak hal. Ada energi yang luar biasa besar untuk menjadi pemenang, sehingga kalah atau gagal sebisa mnungkin dihindari. Dia selalu memelajari semua hal dengan sangat matang, cermat, dan lengkap sebelum mengerjakan atau memutuskan sesuatu. Bersiap untuk menang! Boleh jadi inilah yang disebut dengan mental juara!
Saya beruntung bisa menjadi sahabat karibnya. Saya banbyak belajar dari golden boy ini. Saya semakin beruntung ketika sepanjang hidup saya, saya juga sering menerima kegagalan dan kekalahan. Ini semakin memperkaya hidup saya.
So, give your best, to do the best, and to be be the best!
Beda Selalu Melahirkan 'Masalah'
Seringkali benar adanya bahwa beda itu mendatangkan masalah. Tapi pointer-nya adalah perbedaan yang menjadikan masalah itu justru memampukan kita menjadi pribadi yang dipantaskan oleh Tuhan untuk menjadi bagian dari rencana indah-Nya agar berjalan dengan sempurna.
Ada laki-laki dan perempuan. Indah, bukan?
Ada juara 1 dan ada juara-juara berikutnya. Indah, bukan?
Ada warna merah, hitam, putih, biru, dan lain sebagainya. Indah, bukan?
Ada yang pintar, ada yang rajin, dan ada yang biasa-biasa saja. Indah, bukan?
Kita dipantaskan oleh Tuhan menjadi pribadi yang memang 'harus beda' dengan pribadi yang lain. Kenapa? Karena kita disiapkan Tuhan untuk memberikan keunikan dan keperbedaan agar memperindah apa yang telah Tuhan rencanakan.
Apakah mungkin kita menjadi juara tanpa ada pesaing (lawan) dan persaingan?
Apakah mungkin kita menjadi juara tanpa ada kompetisi yang membedakan kita dengan yang lain?
Apakah mungkin kita menjadi orang pertama, jika tidak ada orang kedua, dan orang-orang di nomor-nomor sebelumnya?
Apakah mungkin kita menjadi pribadi yang kuat, jika tidak ada pribadi yang lemah?
Apakah mungkin kita menjadi pribadi pilihan, jika kita sama dengan pribadi yang lain?
Maka, pantaskan diri kita untuk menerima rencana Tuhan dengan menggunakan keperbedaan kita untuk melayani dan berkarya dalam hidup yang telah direncanakan Tuhan. Dan, nikmatilah keindahan yang akan terjadi...
Untuk mengakhiri tulisan ini, saya ingin berbagi cerita inspiratif bagi kita semua... Butterfly Lesson
Suatu hari, muncul celah kecil pada sebuah kepompong. Seorang pria duduk dan memerhatrikan calon kupu-kupu tersebut berjuang keras selama berjam-jam untuk mendorong tubuhnya keluar dari melalui lubang kecil tersebut. Kemudian, tampaknya usaha tersebut sia-sia, berhenti, dan tidak ada perkembangan yang berarti. Seolah-olah terlihat usaha tersebut sudah mencapai satu titik, dimana tidak bisa berkelanjutan.
Maka, pria itu memutuskan untuk membantu kupu-kupu itu. Dia mengambil sebuah gunting dan membuka kepompong itu. Kemudian kupu-kupu itu keluar dengan sangat mudahnya. Tapi apa yang terjadi? Kupu-kupu itu memiliki tubuh yang tidak sempurna. Tubuhnya kecil dan sayapnya tidak berkembang.
Pria itu tetap memerhatikan dan berharap, tidak lama lagi, sayap tersebut akan terbuka, membesar dan berkembang menjadi kuat untuk dapat mendukung kupu-kupu itu sendiri. Tapi, semua yang diharapkan pria itu tidak pernah terjadi!
Kenyataannya, kupu-kupu tersebut justru menghabiskan seluruh hidupnya merayap dengan tubuhnya yang lemah dan sayap yang berlipat. Kupu-kupu tersebut tidak pernah bisa terbang!
Apa yang pria itu lakukan, dengan segala ketulusan dan niat baiknya, tidak pernah mengerti, bahwa perjuangan untuk mengeluarkan badan kupu-kupu dari kepompong dengan cara mengeluarkan seluruh cairan dari badannya adalah suatu proses yang sangat dibutuhkan, sehingga sayapnya dapat berkembang dan siap untuk terbang begitu keluar dari kepompong tersebut, sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh Tuhan.
Seringkali perjuangan adalah sesuatu yang kita butuhkan dalam hidup ini.
Jika Tuhan memperbolehkan kita melewati hidup ini tanpa cobaan, hal ini akan membuat kita lemah. Kita tidak akan sekuat seperti apa yang kita harapkan, dan tidak akan pernah terbang seperti kupu-kupu itu.
Kita meminta kekuatan... dan Tuhan memberi kita kesulitan untuk kita hadapi dan membuat kita menjadi kuat.
Kita meminta kebijaksanaan... dan Tuhan memberikan kita masalah-masalah yang harus kita pecahkan dan menjadikan kita lebih berpengalaman hidup.
Kita meminta kemakmuran... dan Tuhan memberikan otak dan kekuatan pada kita untuk bisa bekerja.
Kita meminta keberanian... dan Tuhan memberikan kita rintangan dari setiap hal yang kita hadapi.
Kita meminta cinta... dan Tuhan memberikan orang-orang yang ada dalam kesulitan untuk bisa kita bantu.
Kita meminta pertolongan... dan Tuhan memberi kita begitu banyak kesempatan.
Kita tidak menerima apa yang kita inginkan... tapi kita menerima apa yang kita butuhkan.
So, jalanilah hidup tanpa ketakutan, hadapi semua masalah dan yakinlah bahwa kita dapat mengatasi semua itu. Hambatan dan segala masalah yang menemani hidup kita, adalah hal utama yang memampukan kita menjadi manusia yang sebenarnya...
There's a place in your heart
And I know that it is love
And this place could be
Much brighter than tomorrow
And is you really try
You'll find there's, no need to cry
In this place you'll feel, there's no hurt or sorrow, there are ways to get there
If you care enough for the living
Make a better place...
Heal the world
Make it a better place, for you and for me, and the entire human race
There are people dying
If you care enough, for the living
Make a better place, for you and for me...
...
Beberapa waktu lalu, lagu Heal the World-nya Michael Jackson ini menjadi sangat 'meledak', terutama setelah meninggalnya The King of Pop itu. Menjadi sesauatu yang istimewa ketika kita nantinya mampu menjadi pribadi yang 'menyembuhkan' bagi dunia di sekitar kita.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sejauhmana kita menjadi pribadi yang mampu promote your-self? Ini penting, karena tanpa kita mampu mempromosikan diri kita, maka menjadi sebuah keniscayaan kita mampu menjadi 'obat' bagi dunia di sekitar kita.
Kesempatan ini akan saya bagikan cerita-cerita hidup yang mampu menginspirasi perjalanan kita sehari-hari...
Mungkin diantara kita pernah mendengar nama salah satu dewa yang sangat terkenal dalam mitologi Yunani, Narcissus. Suatu kali, Narcissus yang tengah mengambil air dari sebuah danau, terpesona oleh indahnya pantulan wajahnya di atas permukaan air. Ia begitu kagum dan terpesona oleh ketampanan wajahnya sehingga jatuh cinta pada dirinya sendiri. Sejak saat itu, Narcissus setiap hari berlutut di dekat sebuah danau untuk mengagumi dirinya sendiri. Ia begitu terpesona, hingga suatu pagi, ia jatuh ke dalam danau dan tenggelam. Ketika Narcissus mati, dewi-dewi hutan muncul dan mendapati danai tadi, yang semula berupa air segar, telah berubah menjadi danau air mata yang asin.
'Mengapa engkau menangis?', tanya dewi-dewi. 'Aku menangisi Narcissus', jawab danau. 'Oh, tak heranlah jika kau menangisi Narcissus', kata mereka. 'Sebab, walau kami selalu mencari dia di hutan, hanya kau saja yang dapat mengagumi keindahannya dari dekat.''Tapi,... indahkah Narcissus?', tanya danau. 'Siapa yang lebih mengetahuinya daripada engkau?', dewi-dewi bertanya heran. 'Di dekatmulah ia tiap hari berlutut mengagumi dirinya!' Danau terdiam beberapa saat. Akhirnya ia berkata, 'Aku menangisi Narcissus, tapi tidak pernah kuperhatikan bahwa Narcissus itu indah. Aku menangis karena, setiap ia berlutut di dekat tepianku, aku bisa melihat, di kedalaman matanya, pantulan keindahanku sendiri.'
Narcissus itulah yang kini menjadi sebutan, olok-olok, celaan, bahkan juga kebanggaan, yang ditujukan kepada seseorang yang suka memuja dirinya sendiri. Orang banyak menyebutnya dengan istilah NARSIS.
Tuhan menginginkan kita menjadi pribadi yang mempesona bagi orang-orang di sekitar kita. Jadi, buatlah orang lain terpesona dengan diri dan hati kita, karena kita memang mengindahkan diri dan hati kita untuk itu. Ketika kita menjadi pribadi yang mempesona, maka kita membuka jalan karunia Tuhan untuk masa depan kita.
Dan untuk menjadi pribadi yang mempesona, kita dimungkinkan oleh Tuhan untuk menjadi pribadi yang 'narsis'. Pribadi yang mampu mengenali diri sendiri, dan kemudian menggunakan kelebihan yang kita miliki sebagai bekal pelayanan kita dalam kehidupan.
Apa yang kemudian kita bisa refleksikan dari pelajaran hidup Narcissus di atas bagi hidup kita ke depan?
#1. Keep Smile and Say Well for Your Dream
Kita tidak akan pernah bisa terbang seperti rajawali,
jika kita masih menggunakan sayap kupu-kupu...
Jika yang kita inginkan itu besar,
maka besarkanlah kemauan dan kemampuan kita untuknya...
Poin ini sepertinya mudah, namun apakah benar demikian adanya? Saya mempunyai cerita yang akan menginspirasi sahabat sekalian, tentang Thomas A. Edison dan Rudy Hartono.
Thomas A. Edison sepanjang hidupnya menetapkan bagi dirinya sendiri tujuan yang ambisius, setiap enam bulan mendapatkan satu penemuan besar, dan satu penemuan kecil setiap harinya. Setelah ia wafat, ia memiliki 1.093 hak paten Amerika Serikat dan lebih dari dua ribu hak paten untuk negara-negara lain. Ia mewujudkan impian-impiannya dengan tetap setia melakukan apa yang terbaik dari dirinya.
Jika seseorang mempunyai talenta, dan tidak dapat menggunakannya, ia gagal.
Jika ia mempunyai talenta, dan hanya memakai setengahnya, maka ia selalu mempersiapkan separuh kegagalan dalam setiap usahanya.
Jika ia mempunyai talenta, dan akhirnya belajar menggunakan seluruhnya, ia berhasil dengan luar biasa, dan mendapatkan kepuasan serta kemenangan yang hanya akan dinikmati segelintir orang.
Jadi, mengapa kita membatasi apa yang mungkin bagi kita, karena itu akan membatasi apa yang akan kita lakukan, dan bahkan membatasi apa yang mungkin kita dapat capai.
Berapa banyak dari kita yang menginginkan naik kelas, tapi begitu banyak dari kita pula yang berlaku seperti mempertahankan kelasnya sekarang, dengan memanjakan kemalasan dan penundaan. Impiakn adalah langkah awal kita meraih kesuksesan. Tapi itu saja tidak cukup, kita butuh banyak memberikan kesempatan pada diri kita untuk memberikan ruang agar keberhasilan itu datang dengan ruang yang tepat.
Ada hukum kepantasan bagi segala sesuatu, maka kita yang rajin dan tekun memperbaiki, akan menjadi pantas bagi kehidupan yang kita perbaiki...
Impian yang besar kadang justru membelenggu kita, ketika semua itu tidak diikuti dengan kekuatan yang memampukan kita untuk meraih impian itu. Ada cerita menarik tentang sosok Rudy Hartono, legenda bulutangkis Indonesia dan bahkan dunia.
Saya yakin banyak orang ingin seperti Rudy Hartono, mungkin kita baru menyadari, tidak semua orang bisa seperti Rudy Hartono. Banyak di antara kita yang hanya melihat sang maestro sebagai juara All England delapan kali. Sebagai pahlawan bulutangkis Indonesia. Tetapi berapa banyak dari kita yang peduli bagaimana usaha keras yang dilakukan Rudy Hartono sebelum menjadi juara?
'Setiap hari, selama lima tahun, saya harus bangun pukul lima pagi, berlari puluhan kilometer, berlatih bulutangkis, baru kemudian berangkat sekolah', ujarnya. Di bawah bimbingan ayahnya yang 'bertangan besi', Rudy kecil digembleng spartan tanpa kenal lelah. Tidak ada waktu untuk mengeluh. Tidak ada waktu untuk bercengeng-cengeng ria. 'Waktu itu rasanya ingin berontak. Sebagai remaja, saya juga ingin bermain seperti teman-teman yang lain. Tetapi saya tidak bisa. Ayah saya menggembleng saya sangat keras', ungkap Rudy pada suatu acara talkshow di salah satu televisi swasta.
Pada usia 15 tahun, disiplin dan kerja keras itu mulai berbuah. Satu persatu prestasi bulutangkis mulai diraih. Sampai kemudian pada usia 18 tahun, usia yang terbilang sangat muda, Rudy berhasil mempersembahkan Piala All England bagi bangsa dan negara Indonesia. 'Saat itulah saya baru mensyukuri kerja keras dan disiplin yang diajarkan ayah saya.'
Sejak itu Rudy tidak terbendung. Tujuh kali berturut-turut dia mempertahankan Piala All England. Sekali kalah dari Svend Pri pada 1975, tetapi kemudian pada 1976 berhasil merebut juara All England untuk kedelapan kalinya setelah mengalahkan Liem Swi King di final. Suatu prestasi yang sampai saat ini belum tertandingi oleh pemain bulutangkis manapun.
Banyak dari kita ingin seperti Rudy Hartono. Tetapi berapa banyak di antara kita yang mau menjalani proses latihan yang berat, melelahkan, dan panjang? Kita ingin seperti Rudy Hartono, tetapi tidak siap ketika dihadapkan pada proses tadi. Kalau bisa prosesnya disingkat dan mudah. Bimsalabim, bangun pagi kita sudah menjadi juara. Tanpa harus 'menderita' setiap pagi bangun pukul lima dan bahkan berlatih selama lima tahun tanpa henti.
Dalam pekerjaan juga begitu. Kita sering ingin segera menduduki jabatan tinggi, tetapi enggan melalui proses jatuh bangun untuk mencapainya. Semua kalau bisa serba instan. Serba cepat. Kalau bisa potong kompas. Kita sering iri melihat seseorang yang mencapai sukses. Tetapi, ketika dia bercerita betapa suliutnya perjuangan untuk mencapai sukses itu, kita menutup mata, telinga, dan bahkan hati kita.
Di dalam pekerjaan, kita sering terperangkap dalam lingkaran setan. Antara kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan. Dalam bekerja, banyak di antara kita yang menuntut agar perusahaan memberi imbalan atau gaji yang 'pantas' terlebih dulu, baru kiyta mau mengerjakan tugas-tugas secara maksimal. Kalau tidak, kerja pas bandrol saja. 'Ngapain capek-capek!!'
Di lain pihak, manajemen berpikir sebaliknya. Karyawan dituntut memberikan yang terbaik dulu baru perusahaan memberikan imbalan yang 'pantas'. Maka jadilah lingkaran setan itu. Tidak tahu siapa yang harus memutus lingkaran ini. Masing-masing merasa benar. Cuma, kalau dibiarkan berlarut-larut, yang merugi biasanya karyawan. Perusahaan bisa kapan saja 'mendepak' karyawan yang dinilai tidak berprestasi dan menggantikannya dengan karyawan baru.
'Prinsip saya, berprestasi dulu baru penghargaan', ujar Rudy Hartono. Dia mengaku ketika berlatih dan bertanding, tidak ada sebersit pun dalam pikirannya bahwa apa yang dilakukannya itu untuk mendapatkan imbalan. 'Saya fokus untuk mencapai kemenangan demi kemenangan tanpa memperhitungkan apa yang akan saya dapatkan sebagai imbalan jika juara.'
Maka, ketika dia menjadi juara All England, penghargaan akhirnya datang dengan sendirinya. Dari mulai hadiah uang, mobil sampai rumah. Pada 1972, Rudy bertemu kembali dengan Svend Pri di final. Ini final yang paling menegangkan sepanjang penyelenggaraan All England. Pasalnya, saat itu Rudy Hartono sudah ketinggalan 1 lawan 14. Satu angka lagi Sven Pri akan juara.
Tetapi, sungguh sulit dipercaya ketika akhirnya justru Rudy yang tampil sebagai juara. Jarak skor 1 lawan 14 tidak membuatnya menyerah. Satu demi satu angka dia raih. Ketinggalan 13 poin bukan perkara gampang. Banyak pemain pada posisi ini sudah menyerah. Rasanya tidak mungkin bisa mengejar jarak yang begitu jauh.
Apa yang membuat Rudy bisa memenangi pertandingan saat itu? Ternyata dia mengikuti nasihat almarhum Ferry Sonneville. Waktu itu, menurut Rudy, Ferry Sonneville menasihati agar dia jangan terpengaruh pada apa yang dilakukan lawan. Jangan pedui pada angka dan taktik yang dikembangkan lawan. 'Dia diminta berkonsentrasi pada apa yang saya lakukan.' Rudy harus melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan dalam posisi tersebut.
Sebuah nasihat yang tentunya menohok perilaku banyak di antara kita. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam karya kita di berbagai bidang, kita sering lebih sibuk 'mengurusi' pekerjaan orang lain ketimbang pekerjaan kita sendiri. Kita lebih mau tahu urusan orang ketimbang mengurusi tugas-tugas kita. Akibatnya, kita lebih sering mengatur dan menyalahkan orang lain ketimbang introspeksi atas kekurangan kita. Dengan kata lain, kita jauh lebih mengenal orang lain dibanding diri kita sendiri. Aneh, kan?
Beruntung kita mengenal Rudy Hartono. Sang juara yang mampu mengingatkan kita kembali pada hal-hal yang sering luput dari perhatian kita. Sesuatu yang tampak sederhana, tetapi lebih sering kita abaikan. Termasuk satu prinsip dalam hidupnya, Jangan menyakiti orang lain! Mengapa? Karena mereka akan mendoakan kita yang jelek-jelek.
Jadi, mulailah di tempat kita berada sekarang, maka impian itu akan datang di waktu yang kita harapkan...
Sahabat sekalian...
Mulailah untuk terus menyimpan impian, dan jagalah impian itu dengan senyuman serta tindakan... Karena itu yang akan memungkinkan kita mengalahkan segala rintangan yang menghalangi jalan kita meraih impian kita. Dan selalu say well akan segala hal tentang impian kita.
#2. Bersetialah pada Impian dan Harapan Kita
Marilah belajar untuk menjadi pribadi yang setia, yang mampu secara konsisten 'menemani' setiap impian kita. Sahabat sekalian, ada sebuah cerita monumental yang sangat terkenal di Jepang. Cerita tentang sebuah kesetiaan... Hachiko.
Kesetiaan kadang dilalui tidak dengan kebahagiaan, tapi pasti berakhir dengan kebahagiaan...
Ini sebuah kisah nyata yang dapat menginspirasi kita semua...
Hachiko adalah seekor anjing yang lahir di sekitar bulan November 1923 di Odate, Jepang. Ia pindah ke Tokyo, saat majikannya pindah ke sana. Pemilik anjing itu bernama Eisaburo Ueno. Eisaburo adalah seorang tua yang tinggal sendirian di rumahnya, istrinya sudah meninggal dan anak-anaknya sudah menikah dan tidak tinggal di sana lagi. Eisaburo Ueno bekerja di sebuah universitas di dekat Tokyo sebagai seorang dosen.
Sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi orang tua itu untuk menaiki kereta listrik di Stasiun Shibuya untuk bekerja. Ia berangkat sekitar jam 8 pagi, dan biasanya ia pulang dan tiba di stasiun itu kembali sekitar jam 5 sore.
Hachiko, si anjing itu, sangat setia menemani tuannya. Setiap pagi ia berjalan bersama tuannya menuju ke Stasiun Shibuya. Setelah 'melepas kepergian' tuannya, anjing itu pulang sendiri ke rumah. Dan uniknya, tepat sebelum jam 5 sore, anjing itu sudah datang kembali ke stasiun untuk menjemput tuannya.
Kebiasaan ini dilakukannya setiap hari selama beberapa tahun, dan orang-orang di sekitar sana sudah mulai hapal dengan tingkah anjing (dan pemiliknya) itu. Para petugas stasiun piun selalu tersenyum ramah saat melihat anjing itu berlari-lari kecil menjemput tuannya setiap sore.
Tapi malang, pada suatu siang, Eisaburo mendapatkan serangan jantung di universitas tempatnya bekerja. Ia meninggal sebelum mendapatkan perawatan medis dari rumah sakit. Segenap keluarganya langsung dihubungi oleh universitas untuk menjemput jenazah Eisaburo.
Lalu bagaimana dengan anjing itu? Ternyata, pada sore harinya anjing itu tetap datang ke stasiun untuk menjemput tuannya, tapi hingga larut malam menunggu, ternyata tuannya tidak datang. Anjing itu pulang kembali ke rumah.
Besok seoranya, anjing itu kembali datang ke stasiun - dan sekali lagi - ia pulang dengan 'tangan hampa'. Kebiasaan ini ia lakukan setiap hari. Para petugas stasiun dan orang-orang di sana sangat bersimpati dan kadangkala memberinya makan saat 'menjemput tuannya'.
Beberapa kerabat Eisaburo pun sebenarnya sudah berusaha untuk memelihara dan merawat anjing itu, tetapi tetap saja, setiap sore anjing itu nekat berlari menuju ke Stasiun Shibuya.
Tak terasa 11 tahun sudah berlalu, dan anjing itu tetap melakukan aktivitas hariannya menunggu tuannya di stasiun tiap sore hingga larut malam, bahkan kadang baru pulang besok paginya setelah pulas tertidur di stasiun.
Setelah berumur 15 tahun, anjing itu akhirnya meninggal dalam kesetiaannya, tepat dimana ia biasa menunggu tuannya. Untuk memuji dan menghargai anjing itu, orang-orang membangun sebuah patung Hachiko di Stasiun Shibuya. Patung anjing itu masih berdiri kokoh hingga saat ini, sebagai sebuah inspirasi kesetiaan bagi orang-orang yang melewatinya.
Lalu bagaimana dengan kita? Relakah kesetiaan kita akan Tuhan atau pekerjaan atau orang-orang yang kita sayangi, dikalahkan oleh anjing? Relakah kita akan segala impian kita dikalahkan oleh seekor anjing?
#3. Jadilah Keajaiban dalam Setiap Karya Kita
Kita sebagai manusia seringkali mengharapkan kehadiran keajaiban dalam hidup ini. Kita berharap, menunggu, dan lebih sering kecewa karenanya. Kenapa? Karena kita tidak mengikhlaskan diri kita untuk menjadi keajaiban itu sendiri. Ada sebuah inspirasi bagi kita semua akan arti sebuah keajaiban... Be The Miracle
Suatu malam, pulang bekerja, penat usai deadline, saya segera meluncur ke rumah untuk menikmati aksi konyol Jim Carey dalam film Bruce Almighty adalah opsi yang sulit untuk dilewatkan. Sebenarnya film ini pernah saya tonton, hanya saja saya tidak tahu kenapa ingin sekali lagi menontonnya.
Ternyata saya tidak hanya diajak tertawa terpingkal-pingkal, tetapi juga disadarkan oleh sebuah frase yang berbunyi be the miracle. Tokoh Bruce (yang diperankan oleh Carey) diceritakan sedang marah besar dan akhirnya mengumpat saat menantang Tuhan karena hidupnya berantakan. Akibatnya, Morgan Freeman (yang memerankan tokoh God) memutuskan turun ke dunia untuk menemui Bruce dan memberinya kesempautan untuk menjadi diri-Nya.
Bruce girang bukan kepalang, karena bisa melakukan apa saja sesukanya. Membelah sup di meja, mengambil sendok dari mulutnya, bahkan mengeluarkan monyet dari - maaf - pantat preman yang memukulinya.
Semudah itukah? Salah! Ulah Bruce menarik bulan lebih dekat ke bumi untuk menyenangkan hati pacarnya berujung bencana alam yang menelan banyak korban jiwa. Niat Bruce untuk membahagiakan semua orang - dengan mengabulkan doa mereka - berujung petaka. Ribuan warga kota Buffalo merusak kota karena secara bersamaan memenangkan undian berhadiah.
'Itulah manusia. Mereka pikir mudah menjadi Tuhan. Mereka menyalahkan Tuhan jika keajaiban yang mereka minta tidak dipenuhi. Padahal, keajaiban tidak selalu datang dari atas. Seorang ibu yang bekerja tapi masih bisa mengantarkan anaknya ke sekolah, itulah keajaiban. Seorang pacar yang tidak menuntut banyak dan selalu mengerti akan apa yang dialami oleh kekasihnya, itulah keajaiban. Manusia bisa menciptakan keajaibannya sendiri. Be the miracle!' Begitu kira-kira jawaban God ketika Bruce menyerahkan dan mengembalikan kuasa-Nya kepada yang berhak.
What a speech!
Saya - dan mungkin semua yang pernah menonton film itu - seperti dicubit dan diingatkan untuk memaknai keajaiban dalam kacamata pandang yang baru. Sebenarnya banyak contoh kecil yang bisa disebutkan. Misalnya, seorang teman yang bekerja pada sebuah perusahaan, yang menduduki posisi manajer marketing pernah secara tidak langsung mengeluh dengan saya. Jujur dia merasa bingung dengan posisinya, satu sisi dia merasa yakin bisa mengemban tanggung jawab itu dengan segala keyakinan akan kompetensinya. Sementara sisi yang lain, dia menginginkan posisi yang lebih tinggi, karena menganggap posisi yang dipercayakan kepadanya saat ini - marketing - bukanlah posisi ideal bagi orang seperti dia.
Bagi teman saya ini, posisi manajer adalah keajaiban bagi dirinya. Sayang, dia tidak pernah mengetahui dan mau belajar lebih jauh tentang posisinya dia sekarang.
Bila kita belum menemukan pekerjaan yang sesuai dengan bakat kita, bakatilah apapun pekerjaan kita sekarang. Maka, kita akan tampil secemerlang mereka yang berbakat...
Keajaiban ada dimana-mana. Benar kata Morgan Freeman, kita - manusia - kadang terlalu cengeng menjalani hidup dan kehidupan. Sedikit saja ada yang tidak beres, mudah sekali menyalahkan Tuhan. Padahal, siapa tahu justru kita yang belum berusaha keras keluar dari kemelut dan permasalahan yang ada. Sebaliknya, di sisi lain, kita mudah melupakan kerja keras sendiri jika meraih prestasi besar yang selama ini kita anggap keajaiban itu sendiri. Padahal, siapa tahu semua rasa - sedih, senang, kecewa hingga bangga - sebagian besar ditentukan oleh upaya kita sendiri.
Ternyata keajaiban ada dimana-mana. Ada di sekitar kiyta, bahkan boleh jadi ada juga dalam diri kita masing-masing. So, let's be the miracle!
#4. Bersyukurlah dengan Keikhlasan Kita, dan Think Big Start Small
Poin ini yang kadang kita lupakan karena sulit kita lakukan.
Ada sebuah cerita hidup yang dapat menginspirasi kita bersama... Andai Dia Duduk di Kursi Itu
Waktu saya bersekolah di sebuah SMU negeri di Magelang, dalam sebuah acara retret selama satu minggu yang diadakan oleh teman-teman beragama Katholik di Yogyakarta, seorang guru menuturkan pengalaman uniknya. Kisah yang sangat berkesan bagi cowok-cowok yang selalu terbelalak matanya jika mendengar apapun soal lawan jenisnya.
Di masa mudanya, guru saya itu rajin ke gereja. Sambil berdoa, dia tidak bisa menutupi keinginannya untuk mengagumi seorang gadis yang tiap Minggu dilihatnya. Dasar pemalu, keterpesonaannya hanya disimpan di dalam hati. Tak ada keberanian untuk mendekati pun menyapanya.
'Suatu hari...', tuturnya, 'Saya sengaja menunggunya. Jantung saya berdebar ketika melihat dia datang, duduk di tempat favoritnya, berlutut, dan mengatupkan kedua tangannya untuk berdoa. Ah... indah sekali. Saya ragu-ragu mau duduk di bangku sebelahnya yang kebetulan kosong. Ketika keberanian saya muncul... bangku itu sudah terisi orang lain. Andai saja hari itu saya duduk di sampingnya, belum tentu hari ini saya bisa berdiri di sini sebagai pastor kalian.'
Sang guru sebenarnya mau mengatakan bahwa kegagalan bisa dimaknain dari beragam sisi. Dia memang gagal berkenalan dengan gadis impiannya. Perkenalan yang siapa tahu bakal menjadikannya seorang suami dan bapak. Namun, peristiwa itu toh bisa dimaknai sebagai awal perjalanannya untuk mengabdi kepada Tuhan dan agamanyah. Menjadi seorang pastor, gembala umat Katholik yang memilih hidup selibat (tidak beristri) sepanjang hidupnya.
Kita tidak pernah tahu dengan apa yang akan terjadi di depan nanti. Kadang hasil akhir ditentukan oleh bagaimana kita memaknai peristiwa-peristiwa kecil. kegagalan tidak layak disesali berlama-lama, sementara keberhasilan tak seharusnya dinikmati berkepanjangan. Maknailah semua peristiwa dalam keseharian kita supaya hidup menjadi lebih bermakna, lebih berarti, dan tidak pernah berhenti mengalir.
Saya berterima kasih kepada almarhum Romo Guido Sabdo Utomo, guru sekaligus inspirator yang saya ceritakan di atas. Pastor enerjik yang mengajarkan bagaimana caranya memaknai peristiwa kecil untuk menjalani keseharian dengan sikap optimis, hingga akhirnya menjadi kenangan besar.
'Beruntung' dia tidak jadi duduk di bangku samping gadis incarannya dulu. Kalau tidak, cerita yang sarat makna ini pasti tidak bisa saya dengar dan mustahil saya ceritakan ulang dalam kesempatan ini untuk bersama-sama kita ambil hikmahnya.
Kadang impian kita membawa kita dalam sebuah pelajaran berharga yang bernama kegagalan. Seringkali kita berhenti karena begitu beratnya kita menyikapi dan bangkit dari kegagalan. Maka, kita tidak akan diperkenankan Tuhan menikmati kesuksesan. Tuhan selalu memberikan rencana yang indah akan impian-impian kita, selanjutnya kita yang menentukan apakah diri dan hati kita memampukan kita untuk menerima rencana indah Tuhan...
So, think big and start small...
#5. Kembali Menjadi Pribadi yang Super
Di awal tulisan ini, saya mengajak kita semua menjadi pribadi yang narsis. Untuk apa? Semuanya untuk 'kebaikan' kita menyiapkan diri kita menjadi pribadi yang super, kokoh, dan tidak rapuh. Belajarlah dari inspirasi ini... Bukan Tidak Bisa, Tapi Tidak Biasa
Saya mau bercerita sedikit tentang teman saya sewaktu di SMU dulu. Sebutlah namanya Joko. Dia punya segalanya untuk sombong: tampang oke, gaya keren, otak encer, berasal dari keluarga berada. Di kelas, dia anak terpandai yang disenangi seluruh guru. Di lapangan basket, dia shooting guard andalan. Di lapangan hijau, tak sekalipun pelatih tim sekolah saya berani mencadangkannya. Reputasinya di dunia asmara pun tidak kalah mentereng: playboy papan atas.
Cowok petualang yang tak gampang didebat ini sangat percaya diri. Mungkin karena apa yang diinginkannya nyaris selalu terpenuhi. Buat Joko, yang rambutnya gondrong, nyaris tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Tidak ada rintangan yang tidak bisa terlewati.
Benar begitu? Begini suatu kali dia berujar, 'Aku bukannya tidak bisa atau tidak pernah gagal dan kalah, tapi aku tidak biasa gagal dan kalah. Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik. Menjadi nomor satu!'
Ternyata, prinsip yang sepintas arogan itu menjadi modal untuk meraih sukses dalam banyak hal. Ada energi yang luar biasa besar untuk menjadi pemenang, sehingga kalah atau gagal sebisa mnungkin dihindari. Dia selalu memelajari semua hal dengan sangat matang, cermat, dan lengkap sebelum mengerjakan atau memutuskan sesuatu. Bersiap untuk menang! Boleh jadi inilah yang disebut dengan mental juara!
Saya beruntung bisa menjadi sahabat karibnya. Saya banbyak belajar dari golden boy ini. Saya semakin beruntung ketika sepanjang hidup saya, saya juga sering menerima kegagalan dan kekalahan. Ini semakin memperkaya hidup saya.
So, give your best, to do the best, and to be be the best!
Beda Selalu Melahirkan 'Masalah'
Seringkali benar adanya bahwa beda itu mendatangkan masalah. Tapi pointer-nya adalah perbedaan yang menjadikan masalah itu justru memampukan kita menjadi pribadi yang dipantaskan oleh Tuhan untuk menjadi bagian dari rencana indah-Nya agar berjalan dengan sempurna.
Ada laki-laki dan perempuan. Indah, bukan?
Ada juara 1 dan ada juara-juara berikutnya. Indah, bukan?
Ada warna merah, hitam, putih, biru, dan lain sebagainya. Indah, bukan?
Ada yang pintar, ada yang rajin, dan ada yang biasa-biasa saja. Indah, bukan?
Kita dipantaskan oleh Tuhan menjadi pribadi yang memang 'harus beda' dengan pribadi yang lain. Kenapa? Karena kita disiapkan Tuhan untuk memberikan keunikan dan keperbedaan agar memperindah apa yang telah Tuhan rencanakan.
Apakah mungkin kita menjadi juara tanpa ada pesaing (lawan) dan persaingan?
Apakah mungkin kita menjadi juara tanpa ada kompetisi yang membedakan kita dengan yang lain?
Apakah mungkin kita menjadi orang pertama, jika tidak ada orang kedua, dan orang-orang di nomor-nomor sebelumnya?
Apakah mungkin kita menjadi pribadi yang kuat, jika tidak ada pribadi yang lemah?
Apakah mungkin kita menjadi pribadi pilihan, jika kita sama dengan pribadi yang lain?
Maka, pantaskan diri kita untuk menerima rencana Tuhan dengan menggunakan keperbedaan kita untuk melayani dan berkarya dalam hidup yang telah direncanakan Tuhan. Dan, nikmatilah keindahan yang akan terjadi...
Untuk mengakhiri tulisan ini, saya ingin berbagi cerita inspiratif bagi kita semua... Butterfly Lesson
Suatu hari, muncul celah kecil pada sebuah kepompong. Seorang pria duduk dan memerhatrikan calon kupu-kupu tersebut berjuang keras selama berjam-jam untuk mendorong tubuhnya keluar dari melalui lubang kecil tersebut. Kemudian, tampaknya usaha tersebut sia-sia, berhenti, dan tidak ada perkembangan yang berarti. Seolah-olah terlihat usaha tersebut sudah mencapai satu titik, dimana tidak bisa berkelanjutan.
Maka, pria itu memutuskan untuk membantu kupu-kupu itu. Dia mengambil sebuah gunting dan membuka kepompong itu. Kemudian kupu-kupu itu keluar dengan sangat mudahnya. Tapi apa yang terjadi? Kupu-kupu itu memiliki tubuh yang tidak sempurna. Tubuhnya kecil dan sayapnya tidak berkembang.
Pria itu tetap memerhatikan dan berharap, tidak lama lagi, sayap tersebut akan terbuka, membesar dan berkembang menjadi kuat untuk dapat mendukung kupu-kupu itu sendiri. Tapi, semua yang diharapkan pria itu tidak pernah terjadi!
Kenyataannya, kupu-kupu tersebut justru menghabiskan seluruh hidupnya merayap dengan tubuhnya yang lemah dan sayap yang berlipat. Kupu-kupu tersebut tidak pernah bisa terbang!
Apa yang pria itu lakukan, dengan segala ketulusan dan niat baiknya, tidak pernah mengerti, bahwa perjuangan untuk mengeluarkan badan kupu-kupu dari kepompong dengan cara mengeluarkan seluruh cairan dari badannya adalah suatu proses yang sangat dibutuhkan, sehingga sayapnya dapat berkembang dan siap untuk terbang begitu keluar dari kepompong tersebut, sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh Tuhan.
Seringkali perjuangan adalah sesuatu yang kita butuhkan dalam hidup ini.
Jika Tuhan memperbolehkan kita melewati hidup ini tanpa cobaan, hal ini akan membuat kita lemah. Kita tidak akan sekuat seperti apa yang kita harapkan, dan tidak akan pernah terbang seperti kupu-kupu itu.
Kita meminta kekuatan... dan Tuhan memberi kita kesulitan untuk kita hadapi dan membuat kita menjadi kuat.
Kita meminta kebijaksanaan... dan Tuhan memberikan kita masalah-masalah yang harus kita pecahkan dan menjadikan kita lebih berpengalaman hidup.
Kita meminta kemakmuran... dan Tuhan memberikan otak dan kekuatan pada kita untuk bisa bekerja.
Kita meminta keberanian... dan Tuhan memberikan kita rintangan dari setiap hal yang kita hadapi.
Kita meminta cinta... dan Tuhan memberikan orang-orang yang ada dalam kesulitan untuk bisa kita bantu.
Kita meminta pertolongan... dan Tuhan memberi kita begitu banyak kesempatan.
Kita tidak menerima apa yang kita inginkan... tapi kita menerima apa yang kita butuhkan.
So, jalanilah hidup tanpa ketakutan, hadapi semua masalah dan yakinlah bahwa kita dapat mengatasi semua itu. Hambatan dan segala masalah yang menemani hidup kita, adalah hal utama yang memampukan kita menjadi manusia yang sebenarnya...