I Love You Full, Sintang!: The Real Marketing @BOP
Posted: Kamis, 14 Juni 2012 by R. Anang Tinosaputra in Label: The Meaning of Marketing
0
Beberapa
hari lalu, tepatnya tanggal 6-25 Juni 2012, saya habiskan waktu di
Bukit Kelam, Sintang,
sebuah wilayah eksotis dengan ciri sebuah gunung batu hitam luar
biasa besar (saya belum pernah melihat gunung batu sebesar itu
sebelumnya), sekitar 20 kilometer dari kota Sintang, Kalimantan
Barat. Menjangkau tempat ini dari Yogyakarta butuh perjuangan lumayan
berat bagi saya pribadi. Dari Pontianak sebenarnya ada 2 pilihan
untuk menjangkau Sintang dan Bukit Kelam, jalur darat dan jalur
udara. Untuk jalur udara dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih 30
menit, repotnya tidak setiap hari ada penerbangan rutin dari
Pontianak menuju Sintang maupun sebaliknya.
Dengan
kondisi seperti ini, akhirnya tanggal 6 Juni 2012 kemarin saya
menggunakan jalur darat menuju Sintang dari Pontianak, dengan waktu
tempuh hampir 9 jam. Perjalanan darat ini benar-benar menguras energi
dan stamina saya, bahkan saya dipaksa untuk ‘kalah meski belum
menyerah’ dengan medan seperti ini. Fokus saya ketika sampai di
Bukit Kelam sekitar pukul 2 dini hari tanggal 7 Juni 2012 adalah
tidur senyenyak mungkin, karena pada hari yang sama jam 8 pagi acara
sudah siap menunggu untuk dimulai.
Yups…
Saya di Bukit Kelam, Sintang dalam rangka undangan teman-teman credit
union di lingkungan Puskopdit Kapuas Sintang untuk sharing
tentang Strategic Planning, Business Plan,
hingga Marketing Plan. Pengalaman baru yang luar biasa walaupun
sering dipermainkan oleh kinerja PLN. Hebatnya dengan kinerja PLN
yang seperti itu, teman-teman tidak mengeluh layaknya orang Jawa jika
listrik mati. Benar-benar passionate-people…
Bersama
sahabat-sahabat credit union yang hadir waktu itu, saya menikmati
setiap sesi kegiatan dengan hikmat, penuh kesederhanaan, kepolosan,
dan kekeluargaan luar biasa, serta tentu saja passion
for knowledge mahadahsyat. Blessing
in disguise, layanan BB dan smartphone
lainnya enggan bersahabat dengan saya di daerah ini, sehingga saya
memutuskan untuk fresh dari
berbagai hiruk pikuk dunia maya. Kemegahan gunung batu hitam, dan
keramahan sahabat-sahabat credit union sungguh sangat eksotik. Tapi
karena saya orang marketing, bukan itu yang menarik perhatian saya.
Selama hampir seminggu di tempat ini, saya manfaatkan waktu sebaik
mungkin untuk kembali menjadi etnografer
amatiran, menyatu dengan para peserta dan
menyelami proses pertumbuhan serta pandangan mereka tentang credit
union, meski hingga larut malam.
Ini
bukan sekadar training. Ini bukan sekadar pertemuan proses belajar
mengajar. Ini bukan sekadar berbagi ilmu pengetahuan. Ini adalah
pertemuan impian dengan kebutuhan, yang berbasis cinta…
Pertanyaan
eksistensial pun kemudian menggelitik otak saya ketika otak ini
dijejali dengan cerita petualangan mereka dalam memasarkan dan
mengembangkan credit union. Pertanyaan yang hampir sama muncul
seperti ketika saya beberapa waktu lalu di Wayaua: ‘Bagaimana
seharusnya credit union memainkan peran strategisnya di tengah
masyarakat yang masih underdeveloped semacam
ini?’
Akhirnya
bersamaan dengan proses sahabat-sahabat credit union di lingkungan
Puskopdit Kapuas Sintang berusaha menemukan dan merumuskan strategic
planning mereka, saya pun berpikir keras, dan
akhirnya menemukan 4 formula berikut ini. Formula ini bisa menjadi
guiding principles (meminjam
Prof. Prahalad) dari
apa yang saya sebut dengan ‘Credit Union
Marketing at the Bottom of the Pyramid (BOP)’.
#Vision
Is about to Be a Partner
Sahabat-sahabat
credit union sering terjebak dengan kondisi yang memudahkan mereka
untuk menjadi sukses atau bahkan sekadar bertumbuh, dalam menentukan
impian mereka ke depannya. Seringkali mereka dihadapkan pada kondisi
untuk menjadi yang terbaik atau tidak terkalahkan oleh pesaing. Apa
ini salah? Ini bukan soal salah benar, karena setiap perusahaan,
begitu juga credit union, memang harus mencari dan menemukan rumusan
what to be-nya
setinggi mungkin.
Tapi
bagi saya, dengan kondisi masyarakat Kalimantan Barat seperti yang
saya dapatkan informasinya, saya lebih sreg
jika credit union di tempat ini menempatkan
diri sebagai partner,
bahkan lebih jauh sebagai seorang sahabat (teman). Kenapa? Karena
setiap saat credit union bisa dan harus hadir dalam persoalan hidup
masyarakat di sana. Dan credit union punya modal besar untuk
menjalankan hal tersebut, karena credit
union is love marketing. Itu kenapa saya
berani katakana bahwa visi terbesar credit union adalah be
a partner, be a friend.
#Mission
Is about Transforming
Dalam
kesempatan tersebut saya katakan berkali-kali bahwa marketing itu
bukan bentuk eksploitasi terhadap
masyarakat sebagai konsumen. Saya tidak setuju dengan anggapan bahwa
marketing menempatkan konsumen sebagai target
dan obyek penderita yang
siap diperas madunya dan setelah itu dienyahkan. Marketing haruslah
menampakkan wajah humanisnya dengan menjadi sahabat,
partner, hingga
problem solver bagi
persoalan-persoalan aktual yang dihadapi konsumen. Dan wajah-wajah
humanis tersebut sudah ditampilkan oleh insan-insan credit union di
Kalimantan Barat sebagai seorang marketer.
Apa
persoalan aktual yang dihadapi oleh konsumen BOP, seperti masyarakat
yang menjadi pasar credit union di sana? Persoalan utamanya adalah
mentransformasi diri
menjadi masyarakat yang semakin baik, semakin maju, semakin pintar,
semakin well-informed,
semakin makmur, semakin berdaya, dan semakin bijaksana dalam
hidupnya. Jika credit union mampu menjadi partner
dan enabler
bagi konsumen BOP dalam mentransformasi diri,
maka brand credit
union yang dibangun akan menjadi sangat powerful
dan begitu dicintai konsumennya. Perlu diingat, masyarakat di
Kalimantan Barat tidak sepenuhnya murni di area BOP, mereka ini
masyarakat yang pas bersiap
diri naik kelas dari BOP menuju middle class.
Karena
itu saya mengatakan, misi terbesar credit union yang menggarap pasar
ini di sana adalah transforming their life
not exploiting their market.
#Strategy
Is about Empowering
Menggarap
dan mengembangkan pasar BOP tidak bisa hanya dari sisi demand
(mereka sebagai konsumen). Kenapa? Sesungguhnya masyarakat ini bisa
dikatakan ‘tidak membutuhkan’ atau ‘tidak meminta’ produk
layanan credit union seperti tabungan dan pinjaman. Kok bisa? Ya
karena mereka ini sebenarnya lebih melihat dari sisi supply,
mereka ini sebagian besar adalah amateur
micro-entreprenuer. Itu kenapa saya
katakan mereka ini butuh teman, butuh sahabat, butuh partner yang
bisa membuka pandangan, mengubah pola pikir, dan meng-empower
kemampuan mereka dalam merumuskan dan merencanakan hidup yang lebih
baik.
Dengan
pendekatan holistik semacam ini, mereka tidak diposisikan sebagai
‘korban’ tetapi pemain aktif yang mampu meng-empower
dan mengentaskan diri dari
belenggu ‘kemiskinan dan keterbelakangan’. Bukan kemiskinan dan
keterbelakangan finansial, karena secara finansial mereka cukup
powerful. Tapi
kemiskinan dan keterbelakangan dalam menentukan dan memformulasikan
masa depan hidup mereka. Begitu mereka berdaya dan mampu mengentaskan
diri dari kemiskinan dan keterbelakangan ini, maka taraf kehidupan
akan meningkat, lebih terencana, dan akhirnya potensi pasarnya pun
juga akan membesar.
Karena
itu strategi yang dibangun untuk mengembangkan pasar BOP ini harus
inheren melibatkan
proses pemberdayaan untuk menciptakan micro-entreprenuer
sebanyak mungkin di Kalimantan Barat. Ini alasan kenapa saya
mengatakan, strategi jitu untuk membangun konsumen BOP adalah
empowering their economy not just
commercialization.
#Tactic
Is about Educating
Untuk
mewujudkan visi ‘be a partner, be a
friend’, misi ‘transforming’,
dan strategi ‘empowering’
di atas, maka di tingkat taktik dan program, credit union mestinya
harus lebih sering menggunakan kata kunci edukasi.
Mereka adalah konsumen yang masih belum berkembang (underdevelop)
sehingga edukasi-asistensi harus mewarnai setiap program kerja yang
dijalankan ke konsumen BOP seperti pasar mereka selama ini.
Edukasi-asistensi tidak hanya sebatas mengenai produk dan layanan
yang sudah ada di credit union, tapi juga harus customer-centric
menyangkut segala aspek permasalahan
sosial-ekonomi yang mereka hadapi sehari-hari. Karena itu saya
mengatakan, taktik cespleng
untuk mengembangkan konsumen BOP di Kalimantan Barat adalah educating
not just selling.
Mengikuti
dan apalagi kemudian merumuskan keempat rumusan credit
union marketing @BOP ini kok rasanya
repot dan sulit banget ya… Apalagi bila harus dirumuskan dalam
sebuah strategic planning hingga
business plan credit
union.
Benar,
sahabat!
Tapi
perlu diingat begitulah kompetisi. Ketika Anda menuai sukses karena
mampu melakukan hal yang sangat sulit dan kompetitor tidak mampu
melakukannya, maka Anda akan menjadi pemenang dan kompetitor menjadi
pecundang.
Apakah
formula ini menjadi jaminan keberhasilan?
Banyak
credit union, patah arang meski sudah merumuskannya dalam sebuah
perencanaan strategis yang berkelas, karena mereka salah persepsi,
salah menilai tentang pasar mereka. Mereka merumuskan sebuah
perencanaan strategis yang general untuk
semua kelas pasar mereka. Mereka melupakan simpul marketing,
segmentation-targeting.
Jangan
menjadi Rambo, sahabat! Jadilah sniper!
Ingat,
Grameen Bank di
Bangladesh adalah contoh pemenang yang sukses menggarap pasar BOP
dengan inovasi marketing yang di luar kewajaran perusahaan keuangan.
Dan percaya atau tidak mereka menggunakan formula yang saya paparkan
di atas. Hehehe…
Bagaimana
dengan sahabat-sahabat credit union di Kalimantan Barat yang baru
beberapa hari lalu bertemu saya?
Bagaimana
dengan credit union di daerah lain di Indonesia tercinta ini?
Dua
hal yang harus credit union ingat dalam hal ini adalah kenyataan
bahwa pasar BOP Indonesia sangat-sangatlah besar, dan pasarkan credit
union Anda dengan CINTA.
Think
Big (Different) Start Small… dan saya
sangat suka dengan closing statement
seorang sahabat credit union di sana, apapun strategi, taktik, dan
pemikirannya, kesimpulannya satu, I love you
full...